"Seandainya wajahku cacat, apakah Kamu akan tetap menerimaku, mencintaiku seperti sebelumnya?" Arumi menatap Leon dengan penuh harap, matanya yang bengkak mengungkapkan ketidakpastian dan kecemasan. Kamar rumah sakit yang sempit terasa semakin menyesakkan dengan pertanyaan yang mengambang di udara.
Pria dihadapannya tentu saja kebingungan mendapatkan pertanyaan dari sang kekasih. Namun dia berusaha tenang. "Kenapa Kamu berbicara seperti itu, Lollipop?" Pandangan Leon nampak sahdu.
"Jawab dulu pertanyaanku, Leon!" Tangis Arumi tak tertahan lagi, tubuhnya bergetar hebat. Suara mesin monitor detak jantung di samping tempat tidurnya berbunyi stabil, kontras dengan emosi yang menggebu di dalam dirinya.
Leon berusaha meyakinkan sang pujaan dengan sepenuh hati, suaranya menggetarkan suasana yang tegang, "Tentu, Lollipopkuh. Aku akan selalu menerima segala kekuranganmu. Pernahkah aku berbohong padamu? Kita telah bersama bertahun-tahun, cinta kita tetap abadi meski maut memisahkan."
Arumi, dengan air mata yang mengalir, menatap Leon penuh keyakinan, "Benarkah semua yang Kamu katakan, Leon?" Ia berusaha menyeka air mata yang mengalir, merasakan ketidakpastian yang menyelimutinya.
"Ya, Arum. Aku sangat mencintaimu. Segala kekuranganmu akan aku terima," Leon mengucapkan dengan semangat yang berkobar, berharap bisa menenangkan Arumi yang duduk di tempat tidur pasien, dengan kondisi tubuh yang lemah.
Namun, saat Arumi membalikkan tubuhnya, memperlihatkan wajahnya yang penuh luka dan bengkak, Leon tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Wajahnya memucat, dan nafasnya tersengal-sengal, seperti kehilangan oksigen. "Lihatlah wajahku sekarang, Leon!" Arumi membalikkan tubuh, menunggu reaksi Leon.
Leon terdiam, suasana hening mengisi ruangan, menambah ketegangan yang menyesakkan. Monitor detak jantung berbunyi monoton di latar belakang, kontras dengan ketegangan emosional yang mendalam. Arumi menutup mata, takut melihat reaksi Leon.
"Leon? Apakah Kau masih di sini? Jawab aku, Leon." Tangisan Arumi semakin dalam, dan suaranya melengking penuh harapan di tengah kesunyian ruangan.
"Leon lihatlah aku!" Arumi mendesak, berharap Leon mengatakan bahwa ia masih mencintainya meski wajahnya telah rusak.
"Kenapa wajahmu, Lollipopkuh? Begitu banyak goresan dan luka. Kulitmu menghitam di beberapa bagian," suara Leon bergetar, penuh ketidakpercayaan.
"Ini wajahku yang sekarang, Leon. Kata dokter, ini akibat kecelakaan. Maukah Kamu tetap menerimaku?" Suara Arum nampak tidak kuat.
Leon, berusaha mengumpulkan kekuatan, akhirnya menjawab dengan nada yang menusuk, "Hahaha, Kamu gadis konyol! Siapa yang mau denganmu jika wajahmu begini? Bahkan monyet saja tidak mau!" Leon menunjuk wajah Arumi dengan telunjuk dan ekspresi wajah yang menjengkelkan.
Kata-kata Leon bagaikan pisau tajam yang menusuk jantung Arumi. Air mata Arumi jatuh deras, membasahi pipi yang telah rusak. "Sadarkah Kamu dengan semua perkataanmu, Leon Radipta?" Arumi menatap dalam mata Leon, berharap ada secercah belas kasih.
Leon, dengan lantang, memutuskan hubungan mereka, "Gadis Tolol! Mulai detik ini kita putus! Tidak ada waktu untukmu. Aku akan ke Jerman. Kamu tidak akan pernah bisa bertemu denganku lagi. Aku jijik!"
Perkataan Leon seakan menghancurkan seluruh dunia Arumi. Jantungnya berdetak lebih cepat, rasanya seperti seluruh bumi runtuh di bawah kakinya. Monitor di sampingnya berbunyi terus-menerus, tidak mampu meredakan rasa sakit yang menyiksa. "Leon, apakah Kamu benar-benar sudah jijik melihatku seperti ini?" Arumi berusaha memastikan, berharap Leon mengubah keputusan.
Leon pergi tanpa menjelaskan lebih lanjut, meninggalkan Arumi dalam kehampaan yang mencekam. Punggung Leon menghilang dari pandangan Arumi, yang merasa hancur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angin Puting Beliung Membawa Mantan
RomansaWajah baru Arumi mengubah cinta, karier, dan segalanya. NOTE : ⚠ Don't copy my story ⚠ Jangan lupa vote dan komen yah guys ⚠ bacaan untuk 18+ tapi bukan vulgar jadi santai aja bacanya! Hargai karya penulis. Happy reading and thanks you!