Gaun putih berhias renda mawar putih membalut tubuh idealnya dengan apik.
Tak lupa wajahnya turut dipoles dengan sangat cantik.
Sejak sebulan yang lalu ia sudah disiapkan untuk menyambut momen istimewa ini, karena itu harusnya tak ada alasan baginya untuk berwajah muram di hari pernikahannya seperti ini.
Gadis itu memandangi pantulan dirinya di cermin rias.
Ia tersenyum dan tertawa sinis. Tak ada sedikitpun rasa bahagia di lubuk hatinya melihat penampilannya, bak boneka yang dipakaikan gaun mahal seharga ratusan juta itu.
Tangannya mengepal kuat. Kalau saja bukan karena laki-laki itu, mungkin saja ini akan menjadi hari terbaiknya seumur hidup. Kalau saja...
Kriet...
Suara pintu terbuka. Netra tajam kelam itu otomatis mengarah kepada sosok yang muncul dibalik pintu.
Seorang pria tampan bertubuh tegap dengan jas putih itu tampak terpaku melihat penampilan calon istrinya. Sungguh, napasnya tercekat sesaat karena terlarut dalam pesona gadis itu.
Cantik sekali, batin pria itu.
Berbanding terbalik dengan reaksi pria itu, sang gadis hanya memberikan tatapan dingin sesaat sebelum kembali membuang wajah. Ketampanan pria itu sama sekali tak berpengaruh untuknya. Baginya, image pria itu sudah hancur dimata juga hatinya.
"Ehem, ayo cepat. Semuanya sudah menunggu," celetuknya sedikit terbata-bata. Pipinya sedikit bersemu malu karena terlalu lama memandangi gadis itu.
Gadis itu menghela napas pendek dan tak menjawab apa-apa. Ia langsung berlalu dari hadapan sang pria, sebelum akhirnya tangannya ditahan pelan.
"Kita harus keluar bersama."
Terdengar decakan sebal dari sang gadis mendengar kalimat pria itu. Dengan terpaksa, akhirnya ia menggandeng lengan pria itu, masih dengan memalingkan wajah. Reaksinya itu membuat perasaan pria itu sedikit sedih.
Tak apa, waktu pasti akan memperbaiki semuanya. Suatu saat pasti hatinya akan terbuka, batin pria itu tersenyum tipis.
Kedua calon pengantin itu berjalan bersama melewati karpet merah. Sepanjang itu pandangan kagum tak lepas dari keduanya. Sungguh pemandangan yang sangat indah ketika mereka bersanding. Cocok sekali.
Semua bisik-bisik dari para tamu undangan sama sekali tak dihiraukan olehnya. Baik yang memuji, ataupun yang menghina. Pikirannya tengah mengelana jauh, kalau bisa gadis itu ingin membawa serta tubuhnya pergi sekarang juga dari sini. Tapi sayangnya itu tak akan pernah bisa terjadi.
Selama prosesi pernikahan berlangsung, ia hanya menjawab dengan singkat, berharap semua hal 'merepotkan' ini segera selesai.
"Sekarang anda boleh mencium pasangan anda," ucap suara bariton itu lagi.
Gadis itu menyerong sedikit menghadap sang pria, begitupun sebaliknya. Beberapa saat mereka terdiam, membuat para hadirin sedikit menunggu gugup.
"Mei, aku mencintaimu," bisik sang pria lirih.
Mei terdiam tak menjawab. Namun sorot mata hitam kelam itu menatap tajam sang suami. Hingga membuat Laksa sedikit ragu saat mendekatkan wajahnya.
"Cepatlah, aku muak berada disini," bisik Mei lagi.
Semua hadirin bertepuk tangan meriah menatap prosesi sakral sudah mencapai puncaknya. Semua tampak bahagia, berbeda dengan kedua tokoh utama yang tengah bersanding itu.
Laksa menghela napas pendek dan tersenyum palsu ketika teman-temannya satu persatu mulai memberikan selamat kepada mereka berdua, tanpa mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
A•E•O•L•I•A•N
Teen FictionIni karya pertama aku! Mohon dukungannya! Thanks a lot! (^^) Meilinda Famelin terpaksa menikah kontrak dengan laki-laki yang paling dibencinya, Laksamana Angkasa. Karena itu ia selalu bersikap dingin pada Laksa. Apakah Laksa bisa melelehkan hati Mei...