_Jika aku pergi, kau mau apa? Sementara dirimu yang dulu tak pernah mengira-ngira. Cobalah mengerti, kesempatan tidak pernah datang dua kali, dan aku sudah berkali-kali memberimu kesempatan._
Hidup memang terkadang berjalan tak sesuai dengan apa yang direncanakan, apa yang kita bayangkan di masa lalu ternyata tak seindah dengan kenyataannya. Semua orang tentu boleh saja memiliki rencana dan impian ingin jadi apa kedepan nanti, karena hidup itu memang berawal dari sebuah mimpi. Mimpi-mimpi yang dirangkai nantinya akan menjadi sebuah rangkaian sejarah kehidupan yang entah terjadi atau tidak. Itu semua tergantung pada diri sendiri!
Lelah ini kadang membuatku untuk menyerah, lari, berhenti memohon pertolonganMu karena merasa tak kunjung Engkau kabulkan doa-doaku. Namun hati tetap menguatkan diriku untuk selalu sabar menunggu pertolonganMu
"Ya Rabb...," lirihku menghela napas kasar seraya melempar kerikil di genggamanku ke tengah-tengah laut.
Kutoleh gadis di sampingku, "Tumben ngajak main ke pantai, El? Kamu emang nggak sibuk? Udah izin sama Mas Akbar?"
Gadis berjilbab segi empat warna coklat itu menyunggingkan senyumnya yang hangat. "Malah, Mas Akbar semangat banget buat ngizinin aku keluar sama kamu. Supaya kamu nggak stres, katanya." Pelangi tertawa pelan.
Mataku menatap Pelangi tajam. Lalu berikutnya, aku mendapati gadis itu menyunggingkan senyum pepsodentnya.
"Aku kangen sama kamu sekalian refreshing gitu. Aku mau dengerin curhatan kamu plus ngasih wejangan lagi buat kamu," lanjut Pelangi penuh nasehat dan canda.Ah, Pelangi memang sahabatku yang paling mengerti. Meski kadang otaknya seperti Bintang, tapi dia selalu punya solusi dalam mengatasi berbagai hal meskipun tidak pernah kudengar. Tapi kita berdua selalu saling suport jika yang satu ada masalah, bisa dicari solusi begitu juga sebaliknya.
Hufhh! Memang benar, aku teringat sesuatu. Sesuatu yang mengganjal di hatiku, yang membuat hari ke hari semakin gelisah. Kadang kala aku berpikir bahwa sang kuasa tidak adil dalam membiarkan hal-hal yang buruk menimpa hambanya. Aku semakin ingin mencari kebenaran apa yang terjadi, puluhan bahkan ratusan pertanyaan kusuguhkan pada sang Rabbi.
Aku menggugat-Nya. Aku mempertanyakan-Nya tentang keadilan itu, hingga aku sadar bahwa bukan tak adil tapi itu semua akan ada masanya. Seperti suatu pepatah yang pernah kudengar, 'Rahasia Allah itu indah' aku percaya bahwa akan ada masa semuanya yang kupinta terkabul, dengan yang lebih baik dari yang kita pinta.
"Kamu kenal dia, Bin?"
"Tentu! Bulan itu sahabatku mulai dari zaman SMP. Dia sahabat terbaikku, termasuk kamu. Dia punya nasib yang sama kayak kamu ditinggal kekasihnya, katanya sih ceweknya yang deket duluan, terus Bulan ditinggal. Kasihan ya."
Ingin aku berteriak sekeras mungkin padanya, bahwa bukan akulah penyebab perpisahan mereka berdua. Sang empu sendiri yang datang padaku, yang menemuiku, tanpa aku memintanya. Aku ingin menyangkal semua perkataan gadis itu, bukan aku dan memang bukan aku.
"Aku nggak salah kan, El?" Netra kedua bola mataku mengarah pada Pelangi.
"Enggak kok, yang salah itu si Lan-Lan ngapain dia bawa-bawa kamu jadi penyebab perpisahan. Lagian si Elang hitam sendiri yang datang ke kamu, udah tahu ada gandengan masih aja deketin. Yang salah tuh mereka berdua," cerocos Pelangi sambil menggerakkan kedua tangannya.
Aku mengerutkan dahi, "Siapa Lan-Lan? Siapa Elang hitam?"
"Lah kowe orah ngerti tah? Itu Langit sama Bulan."
Aku ber-oh ria menanggapi jawaban Pelangi. Dia memang begitu, kalau ada seseorang yang tidak sukainya langsung ia panggil seenaknya, sampai nama segala negara diembatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Terakhir
Kısa HikayeTakdir akan mengubah segalanya. Di saat aku butuh dirimu kau menghilang entah kemana. Tapi aku percaya, jika kita memang ditakdirkan bersama di ujung senja kau akan datang dan hidup bersamaku hingga jannahnya.