Part 11 : Kesepakatan

64 5 3
                                    

Hampir 1 jam Mia bersama ibu Nanako dia adalah asisten ayahnya selama bertahun-tahun. Wanita itu juga orang MaQuin, dulunya sebelum menjadi asisten.

"Kau benar-benar tertarik dengan cerita lama itu?"

Tak langsung menjawab Mia mengulum senyumnya lalu meraih cangkir lattenya.

"Bukannya Yusuke adalah calon tunanganmu?" bisik Nanako, dia tahu jika berita ini masih dirahasiakan. Hanya kedua keluarga saja yang tahu.

"Ah...itu masih belum pasti. Selain itu aku sungkan jika bertanya langsung pada Yusuke."

Nanako tertawa pelan, lalu mengambil tisu untuk mengelap mulutnya sebelum bicara kembali.

"Yang kutahu tidak banyak karena aku hanya pegawai biasa. Ibunya meninggal karena sakit tapi..." Nanako seakan ragu dengan info yang diterimanya bertahun-tahun yang lalu.

"Sakitnya tak begitu parah. Hmm tapi kita tidak tahu apa yang terjadi di rumah sakit bukan?"

Mia kembali khawatir. Raut mukanya menjadi tegang kembali. Satu sendok kue red velvet masuk ke mulutnya. Katanya rasa manis bisa membuat lebih tenang. Mungkin rasa khawatirnya hanya berkurang 20 persen.

"Ah benar! Ada perebutan lahan sebelumnya. Tapi aku tak tahu pasti lahan itu milik siapa. Mungkin saja ibu Yusuke terus kepikiran tentang hal itu. Ouh, berita itu cukup menghebohkan!"

Perebutan lahan hingga sakit. Itu masuk akal pikir Mia, paling tidak dia mendapatkan sedikit gambaran. Tapi dia belum menemukan hubungan dengan ayahnya. Mia melirik jam antik yang ada di cafe. Sudah satu setengah jam dia menahan asisten ayahnya. Pasti Nanako juga sibuk.

"Jam istirahat sudah selesai. Anda pasti sibuk, maaf jika saya mengacaukan jam kerja anda."

"Ey tidak apa-apa. Jarang-jarang aku berbincang dengan anak bos hehe..."

Sepulang dari pertemuan itu kepala Mia mendadak terasa pusing, tak mau berlarut-larut dia menuju belakang studionya. Semuanya berada disana saling sibuk dengan model-model pesanan.

"Aku membawakan kalian kopi." Mia menunjukkan kopi yang dibelinya. Lalu diletakkan di meja kosong.

"Hmm ketua yang terbaik!" Mereka mendekat, mengambil kopi masing-masing.

"Sudah selesai urusannya?" tanya Kouga, hanya anggukan jawaban Mia.

"Baiklah, kita lembur hari ini! Semua ini akan kukirim besok ke Kyoto. Aku dan Kei saja yang akan memasangnya, ketua dan lainnya bisa fokus untuk proyek selanjutnya." Apa yang dikatakan Kouga ada benarnya. Mia berpikir sambil melihat potongan-potongan kayu yang akan dijadikan perabot rumah tangga.

Menjadi desain interior bukan hanya bisa menata barang atau ruangan agar rapi dan bernilai estetika. Tapi juga harus memunculkan ide kreatif untuk desain itu sendiri, membuat sesuatu yang unik ataupun fresh. Bagi Mia membuat perabotan unik adalah bagian yang dia sukai, tangannya sudah akrab dengan alat pertukangan. Setelahnya dia memulai kerjanya dari memotong kayu dengan geraji. Meski berulang kali melihat adegan itu, Kei tetap saja merasa takjub.

"Wow seperti biasa," ucap Kei sambil mengacungkan kedua jempolnya.

Kopi dengan pekerjaan adalah hubungan yang mudah ditemui. Mereka begitu akrab hingga tak merasa telah menembus waktu berjam-jam. Mia menghela napas berat lalu meraih gelas kopinya. Kosong ini sudah gelas yang kedua, kopi yang diseduhnya sendiri di dapur.

"Ketua, jangan terlalu banyak minum kopi!" Tegur Kouga, padahal pria itu sendiri telah habis 4 gelas.

"Ouhh harusnya senior sadar diri. Kau habis 4 gelas, aku yang bolak-balik membuatnya," ucap Yoichi sinis. Memang benar kopi yang pertama adalah pembelian Mia namun gelas selanjutnya adalah hasil jerih payah Yoichi mondar-mandir dari dapur ke halaman belakang. Dengan kalimat sinis itu Kouga hanya tergagap tak bisa menjawab. Ledak tawa yang lain memenuhi halaman belakang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 28, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Impossible Marriage (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang