Cerita 5 - Tommy

12 1 0
                                    

Tahun ini adalah tahun terakhirku kuliah. Tahun ini juga, aku harus pindah dari rumah yang sehari-harinya kutempati. Keluargaku memang sepakat menjualnya, namun tidak disangka rumahnya terjual sebelum rumah baru kami selesai dibangun. Jadi, tidak ada pilihan lain, kami harus pindah lebih cepat dari rencana. Dan berhubung rumah baru kami masih dalam pengerjaan, kami harus mencari tempat tinggal sementara. Mengetahui kondisi itu, tetangga kami menawarkan tempat untuk tinggal sementara. Beruntung sekali.

"Gak usah deh gak usah ngontrak dulu. Tinggal aja dulu di rumahku." Ucap tetanggaku.

Namanya Dian, beliau adalah anak dari guru mengaji ibuku. Kami menjadi tetangga sudah sangat lama, tidak aneh beliau tanpa ragu menolong keluargaku. Beliau menawarkan karena rumah itu sudah lama tidak ditempati, mubazir katanya. Yang aku ingat, aku masih kecil saat terakhir kali beliau masih menempati rumah itu. Sekarang aku 21 tahun.

Singkat cerita, kami pindah ke rumah Kak Dian. Rumahnya tidak jauh dari rumah lamaku, hanya berjarak 3 rumah. Anehnya, untuk sebuah rumah yang sudah lama sekali tidak ditempati, rumah ini terbilang biasa saja. Tidak ada hawa aneh akibat lama tidak ditempati. Akupun sama sekali tidak merasa takut. Hanya sedikit kotor dan berdebu, yang mana itu wajar sekali. Barang-barang beliau pun masih tersimpan rapi, tidak ada yang rusak karena umur.

Saat ini, aku sedang menyusun skripsiku. Aku selalu mengerjakannya di malam hari. Karena keluargaku bukan tipe keluarga yang tidur cepat. Seringkali, jam 10 malam itu kami baru berkumpul bersama untuk family time, sekedar ngobrol-ngobrol santai membahas keseharian dari masing-masing anggota keluarga. Jadi, jam 12 malam biasanya aku baru mulai mengerjakan skripsiku. Itupun setelah aku selesai mandi dan membuat mie instan.

Untuk menghilangkan jenuh, aku istirahat dari skripsiku dan mengecek hp. Tapi, aku tidak merasa sendirian malam ini. Khususnya di dalam kamarku. Saat aku membuka Instagram, jelas sekali aku melihat sebuah kepala yang disenderkan di pundak sebelah kiriku. Kepala itu ikut melihat ke layar hp-ku, seperti penasaran dengan apa yang kulihat di hp-ku ini. Namun, aku tak acuh. Anehnya, sosok ini muncul hanya saat aku sedang melihat sesuatu yang berupa gambar atau visual. Saat aku mengecek pesan atau apapun yang berupa teks, sosok itu tidak tertarik atau bahkan menghilang.

Besoknya, aku menanyakan kejadian tadi malam pada teman dekatku, yang juga sudah biasa melihat hal seperti itu.

"Coba deh, buat gambar, tapi jangan kau selesaikan. Simpan aja. Dia pasti selesaikan." Respon temanku malah menyuruhku melakukan sesuatu yang lebih aneh. Aku jelas tidak mau, aku takut. Cukup bisa melihatnya saja sudah membuatku takut.

Hari demi hari, malam demi malam kulewati dengan keberadaan makhluk yang selalu muncul di pundak kiriku saat aku membuka Instagram. Lama-lama aku jadi tidak takut. Pun, sosoknya ini sebenarnya sangat tidak menakutkan. Rambutnya rapi, klimis, seperti menggunakan pomade. Badannya tinggi, mungkin 2 meter lebih, yang jelas sejajar dengan batas pintu di kamar yang aku tempati ini. Dan, dia menggunakan tuxedo hitam panjang seperti pianis. Jauh dari kata seram. Aku bisa mendeskripsikan sosoknya karena aku seringkali melihatnya keluar masuk kamarku, dan kamar adikku.

"Apakah ini hanya halusinasiku? Atau apa mungkin sosok ini hanya makhluk ciptaanku sendiri untuk menemaniku agar aku tidak kesepian?" Tanyaku pada diriku sendiri.

Satu waktu, aku kedatangan teman-teman perempuanku. Kami duduk membentuk lingkaran di atas kasurku. Sosok ini ada di sebelah kiri pundakku, seperti biasa. Namun kali ini dia tertarik bukan pada hp ku, tapi pada obrolan kami. Kami mengobrol banyak hal, lalu salah satu temanku menceritakan sesuatu yang lucu. Reflek kami semua tertawa. Tapi, suara tertawa sosok ini lebih nyaring dari siapapun yang ada di dalam kamar ini. Sosok ini tertawa terbahak-bahak. Aku bisa mendengarnya dengan jelas. Aku melihat salah satu dari temanku terkejut, dia mundur sedikit dari duduknya. Itu menjawab pertanyaanku, sosok ini bukan halusinasiku. Karena aku tahu temanku yang satu ini bisa melihat yang tak kasat mata.

Selesai berkunjung, mereka pamit pulang. Namun sebelum itu, aku bertanya pada temanku yang bisa melihat sosok itu.

"Kamu dengar?"

"Ya."

"Kamu lihat?"

"Ya"

"Terbang?"

"Iya."

Aku mulai terbiasa dengan kehadirannya di pundakku. Bahkan, saat sosok ini tidak muncul, aku mencarinya. Sampai aku memberinya nama, Tommy. Entah mengapa, namun dia terlihat senang dengan panggilan itu.

Sebulan sudah aku tinggal di rumah Kak Dian, dan berteman dengan Tommy. Hari ini saatnya aku dan keluargaku pindah ke rumah baru kami. Alih-alih senang, aku malah merasa sedih. Karena harus berpisah dengan Tommy. Sosok good-looking, menyenangkan, dan tidak membuatku takut, sama sekali. Kutebak dia tampan, walaupun aku belum pernah melihat wajahnya dengan jelas.

Narasumber: yuslinarahm

GHOSTBUMPSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang