"Apakah hidup kita ini cuma untuk mengejar standarisasi orang lain?"
Anshally Rainkania cantik. Tidak usah diragukan lagi. Tapi apakah itu sudah menjamin hidup Anshally?
Kalian harus percaya, dulu Anshally tidak secantik sekarang. Bahkan dulu, Ia sering jadi korban bullying di sekolah dasar. Maka dari itu, dia berniat memperbaiki diri menjadi cantik. Agar hidupnya lebih baik, itu yang dulu ada dipikiran Anshally.
Sekarang dia sadar, menjadi cantik bukanlah kunci untuk menjamin hidup baik.
Kecantikan Anshally memang membuat oranglain terpesona, tapi tidak bisa merubah kenyataan bahwa Papanya selingkuh. Tidak bisa merubah kenyataan bahwa keluarga berantakan, diambang kehancuran.
Dulu Anshally berpikir, jika Ia cantik semuanya akan menjadi baik. Ia akan lolos dari standar, disukai orang lain, punya banyak teman, mudah mendapatkan pacar, hidupnya bahagia, sesimpel itu.
Sekarang dia sadar, bahwa ada hal lain yang bahkan menjadi cantik saja tidak cukup.
Apakah kita hidup hanya untuk memenuhi standarisasi orang lain?
Harus cantik.
Bodygoals.
Putih.
Mulus.
Harus apalagi?
Dulu Anshally jelek, dia di-bully.
Sekarang Anshally cantik, memang banyak orang yang menyukai, tapi tidak sedikit juga orang yang masih benci dan mengata-ngatai.
Good looking. Kata orang harus jadi seperti itu.
Jika kamu tidak 'cantik', jangan mengharapkan kehidupan sosial yang baik.
Semua orang mungkin berpikiran seperti itu, termasuk Anshally.
Munafik jika Anshally tidak menyukai wajah 'cantik'-nya yang sekarang. Jujur, Anshally suka sekali.
Tapi Ia merasa kasihan kepada orang yang dianggap tidak 'cantik', karena Anshally pernah berada diposisi seperti itu.
Kenapa yang cantik selalu diperlakukan berbeda?
Memangnya apa dan bagaimana standarisasi kecantikan dikelas sosial ini?
Semua hal itu berlarian dikepala Anshally ketika matanya melihat ada siswi yang sedang di-bully siswi lain karena alasan tidak memenuhi standar 'cantik'. Namun Anshally terlalu pengecut, sehingga hanya menyaksikan hal tersebut, dan lewat begitu saja. Anshally terlalu takut, karena kenangan masa lalunya bisa mencuat dan menyakiti hatinya, sekali lagi.
Terlihat siswi itu hanya bisa menunduk dan menahan tangis, tangannya mengepal menunjukkan Ia kesal sekaligus malu, tapi tidak bisa berbuat apa-apa.
Persis seperti apa yang pernah Anshally alami.
Kehidupan sosial ini memang tidak indah, dan sulit berubah.
'Kriteria' itu terus melekat, dan menjadi standar tolak ukur dalam menilai manusia. Tidak peduli hal baik lainnya.
Anshally selalu berpikir satu kemungkinan ; jika kecantikan atau ketampanan seseorang dinilai hanya dari beberapa 'kriteria' standar kecantikan, lalu untuk apa Tuhan menciptakan banyak perbedaan?
Untuk apa Tuhan menciptakan berbagai macam suku, dengan berbagai macam perbedaan yang mempunyai ciri khas-nya masing-masing?
Jika standarnya adalah kulit putih, untuk apa Tuhan menciptakan kulit hitam atau sawo matang?
Jika cantik adalah dia yang fisiknya terlihat ramping, untuk apa Tuhan menciptakan manusia dengan tubuh berisi?
Memangnya manusia tidak bisa berpikir, bahwa semuanya bisa terlihat cantik.
Cantik dengan kulit eksotis.
Cantik dengan tubuh berisi.
Apakah tidak bisa berpikiran seperti itu?
Jika bisa, mungkin Anshally dulu tidak akan semenderita itu. Dan tidak akan berada dalam titik ini.
Sebenarnya, Anshally tidak bisa menyalahkan siapapun. Karena faktanya, dirinya juga masih menjadi pengikut 'standar' ini.
Ia tidak munafik. Anshally juga mau pacar yang 'ganteng'. Ia juga sering menilai fisik seseorang. Tapi tidak untuk dijadikan bahan bully-an.
Ia bersyukur, sangat. Juga masih merasa kasihan, untuk mereka yang masih tercekik standar.
Tapi tidak ada yang bisa Ia lakukan, lukanya terlalu menyakitkan. Dan Anshally terlalu menjadi penakut.
Ia takut euphoria itu merasuki tubuhnya lagi.
Dengan cepat Ia melangkah meninggalkan pemandangan itu.
Mungkin suatu saat, Anshally akan berani menghadapi.
Tapi bukan sekarang.
Lukanya belum kering, dan masih belum rapat sempurna.
Xena yang juga berjalan bersampingan dengan Anshally, menarik tangannya kuat, lalu menuntunnya untuk berjalan lebih cepat.
Sadar, jika tangan Anshally mengepal dan mulai gemetaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Out Of The Sky
Teen FictionKita tidak tahu tentang takdirkan? Begitu juga Anshally. Anshally tidak percaya Papa-nya akan selingkuh, dan keluarga mereka jadi berantakan sehingga Ia dan Mama-nya harus pindah. Ia tidak menyangka akan bertemu orang se-keren Langit saat pertama ka...