5. Karma Mengikat

2.2K 253 36
                                    

Jangan lupa follow, klik tombol bintang dan komentar 🌪️

"Untuk kamu yang sedang berpikir hidup mu penuh kesengsaraan. Ingatlah, selama masih bernafas ujian akan terus berdatangan. Inilah kehidupan, tak selalu sesuai dengan keinginan. Hidup pasti di uji. Dan jangan lupakan, harapan hanya untuk orang-orang yang hidup. Skenario Tuhan mungkin lebih baik dari dugaan. Manusia berencana, Allah juga. Dan sebaik-baik perancang adalah Allah ta'ala."

***

Ruma menyantap sarapan paginya dengan ragu sekaligus canggung. Ia terus menunduk dalam kebingungannya. Tatapan mata seseorang di hadapannya saat ini sukses membuat Ruma jadi salah tingkah.

Sejak membahas perihal kematian keluarganya. Wajah Ares terus menegang, tak melunak sama sekali. Meski disorot matanya terdapat getar yang bisa Ruma rasakan, sesal sekaligus marah.

Laki-laki itu juga tak menyentuh makanannya sama sekali. Tangannya terus terkepal di atas meja, sesekali dia menyeka wajahnya lalu berdesis lirih.

Tak nyaman sekaligus takut terus saja mendapati raut murka Ares, Ruma mengangkat wajahnya. "Kak Ares nggak makan?"

Ares masih belum merespon, sepasang matanya berkilat sendu. Pias di wajahnya tumbuh kala Ruma memandanginya dengan sorot lugu. Ares berdecak, geram. Lalu bangkit dan meninggalkan Ruma begitu saja dengan umpatannya.

Tinggallah Ruma yang semakin melongo. Namun perempuan itu tak bisa berbuat apa-apa, ia hanya bisa berpikir jika Ares merasa tak nyaman makan bersamanya.

Pakaiannya datang sebelum sarapan, masih sangat baru dan bagus. Ruma tak mengedip ketika Ares melepas tag baju bermerek ternama itu. Sudah begitu, baju gamis simpel itu pas sekali di tubuhnya. Ares juga membelikannya kerudung instan.

Dia berkomentar. "Jangan lagi pakai kerudung yang kau libat dengan jarum."

"Kenapa?"

"Ribet." balasnya seraya berlalu.

Ruma menghela nafas berat, meski mereka hanya menikah siri, tetap saja rasanya ia mempermainkan pernikahan nan sakral. Tapi, keadaan punya kenyataan. Semua tak selalu sesuai ekspektasinya. Ares hanya orang asing, begitupun dirinya bagi Ares. Mereka sama-sama tak sengaja bertemu dan menjadi satu, lalu takdir kondisi masing-masing dari mereka bertentangan.

Bertemu, bersatu, namun tak bisa bersama. Begitulah sekiranya takdir mereka. Lagipula, Ruma benar-benar tak menyangka kalau Ares akan sekaya ini. Dari tempat tinggalnya saja, Ruma sudah bisa menyimpulkan.

Merasa bertanggungjawab, Ruma mencuci piring bekas ia makan. Lalu melirik kamar tidur, Ares masih belum keluar juga.

"Kak Ares kenapa ya? Apa Ruma salah ucap ya, tadi?" bisiknya, bingung.

***

Sementara di kamarnya, Ares masih belum juga tenang. Seluruh hatinya penuh desakan sesak yang mencekik. Rasanya amat tak nyaman, rasa sesal, tak percaya, marah dan takutnya mengumpul mendesak keluar. Ares yang sejak tadi duduk di pinggir ranjang, mencengkeram erat rambutnya. Decakan dan rintihannya lolos pelan-pelan.

"Sialan! Sialan!" makinya, memukul kasur itu dengan keras. "Kenapa aku tidak bisa melupakan kejadian itu?!"

Ares mendesah kecil, tanpa sadar air matanya lolos dari sudut matanya. Ia memejamkan mata, menunduk dalam untuk menguatkan diri. "Gadis itu..."

Unwanted mistressesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang