17. METEOR

854 133 62
                                    

Kembali lagi dengan cerita Tiger!

Gimana, masih ada yang mau nungguin?

Masih suka cerita ini?

Masih antusias buat ngecek udah up apa belum?

Langsung aja ...

Hepiriding!


━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━
17. METEOR

"Jangan aneh-aneh, kamu tanggung jawab saya."

_Tiger Arthayasa

.

.

.

KARENA kasus lari-larian di lapangan tadi, Sisil harus menerima akibatnya tersungkur ke lapangan karena ambisinya untuk mendapatkan Tiger tidak tercapai dengan mudah. Sekarang, cewek itu tengah duduk di tangga sembari meniup-niup lututnya yang terluka.

"Eh, ada Sisil, sendirian aja?" Seorang cowok dengan topi terbalik menghampirinya. Jongkok di sampingnya, Sisil melirik sekilas, memberi delikan sinis. "Jawab atuh Neng," ujarnya lagi.

"Buta? Apa nggak bisa liat?" sarkasnya yang mana membuat cowok tersebut berdecak dan kembali berdiri.

"Mau gue bantuin nggak? Obatin luka lo," tawarnya. Warga sekolah di sekitar mereka banyak yang curi-curi pandang. Ingin mengetahui pembahasan seorang Prisillia Gilbert dengan cowok yang terkenal badboy di sekolah mereka. "Jawab, udah bisu sekarang?" tanyanya sarkas.

"Minat banget lo ngobatin gue! Tapi sorry 'yah, lutut gue alergi sama tangan dekil," sinisnya. Cowok tersebut mengembuskan napas berat, ucapan Sisil sama sekali tidak bermutu. Sisil kembali melanjutkan, "Kedatangan lo kesini sama sekali nggak berguna tau nggak, bikin pemandangan indah di depan sana nge-blur!"

Cowok tersebut melirik ke lapangan. Di sana ada segerombolan anggota Demonic tengah bermain futsal. Tak terkecuali Tiger, salah satu magnet yang menarik para kaum hawa untuk membentuk barisan di pinggir lapang. Dia kembali menatap Sisil, "Nama gue Meteor. Meteor Orlando." Dia membukukkan badan, memberi sunggingan kecil. "Dan gue udah suka sama lo sejak lama. Lebih tepatnya suka mulut lo yang nggak punya etika." Dia menyentil bibir bawah Sisil membuat cewek tersebut refleks menarik rambutnya.

"Cowok yang deketin gue semuanya pada kabur, jadi .... Mending nggak usah ngomong suka kalo ujung-ujungnya kabur juga," ujar Sisil. Dia kembali bersikap santai, meniup-niup lututnya yang terluka, sebenarnya tadi Tiger sudah menawarkan diri ingin mengobati namun dirinya menolak.

"Itu mereka, bukan gue," jawab Meteor. Sisil bersikap tidak peduli, menganggap Meteor sudah tidak ada lagi di sini. "Ibaratnya 'nih, lautan 'kan, ku sebrangi, gunung 'kan, ku daki buat milikin lo. Kurang apa lagi coba niat gue buat deketin lo," ujarnya sedikit berlebihan.

"Kurang tindakan. Ngerti? Sekarang cabut. Kehadiran lo di sini bikin oksigen pada males nyamperin, sumpek tau nggak!" cibirnya.

Sisil berusaha berdiri, ia melirik Meteor yang belum beranjak. Cowok tersebut hanya menatapnya datar, samasekali tidak berniat membantu saat dirinya nyaris jatuh. "Katanya suka tapi nggak ada niat mau bantuin pas gue mau jatuh tadi." Dia terkekeh remeh dan kembali melanjutkan, "Buaya buntung lo," umpatnya.

Satu alis Meteor terangkat. "Pertama, lo nolak tawaran bantuan gue tadi. Kedua, tangan gue yang kata lo dekil juga udah nggak sudi nyentuh lo. Ketiga, gue emang udah suka sejak lama, tapi nggak mau bucin. Ngerti?" Setelah mengatakan itu ia beranjak dari hadapan Sisil.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 12 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TIGERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang