Usai semua runtutan acara telah selesai dilaksanakan, satu persatu tamu undangan akhirnya pulang. Para pekerjapun mulai sibuk mengambil piring-piring kotor. Ini adalah saat yang paling Mei tunggu. Akhirnya ia bisa pulang dan istirahat.
"Itu mobil jemputannya udah datang. Ayo," ajak Laksa yang tahu kalau Mei sudah kelelahan, begitupun dirinya. Mei menurut saja tak membantah, lalu berjalan beriringan.
Namun baru saja tiga langkah terlewat, tiba-tiba kaki Mei kehilangan tenaga. Nyaris saja tubuhnya yang limbung akan membentur lantai kalau tangan Laksa tak sigap memegangi pinggangnya.
"Gak papa?" tanya Laksa cemas.
Mei mengangguk dan kembali berdiri seperti sedia kala dengan 'sedikit' bantuan Laksa. Namun sepertinya kakinya tak sinkron dengan perintah otaknya. Alhasil Mei lagi-lagi 'nyaris' jatuh untuk yang kedua kalinya.
Hah, sialan... batin Mei kesal mengetahui kakinya sudah tak bisa lagi bertahan diatas high heel putih tersebut. Ia memang jarang mengenakan sepatu jenis ini dan lebih sering mengenakan sepatu kets yang lebih nyaman. Dan hasilnya? Kakinya kini dipenuhi lecet disana sini.
"Ada apa?" tanya Laksa lagi.
Mei menghela napas pendek dan berpikir sejenak.
Lepas gak ya? Kalau lepas pasti dia bakal bawel tanya-tanya dan akhirnya tahu kakiku lecet. Kalau sudah begitu pasti...
"Gak papa. Ayo."
Mei berusaha berjalan seperti biasa. Ngilu di kakinya terpaksa dia tahan. Namun lagi-lagi, kakinya terselip dan untuk yang ketiga kalinya ia nyaris jatuh.
Laksa mendengus samar. Ia tahu kalau ada yang tak beres dengan Mei. Namun ditanya juga percuma, pasti tak akan dijawab. Akhirnya Laksa memilih menggendong Mei dengan gaya ala Bridal style.
"Apa yang-"
"Jangan banyak bergerak, aku repot menggendongnya. Banyak saksi mata disini. Aku mau tak mau melakukannya. Kamu tak mau 'sandiwara' kita ketahuan bukan?" potong Laksa menjelaskan.
Mei hanya mampu diam tak membalas. Benar apa yang dikatakan Laksa. Bagaimanapun, perjanjian adalah perjanjian. Mei sudah setuju untuk berakting selama enam bulan. Setidaknya ia harus melakukan yang terbaik sesuai dengan nominal fantastis yang diberikan.
"Kalau begitu cepatlah. Jangan buang waktu lagi. Aku ingin cepat pulang."
Laksa tersenyum lebar mendengarnya. "Oh, tampaknya kamu tak sabar untuk-"
"Jangan bicara omong kosong. Itu tak akan pernah terjadi," ancam Mei tegas penuh penekanan.
"... Aku tahu."
Akhirnya keduanya memilih diam tanpa satupun membuka suara hingga sampai ke mobil jemputan. Terlihat dua orang tengah menunggu kedatangan mereka. Tuan Angkasa, pak Jonathan dan sopirnya.
"Loh, papa masih belum pulang? Kalau begitu mama..."
"Mama sudah pulang duluan bareng bi Asih," potong Jonathan cepat. Laksa mengernyit bingung.
"Kalau begitu kenapa papa-"
"Papa ingin membicarakan hal penting dengan kalian berdua terlebih dahulu," jawab Jonathan lagi-lagi tanpa memberi kesempatan sang anak menyelesaikan pertanyaannya. Air mukanya kini berubah serius menatap sang putra dan menantunya itu.
"Ayo kita bicarakan sepanjang perjalanan."
Laksa mengangguk patuh dan dengan perlahan mendudukan Mei di mobil limosin. Setelah berada di posisi saling berhadap-hadapan, akhirnya pembicaraan serius dimulai.
![](https://img.wattpad.com/cover/230505239-288-k965574.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
A•E•O•L•I•A•N
Teen FictionIni karya pertama aku! Mohon dukungannya! Thanks a lot! (^^) Meilinda Famelin terpaksa menikah kontrak dengan laki-laki yang paling dibencinya, Laksamana Angkasa. Karena itu ia selalu bersikap dingin pada Laksa. Apakah Laksa bisa melelehkan hati Mei...