5. INJURY PRISILLIA

1.4K 169 54
                                    

Jangan lupa vote, koment dan share:)

Dukung cerita ini dengan cara aktif, nggak jadi silent readers:)

Oke? Oke dong.



━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━
5. INJURY PRISILLIA

"Jangan menghakimi seseorang karena lo nggak akan tau apa aja yang udah dia lewati untuk sampai di titik yang sekarang. Jangan sampai .... lo menabur garam di atas luka."

_Tiger Arthayasa
.
.
.

SISIL membuka pintu mobil dengan kasar lalu berlari memasuki kediaman Gilbert dengan kecepatan tinggi yang dibisanya. Tiger menghela napas berat, kunci mobil di tangannya dimasukkan ke dalam saku celana abu, dipundak kanannya juga tersampir jaket Demonic.

"PAPAAAAAA ....!!" Di ujung tangga Sisil berteriak. Setelah puas menggeledah semua kamar yang terletak di lantai atas kini ia berlari turun dan menghampiri ruangan di sayap kiri. "PAPAAAA, SISIL NYARIIIN PAPA. PAPA DIMANA?" teriaknya menggelegar.

"Non, ada apa?"

"Mana papa? MANAAA?!" Sisil frustasi, benda-benda seperti guci di atas lemari laci dia sapu dengan kedua tangan hingga berceceran di lantai setelah terdengar suara nyaring. Asisten rumah tangga --- Bi Inem --- terlonjak kaget dan mundur mencari aman.

Sisil mencengkeram erat rambutnya, menariknya tak peduli jika rontok dan kesakitan. Asisten rumah tangga berusaha menenangkan Nona-nya tetapi percuma, tidak ada yang bisa menenangkan Sisil.

Cewek itu meraung, meraih pecahan guci tajam hingga menusuk masuk ke telapak tangan, mengacungkannya bengis pada satpam yang ingin maju mendekati. "GUE BUNUH LO KALO MAJU!!" teriaknya semakin murka.

Satpam rumah berpakaian hitam mundur dengan kedua tangan terangkat, ucapan Sisil tidak pernah main-main sebab, sudah banyak korban para pekerja di rumah ini yang terkena imbasnya. Harapan mereka satu-satunya ada pada cowok yang berdiri tiga meter di belakang Sisil yang mengamuk, suaranya melengking, meraung meneriakkan nama papanya dan bertanya dimana papanya.

"Papa, Sisil nyariin 'nih, papa dimana?" Suaranya terdengar lemah sarat akan kesakitan yang menusuk masuk relung hati. Cengkeramannya pada pecahan guci semakin menguat, hingga tertancap semakin dalam, darah yang menetes dari telapak tangannya juga semakin banyak hingga menimbulkan bau amis.

Sisil terduduk di atas lantai, lelah sendiri berteriak-teriak sedari tadi.

"Non, ada apa?" tanya Bi Inem ikut merasakan apa yang Sisil rasakan.

Wanita paruh baya itu maju untuk mendekati Sisil namun, tersisa empat langkah kepala Sisil yang tertunduk tiba-tiba mendongak. Iris coklat berlapis soflents itu berair ---- meminta pertolongan tak kasat mata.

"Papa," lirihnya. Menunduk, menekuri lantai dengan tangis yang pecah. Melirihkan kata 'papa' berulangkali, berharap ada keajaiban dan Gilbert benar-benar datang untuknya, memeluknya karena rindu dan berjanji untuk tidak pergi lagi. "Papa ...!" lirihnya lagi.

Sepasang sepatu tergapai di penglihatan Sisil, membuatnya mendongak dan tersenyum getir melihat Tiger yang berdiri seraya menunduk--- menatapnya. Tangan Tiger terulur, ingin menarik cewek itu dari keterpurukan namun ditepis dengan keras.

Tiger merendahkan diri, Sisil beringsut mundur dan berdiri, mencengkeram semakin kuat pecahan vas di tangannya, persis manusia-manusia super yang seolah kebas dan mati rasa.

"Ini semua itu gara-gara lo?!!" Sisil menjerit, melempar tatapan penuh permusuhan pada Tiger, menyiratkan betapa benci dirinya pada sosok cowok itu. Tiger melirik telapak tangan Sisil, tertegun sesaat melihat gengamannya yang mengerat.

TIGERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang