Part 8

4.4K 203 0
                                    

Ali Prov

Aku mengantar Itte dan Arif ke sekolah. Sebenarnya aku merasa khawatir dengan Prilly, namun membaca pesan terakhirnya aku mencoba berpikir positif.

Aku tidak terima melihat perlakuan Halik pada Prilly. Aku memang pernah menyakitinya, tapi aku mencintainya tulus, tidak seperti Halik yang hanya karena iba. Tapi aku juga tak bisa menyalahkannya karena Halik datang disaat yang tepat.

Ku lihat Itte masih sangat geram sambil sesekali menggerutu. Arif menggenggam erat tangan Itte menenangkannya, namun Itte sama seperti Mila. Jika Prilly terluka, mereka akan mati-matian membelanya.

"Lihat aja si Sinta, gue bakal balas dengan cara gue sendiri. Gue ga nyangka Halik yang gue kenal sangat baik dan selalu membuat Illy senyum, kenapa bisa seperti ini!" Gerutu Itte.

Tunggu, apa? Selalu membuat Illy senyum? Oh God,sudah berapa ratus moment yang Illy lewatkan tanpaku!

Kini aku sudah sampai di depan gerbang sekolah.

"Gue duluan ya,ke tempat Illy takut kenapa-kenapa." Ucapku pada mereka.

"Iya Li hati-hati, ntar gue nginep aja nemenin Illy." Sahut Itte.

"Oh ya Te, kita tidur di rumah Illy aja, gimana Rif? Biar Illy ada temen, sekalian jagain dia." Saranku dan mendapat anggukan dari mereka.

Aku melajukan mobilku menelusuri jalan sore Jakarta. Saat di depan gerbang, aku melihat 2 mobil terparkir di halaman Illy.

Aku keluar mobil dan berjalan kerumahnya. Aku mendengar perdebatan hebat di dalam. Aku menerobos masuk membuka pintu.

Aku lihat Illy dipeluk oleh seorang gadis sebaya dan di depannya sosok Halik yang kembali membuat aju geram.

Aku melangkah cepat menuju mereka.

"Heh ngapain lagi lo kesini hah? Udah selesai urusan lo sama wanita gila itu?" Tanya ku lantang.

Illy dan gadis itu melepas pelukannya dan menatapku.

"Ali?" Ucap Mila

"Mila? Lo sejak kapan disini?" Tanyaku.

"Gue ketemu Illy di mall gue ajak pulang eh si ini datang!" Jawab Mila menunjuk Halik.

"Illy dengerin aku dulu sayang. Aku mau ngomong." Ucap Halik bersimpuh di hadapan Illy.

"Aku minta maaf, selama urusanmu dan Sinta belum selesai. Tolong jangan ganggu aku. Aku juga ingin tenang. Pliss Halik, Pliss!" Ucap Illy terisak. Aku tau betul hatinya sangat terluka.

Illy memegang pucuk kepala Halik, membantu Halik berdiri. Sebenarnya api membara di hatiku ingin membakar diri saja rasanya. Huhhhh!

Ilky memeluk Halik sebentar dan melepaskannya.

"Maaf Lik,mending lo pulang. Gue ga bisa liat Illy kaya gini lagi." Ucap Mila hati-hati.

"Ajak Illy ke kamar Mil." Perintahku dan Mila membawa Illy ke kamar.

Tinggal aku dan Halik disini. Aku mengajaknya duduk di sofa untuk berbicara secara jantan.

"Lik,gue tanya sama lo. Gimana awalnya lo sama Illy?" Tanyaku minta penjelasan.

Flashback On
Halik Prov

6 bulan yang lalu.
Sore itu gue pergi ke taman. Gue liat dia duduk sendiri. Gue duduk disampingnya. Gue coba memecah keheningan.
"Hay" ucap gue angkat bicara
Dia ga jawab
"Lo lagi ada masalah?
"Ga"
"Lo bisa bilang ga ada tapi mata lo ga bisa boong."

Gue liat matanya sembab dan gue yakin dia abis nangis hebat.

"Masalah dalam setiap hidup manusia selalu ada. Ga semua orang bisa menyelesaikan masalah dengan mudah. Terkadang perlu perjuangan yang bisa membuat kita putus asa. Namun dibalik itu Tuhan punya rencana indah. Dan gue yakin, Tuhan ga akan kasih cobaan di atas batas kemampuan hamba-Nya. Lo harus kuat. Lo boleh nangis tapi cukup sesekali, jangan terlalu larut. Lo harus bangkit, pikirin keluarga lo dan orang sekitar yang menyayangi lo." Nasehat gue padanya.
"Lo kesini punya masalah juga?" Tanya Illy ke gue.
"Ga kok. Gue cuman sumpek aja jadi kesini." Kata gue.

Dari situ gue sedikit dekat dengan Illy. Dia sekolah di luar kota dan disini cuman liburan. Seminggu setelahnya Illy harus balik ke Makassar, katanya ikut neneknya disana.
Sebelum Illy berangkat gue ngajak dia ketemu di tempat pertama kita jumpa. Gue liat dia udah disana, sedikit senyum lepas disudut bibirnya beda saat pertama gue ketemu dia.

"Hai, udah lama?"
"Ga kok baru aja. Duduk sini"
"Ly? Lo balik jam berapa?"
"Jam 7 malam. Kenapa emang? Mau nganter gue? Hahaha"
"Boleh tuh. Hahaha"
"Haha. Ga usah ah mending lo istirahat."
"Ly, gue mau nganterin lo kesini (nunjuk hati)"
"Hah apaan? Ga usah becanda deh."
"Beneran, gue tau ini terlalu cepat. Tapi gue beneran cinta sama lo, lo mau ga jadi pacar gue?"
"Halik, gue baru kenal sama lo. Gue emang agak nyaman saat lo ada disisi gue. Tapi gue ga bisa secepat ini."
"Gue ga maksa kok. Mungkin lain waktu"
"Oke gue coba ya. Gue coba buka hati buat lo."
"Makasih ya, makasih lo udah mau nerima gue. Gue sayang sama lo. Gue cinta sama lo."

Saat itu gue bahagia banget. Gue meluk dia dan dia bales pelukan gue.
3 hari setelah dia balik ke Makassar dia udah jarang ngubungin gue. Gue udah coba nyari info tentang dia tapi gue ga kenal siapapun orabg terdekatnya.
Seminggu sesudah gue jadian dia mutusin gue karena alasan LDR.

Saat gue tau dia balik ke Jakarta gue datang kerumahnya dan syukurnya takdir memihak gue. Dia menyambut gue.

"Halik. Maaf ya gue jarang ngasih kabar."
"Ga papa Ly, gimana lo sehat?"
"Alhamdulillah, lo sendiri gimana? Makin gendut aja lo."
"Hahaha. Gue makmur mikirin lo"

Dari situ gue deket lagi sama dia. Gue kenal mama papanya. Gue hati-hati banget karena gue ga mau ngelakuin kesalahan yang sama.
Mamanya juga bilang di Makassar Illy sering murung lagi.

Dan sebulan yang lalu gue ngajak dia balikan, sebenarnya gue udah punya cewek, Sinta. Tapi gue ga suka sama sifat dia. Makanya gue milih Illy. Jujur awalnya emang gue kasian liat dia yang sering ngelamun dan ngomong ga jelas kaya liat bayangan orang lain. Gue coba bangkitin dia lagi. Sinta yang tau gue punya pacar dan gue mutusin, dia langsung datengin Illy ke sekolah waktu jam pulang. Dia membabi buta dengan Illy, makanya gue bikin rekaman itu biar bisa jaga Illy. Gue ga mau dia nyakitin Illy dan gue pura-pura sayang sama dia. Jadi dulu juga awalnya sempat gue anter jemput terus ngindarin serangan Sinta,tapi lama-lama dia bilang ga enak karena rumah sama sekolah gue deket.
Gue juga banyak tau tentang Illy dari Mila.
Semakin gue menjalani sama dia gue semakin luluh dan rasa cinta gue tumbuh buat dia. Gue ga tau apa alasan selama ini membuatnya sering murung. Ga ada yang mau ngomong sama gue. Mungkin karena terlalu privasi.

Flashback End

Jalan Pulang CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang