09. Dean atau Vino?

598 241 336
                                    

Assalamualaikum semuanya.
Aliza update, nih!
Jangan lupa Vote dan komentnya, ya.

Setiap yang bernyawa pasti akan mati. Tetaplah berbuat baik untuk bekal mu di akhirat nanti.

Happy Reading.❤️

"Revan, maaf."

"Revan bangun!

"Maafin Iza Revan!"

"Gak, Iza bukan pembawa sial!"

Gadis itu terduduk dengan peluh di wajahnya. Napasnya memburu dengan air mata yang membasahi pipinya. Hingga akhirnya, perkataan dan pelukan seseorang menyadarkannya kalau itu hanyalah mimpi.

"Kenapa sayang? Eliza mimpi apa?"

"Mimpi itu lagi, Pa!"

Eliza menenggelamkan wajahnya di dada Roy. Mimpi itu terus membayanginya selama dua tahun ini. Mimpi yang selalu membuatnya menyalahkan diri sendiri.

Roy menghela napas seraya mengusap punggung putrinya guna memberikan ketenangan. "Ikhlasin Revan, ya, sayang."

"Be-berat, Eliza gak bi-bisa Pa, hiks, huwaa." Eliza sesenggukan.

Roy melepas pelukan tersebut. Dia menghapus air mata yang membasahi wajah cantik putrinya itu. Roy tersenyum sendu, sebulir embun turun dari pelupuk matanya. Hatinya ikut sesak, melihat putrinya masih tak bisa melupakan masa lalunya.

Eliza meletakkan tangan kanannya di dada kirinya. "Di sini. Sa-sa-sakit, Pa."

Roy kembali memeluk Eliza erat, air mata yang  dia tahan tumpah dengan sendirinya. Dia mengusap punggung Eliza. "Sayang, setiap yang bernyawa pasti akan mati. Eliza gak boleh nyalahin diri sendiri terus, Revan meninggal bukan kesalahan Iza tapi takdir."

"Eliza gak boleh terpuruk seperti ini. Eliza inget gak kejadian sewaktu Eliza nangis karena Papa sama Mama sering gak pernah ada waktu buat Eliza?" Roy bisa merasakan kepala Eliza yang mengangguk. "Waktu itu Revan bilang gini ke Papa, Revan gak suka lihat Iza nangis Om."

Eliza tersenyum tipis. "Re-Revan emang gak su-suka lihat Eliza nangis."

Roy menghapus air matanya, lalu melepaskan pelukan tersebut. Dia menatap putrinya dengan senyuman, ibu jarinya perlahan kembali menghapus air mata Eliza. "Jadi, Eliza gak boleh nangis. Jika Eliza bahagia, di sana pasti Revan akan bahagia."

"Beneran Pa?" tanya Eliza antusias.

Roy tersenyum seraya mengangguk. "Iya sayang. Eliza harus tersenyum dan tertawa. Eliza gak boleh jadi gadis dingin, sikap Eliza yang dingin membuat Papa, Mama, dan terutama sahabat Eliza akan merasa sedih."

Eliza terdiam.

"Sekarang Eliza siap-siap untuk shalat subuh, ya."

Eliza menganggukkan kepalanya. Setelah Roy keluar dari kamarnya, Eliza turun dari ranjang untuk bersiap melaksanakan shalat subuh.

Saat ini, Eliza mengeluarkan sepeda mininya. Dia ingin berkeliling guna menghilangkan penat hati dan pikirannya. Dengan perlahan, dia mengayuh sepedanya meninggalkan area rumahnya.

Aliza [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang