Part 32

13 1 0
                                    

Meskipun kondisi Nayla baik-baik saja, mampukah aku hidup terpisah dari istriku? Oh Tuhan, sungguh berat cobaan hidup ini. Aku berharap dia hanya melupakan sebentar tapi tidak melupakan cintanya padaku.

"Bro, persiapkan diri lu buat kondisi terburuk," ucap Ivan.

"Van, seandainya Nay ga inget gue selamanya, gue akan berjuang membuat Nay jatuh cinta lagi. Bukankah rasa itu semakin lama semakin mengembang?" Jawab Dewa.

"Tapi gimana kalau rasa itu justru menyusut dan menghilang? Gue berharap lu juga bisa meraih kebahagian sendiri," ucap Ivan sebelum ia menyeruput kopi yang mulai dingin.

"Van, Wa," sapa Rama dan David bersamaan sambil berjalan menuju meja mereka.

"Gimana kabar Nay, Van?" Tanya Rama setelah mereka duduk bergabung.

"Fisiknya sih sehat, tapi lu kan tau dia pernah menjalani hipnoterapis untuk menghilangkan trauma saat kecelakaan kedua orang tuanya dulu. Saat ini kita kaya jalan di atas permukaan es yang tipis, jadi harus bener-bener hati-hati kalau mengajak Nay berbicara. Karena kita belum tau, selain Dewa memori apa aja yang hilang saat ini," Ivan menjelaskan kondisi Nayla kepada teman-temannya.

"Wa, gue minta maaf karena udah ngundang Cindy tampa ijin lu," ucap David.

"Apa maksud lu dengan kata ngundang Vid?" Tanya Dewa dengan sedikit penekanan.

"Cindy tau lu di sini, jadi dia minta gue buat ketemu sama lu tapi berkesan ga sengaja. Dia bilang mau ngucapin selamat atas pernikahan lu. Gue ga tau kalau dia senekat ini dan malah bikin Nay jadi kaya gini," ucap David.

"Buakh!" Tiba-tiba tinju Dewa melayang  ke wajah David. Semua kaget. Ivan langsung menahan Dewa yang hendak menghajar kembali, dan Rama membantu David kembali berdiri setelah terjatuh karena bogem dari Dewa.

"Maaf kata lu! Lu tau kan kalau Cindy itu psyko! Jadi gini cara hidup lu sekarang hah! Lu tega ngejual temen lu demi kelancaran bisnis lu!" Dewa meluapkan emosinya.

"Vid bener yang Dewa bilang? Kalau gitu gue mundur dari projek ini. Dan gue kecewa sama lu," Rama pun menyampaikan kekecewaannya kepada sahabat sekaligus partner bisnisnya.

"Vid, tolong cerita dengan jelas gimana kronologi semalem," ucap Ivan menahan geram.

"Kaya yang gue bilang tadi Van itu bener. Awalnya gue pikir kalau cuma makan malem dan Nay ikut pasti aman-aman aja. Ga taunya Nay ga bisa ikut jadi kita pindah tempat ke Club. Saat pulangpun kita semua satu mobil biar semua aman walau Cindy udah bilang mau mampir ke hotel karena mau kenalan sama Nay. karena Cindy bilang mau numpang ke toilet dan kenalan dengan Nay jadi dia yang ikut Dewa sendiri ke atas dan kita nunggu di bawah. Dan akhirnya kejadian itu," jawab David.

"Van, gue cabut duluan. Tolong jagain bini gue. Jangan lupa besok tolong kabarin gue," pamit Dewa meninggalkan teman-temannya masih dengan rasa kecewa.

"Ram, Van maafin gue," ucap David menyesal.

"Gue ga habis pikir sama lu Vid, udah tau Cindy sakit jiwa kalau berurusan sama Dewa. Apa projek ini penting banget buat lu sampe lu begini?" Ucap Rama yang masih tidak percaya dengan kenyataan David yang menghianati perusahaan mereka. Sedangkan Ivan hanya diam memikirkan nasib rumah tangga dan kesehatan adiknya.

"Gue juga mau istirahat, besok gue sama Nay pulang. Jadi gue duluan ya ...," pamit Ivan meninggalkan teman-temannya.

Di dalam kamar hotel yang luas, gue sendirian terasa sangat sepi. Terlintas semua bayang aktivitas yang biasa Nay lakukan. Semuanya terlintas sangat jelas, sejelas kerinduan ku padanya.

Nay maaf, maaf karena telah melukai hatimu hingga kau jadi seperti ini. Aku memang pantas untuk dilupakan, kesalahanku terlalu besar padamu.

Aku memang pria yang egois. Karena masih berharap dia tidak melupakan cintaku.

Dengan tubuh letih karena tidak bisa beristirahat aku menuju bandara untuk melihat kepulangan Nay  dan Ivan. Walau dengan sedikit sempoyongan karena kantuk aku ingin melihat gadisku sebentar untuk melepaskan rindu ini.

"Lo pucet banget Wa? Lo sakit? Wah gila badan lo panas gini," ucap Rama setelah melihat dan menyentuh dahi untuk mengecek suhu tubuh ku.

"Gue ga pa pa. Cuma kurang tidur aja. Kok lo pulang hari ini? Emang bisnis lo udah lancar?" Ucapku sambil duduk untuk mengistirahatkan tubuh yang mulai terasa lemas.

"Keputusan bisnis di sini gue serahin ke David aja. Gue mau lanjutin rencana buka cabang yang di Bandung aja. Lo sampe kapan disini?"

"Gue masih sekitar satu mingguan lagi di sini, dan gue pasti sangat merindukannya."

"Yang semangat Wa. Saat ini kerja gue rasa pilihan terbaik buat lo, sambil lo nunggu perkembangan kesehatan Nay."

"Thanks Bro, lu bener," ucap Dewa sambil menepuk pundak Rama.

"Rama, sorry gue mau ngomong penting dulu sama Dewa, lo bisa tolong temenin Nay dulu ga?"

"Oh ... oke," jawab Rama, lalu pergi meninggalkan aku dan Ivan.

"Gimana hasil konsul sama Selly tadi Van?"

"Wa apa lo tau kalau Cindy memiliki penyakit kejiwaan delusi? Bahkan dia adalah pasien dari senior Selly yang ada di Jerman. Yang Selly takutkan sebenernya udah berapa lama lo hidup dalam dunia delusinya Cindy?"

"Emang kenapa Van?"

"Karena menurut senior Selly, Cindy pernah menceritakan bahwa dia akan membunuh atau menyakiti orang yang akan mendekati pria yang sangat dia cintai. Mumpung lo masih di sini, sebaiknya lo ngobrol deh sama Selly nanti gue kasih kontak dia ke lo. Pesawat kita udah mau berangkat, gue pamit ya? Lo ga mau ngobrol dulu sama Nay?"

"Oke, thanks Van, gue cuma pengen liat kalian pulang aja buat ngobatin rindu. Gue takut dia ga nyaman kalau gue maksa nempel. Gue tunggu kontak Selly." Jawabku sambil kami melangkah mendekati Nay dan Rama.

Ya, aku akhirnya benar-benar melepaskan kepergiannya tampa kata. Perasaan bersalah dan rasa tak pantas makin tinggi bertahta. Meski rindu kian memuncak, hanya do'a di dalam hati yang tersemat untuk keselamatan perjalanannya.

Kembali ke hotel untuk mengistirahatkan diri. Selama perjalanan aku terngiang ucapan Ivan tentang kondisi kejiwaan Cindy dan pertemanku dengannya selama ini.

Aku mengenal Cindy  saat kuliah dulu. Dia gadis Jerman yang terkenal sangat humble. Aku mengenalnya karena dia dulu teman satu angkatan dan satu jurusan dengan David.

Dulu David memang sering menanyakan pendapatku tentang Cindy dan mengatakan jika Cindy memiliki rasa lebih padaku, karena aku yang tak memiliki rasa lebih selain teman tentu aku menganggapnya biasa saja layaknya seperti teman biasa.

Dulu pernah aku dijauhi oleh beberapa teman dan sahabat wanita yang lumayan akrab entah karena apa? Dulu ku pikir mungkin karena kesibukan kuliah dan pacar mereka masing-masing. Tapi entah kenapa sekarang aku merasa terganggu dan kepikiran.


Bersambung ....





Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 20, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

First Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang