Cerita 9 - Diklat

9 0 0
                                    

Pendidikan dan pelatihan, atau biasa disingkat diklat, adalah kegiatan yang akan aku ikuti tidak lama lagi.

Aku seorang mahasiswa baru, di salah satu perguruan tinggi swasta di kota Bandung. Mengambil jurusan hukum, beruntung aku satu kost dengan seniorku di fakultas ini, untuk mengarahkanku tentang dunia perkuliahan yang masih asing. Dia memberitahuku banyak hal baru, salah satunya sebuah diklat yang memang rutin diadakan pertahun oleh salah satu organisasi mahasiswa fakultas hukum yang cukup besar di Indonesia. Aku tertarik, untuk menambah pengalaman baru. Kenapa tidak?

Hari H diklat, aku masih harus menyelesaikan perkuliahanku di kampus hingga sore menjelang. Acaranya memang dimulai pada malam hari, namun setidaknya aku tidak ingin terlambat di diklat pertamaku ini. Lepas maghrib aku berangkat ke lokasi diklat di daerah Punclut, Bandung. Diantar oleh seniorku. Sampai di sana waktu Isya berkumandang. Aku memang tidak terlambat karena acara kelihatannya belum dimulai, namun nampaknya orang-orang sudah berkumpul dari tadi. Mulai dari kader, senior organisasi, hingga perwakilan dari kampus lain sebagai pemateri acara sudah datang.

Yah, yang penting kan aku tidak terlambat.

Sambil menunggu persiapan materi, aku menunggu bersama rekan satu angkatan dari kampusku. Sebenarnya akupun belum terlalu mengenal mereka, tapi dengan semua peserta yang berpartisipasi, setidaknya aku tidak sendirian. Aku menunggu di sebuah lapangan yang berada di depan lokasi diklat, dikelilingi oleh pohon-pohon yang cukup besar. Lokasi diadakan di sebuah rumah milik warga yang memang disewa untuk kegiatan ini, sepertinya. Sebuah rumah tingkat dua lantai yang berdiri sendiri, tidak berdekatan dengan rumah lainnya karena dipisahkan oleh kebun-kebun kecil di sekitar rumah.

Iseng, salah satu rekanku mengambil tindakan, dia merekam kondisi sekeliling lapangan tempat kami menunggu, menggunakan hp-nya.

"Mana nih? Katanya di sini banyak hantu, coba direkam ah siapa tau keliatan." Ucapnya dengan nada bercanda seraya merekam.

Serentak kami tertawa, memang kondisinya sedang dalam suasana yang menyenangkan karena kami sedang mengobrol dan bercanda. Lagi pula, aku tidak percaya dengan hal seperti itu.

Tidak terasa waktu menunjukkan pukul sembilan malam, materi pun dimulai.

Dalam diklat organisasi hukum ini, kita diharuskan menjadi kritis, dan selalu siap mempertahankan argumen. Dengan berkumpulnya mahasiswa fakultas hukum dari berbagai angkatan dan perguruan tinggi, debat pun tidak terhindarkan. Tidak jarang intonasi nada meninggi dan saling bentak satu sama lain terjadi. Namun, semua itu hanya terjadi dalam sesi ini. Di luar ini, semua tetap normal seperti biasanya, walaupun tidak sedikit yang terbawa emosi hingga keluar sesi.

Watak manusia.

Tanpa sadar, sesi debat ini berlangsung tiga jam. Sekarang sudah pukul dua belas malam. Panitia memutuskan untuk menghentikan sesi tersebut. Para kader dibagi dua untuk beristirahat, semua laki-laki tidur di lantai satu, dan semua perempuan tidur di lantai dua.

Aku masih terjaga, ditemani beberapa orang yang masih menikmati kopinya dan berbincang banyak hal, beberapa sudah tertidur pulas. Aku masih sadar sekarang pukul dua dini hari, saat terdengar jeritan perempuan yang sangat keras dari lantai dua.

"Si Hana kesurupan! Si Hana kesurupan!" Teriak salah seorang kader perempuan yang membangunkan semua orang yang ada di rumah itu.

Semua laki-laki di lantai satu sekarang terbangun, dan semua perempuan di lantai dua turun ke bawah. Kami semua panik. Beberapa senior naik ke lantai dua untuk melihat kondisi Hana. Tidak lama, Hana berhasil ditenangkan. Sekarang semua berkumpul di lantai satu dengan suasana yang cukup mencekam.

Menurut kesaksian teman Hana.

Setelah lampu di lantai dua dimatikan dan mereka berusaha untuk tidur. Dia melihat sosok hitam pekat di jendela yang berada persis di atas posisi Hana tidur, sosok itu besar, sangat besar. Lalu sosok itu masuk ke dalam tubuh Hana dan menghilang. Tidak lama setelah itu, tiba-tiba Hana berteriak histeris dan kesurupan.

Setelah mendengar cerita tersebut, para senior mulai menenangkan kami untuk tidak takut. Kita semua sekarang melanjutkan beristirahat di lantai satu, dengan harapan kejadian anehnya cukup sampai di situ.

Tapi ternyata tidak, tepat di depan kedua mataku dan kuyakin semua yang masih terbangun juga melihatnya.

Tiba-tiba, ada seorang laki-laki yang terbangun dan berteriak marah-marah dalam bahasa Sunda yang kasar.

"SIA HAYANG NEMPO AING? AING DATANG REK MAWA SIA!"

Yang artinya "KAMU MAU LIAT SAYA? SAYA DATANG MAU BAWA KAMU!" Dia berteriak kesal menggunakan tubuh seorang kader laki-laki, wajah laki-laki itu berubah menjadi sangat menyeramkan.

Setelah itu, tiba-tiba satu persatu yang ada di ruangan ini mulai kesurupan. Ada yang tiba-tiba tertawa tanpa sebab, ada yang menangis histeris, hingga ada yang tiba-tiba fasih berbahasa Belanda.

Di tengah kepanikan tersebut, aku yang masih sadar melihat sosok kepala wanita berambut panjang tanpa tubuh di ujung tangga di lantai dua. Sosok itu melayang mendekatiku lalu perlahan menghilang. Itu kali pertamanya aku melihat sesuatu yang sangat aneh, yang biasa orang sebut hantu.

Tiba-tiba, aku merasakan dingin di kakiku, dingin sekali. Badanku merinding dan seperti ada yang menahan pundakku dari atas, berat sekali.

"Oh, ini kali ya rasanya mau kesurupan."

Narasumber: @agung.syarif

GHOSTBUMPSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang