Cerita 10 - Jangka & Pensil

6 0 0
                                    

Whisper: "Jangan coba-coba, jika belum siap menanggung resikonya."

Tahun 90an, menuju awal 2000. Aku bersekolah di salah satu SMA di kota Malang. Saat itu, sedang ramai-ramainya sebuah permainan, permainan? Sebuah diksi yang kurang pantas sebenarnya untuk mendefinisikan itu.

Kalian familiar dengan Jelangkung?

Ya, mereka sebut itu permainan. Aku? Pada awalnya berasumsi sama. Hingga aku mencobanya sendiri.

Saat itu, beredar rumor bahwa kita bisa memanggil bahkan berinteraksi dengan mereka yang tak kasat mata lewat Jelangkung. Medianya beragam, mulai dari jangka, hingga boneka yang terbuat dari kayu dan batok kelapa yang disambungkan pada pensil atau pulpen. Konon, dengan itu nantinya mereka akan berkomunikasi lewat tulisan. Temanku mengajakku untuk mencobanya, aku cukup penasaran, namun tidak dengan boneka kayu. Itu terlalu merepotkan untuk kami coba di kelas. Dan ya, kami hanya ada di tingkat penasaran, antara percaya, dan tidak percaya. Bukan berawal dari niat serius.

Aku dan temanku, duduk di bangku paling belakang. Saat itu sedang pergantian mata pelajaran, dan kebetulan, guru yang mengajar belum masuk kelas. Masing-masing siswa di kelas sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Aku mengeluarkan jangka dari tasku, lengkap dengan pensilnya. Lalu aku menancapkan jarum jangkanya pada sebuah kertas yang aku ambil dari buku tulisku. Kami berdua sama-sama memegang jangka tersebut, tau kenapa harus berdua? Ya, untuk menghindari orang yang memegang jangka hanya bercanda dan pura-pura menggerakan pensil sesuai dengan keinginannya. Lalu, dengan suara pelan agak berbisik, kami sama-sama membaca mantranya.

"Jelangkung, jelangse. Di sini ada pesta, pesta kecil-kecilan. Datang tak dijemput, pulang tak..."

"Pak guru datang, pak guru datang!" Teriak salah satu siswa dari arah depan kelas. Sontak kami kaget, dan segera menyudahi permainan itu. Segera kami sembunyikan jangka dan kertas di kolong meja kami. Kami menyudahinya.

Sepulang sekolah, temanku bertanya apakah yang tadi mau dilanjut atau tidak. Aku bilang, "Gak usah deh. Lagian gak terjadi apa-apa juga. Palingan cuma rumor doang, buat rame-ramean aja. Yaudah, aku cabut ya, dah."

Besoknya, aku berangkat ke sekolah lebih awal. Karena saat itu di sekolahku menerapkan sistem rolling tempat duduk per harinya, aku ingin mengambil jangka dan kertas yang kami simpan di laci meja paling belakang. Tujuannya supaya tidak ada yang tau bahwa kemarin kami mencoba memainkan Jelangkung.

"Daripada kami diadukan pada guru oleh yang hari ini duduk di bangku kami kemarin. Ribet lagi nanti urusannya, males." Batinku.

Ternyata aku datang terlalu pagi, sekolah masih sepi. Udara Malang saat itu sedang dingin-dinginnya, aku merinding hanya dengan hawa dingin itu. Lalu aku masuk kelas, aku menyapu pandanganku dari depan kelas ke belakang, hingga pandanganku terpaku pada meja belakang tempatku duduk kemarin. Di kelasku ternyata tidak kosong, aku melihat sosok wanita, berambut panjang, yang melayang di atas mejaku kemarin, tepat di atas posisi kami menyimpan jangka dan kertas. Reflek aku berbalik dan tidak jadi masuk ke dalam kelas.

Benar-benar tidak kuduga, pagi-pagi seperti itu ada sosok yang selama ini hanya aku lihat di film-film. Aku bergegas menuju lapangan yang posisinya tidak jauh dari kelasku. Aku menunggu di lapangan itu dengan rasa takut yang belum hilang, hingga ada salah satu siswa di kelasku yang datang dan menyapa, "kenapa belum masuk kelas?"

"Ah gakpapa, di sini dulu aja mau berjemur bentar, dingin banget soalnya." Jawabku sedikit terbata-bata.

Lalu dia masuk kelas dan aku memperhatikannya, tapi dia masuk kelas seakan tidak ada apa-apa di dalam kelas. Setelah itu siswa-siswa yang lain mulai berdatangan dan aku memberanikan diri untuk masuk. Dari pintu, aku langsung mengintip ke belakang ke posisi sosok itu berada. Dan hanya kesitu fokus pandanganku.

"Fiuh, udah gak ada." Ucapku sedikit tenang. Lalu perlahan aku masuk dan memindahkan pandanganku ke depan.

Sosok itu, sekarang sudah ada di depan kelas. Melayang di depan papan tulis. Matanya tidak berpaling sedikitpun dariku, mengedip pun tidak. Aku ingin lari keluar tapi bel masuk sudah berbunyi. Sekarang aku duduk di bangku paling depan, diperhatikan oleh sosok Kuntilanak yang tak kunjung hilang. Tidak lama kulihat teman sebangku ku datang dan langsung reflek berteriak, dia mencoba berbalik lari ke luar tapi tertahan oleh guru yang masuk kelas. Akhirnya dia berjalan ke tempat duduk di sebelahku sambil menunduk.

"Kau lihat?" Tanyanya padaku berbisik.

"Dari tadi pagi, gak hilang-hilang." Jawabku.

Tapi tidak ada siswa lain ataupun guru yang melihat keberadaannya, semua tampak biasa saja.

Berada di kelas dengan sosok itu di depan kami, suasana kelas saat itu menjadi sangat panas, hingga aku seringkali mengipas-ngipaskan buku. Semua siswa di kelas menatapku aneh, karena mereka bilang Malang sedang dingin-dinginnya.

Sosok itu terus berada di situ, dengan tatapan yang sangat marah. Hingga bel pulang berbunyi, bergegas kami berlari keluar kelas. Tidak pikir panjang aku ingin kabur pulang, tapi temanku menahanku, dia bilang jika kita tidak melakukan sesuatu, sosok itu akan terus berada di situ, marah pada kita, dan makin lama energinya makin kuat.

"Lalu kita harus gimana?" Tanyaku.

Jujur, aku sama sekali belum pernah mengalami hal seperti ini. Kulihat temanku langsung berlari ke arah ruang guru, dia bilang ingin menelpon seseorang. Setelah selesai menelpon ternyata dia menghubungi salah seorang keluarganya yang mengerti akan hal-hal paranormal seperti itu. Dia bilang, kita harus bakar menyan dan menyelesaikan permainan jelangkung yang kita mulai.

"Jelangkung, jelangse. Di sini ada pesta, pesta kecil-kecilan. Datang tak dijemput, pulang tak diantar."

Narasumber: premanmanis

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 12, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GHOSTBUMPSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang