🥀3🥀

26 17 8
                                    

Fokus Mei beralih menatap hadiah di tangannya. Ia duduk di tepi kasur lantas membuka tutup kado. Benar tebakannya tadi. Sebuah Lingerie berenda dengan warna hitam yang sebenarnya sangat cocok menempel pada kulit seputih susu Mei.

Mei menghela napas berat. Ia kembali menutup hadiah itu. Jangankan dipakai, Mei saja tidak menyentuhnya sam sekali.

Jujur, ia sungguh merasa bersalah pada ibu mertuanya yang sudah memilih dengan susah payah. Namun bagaimanapun Mei tak ingin memakai pakaian minim bahan tersebut.

Mei menaruh dengan baik kotak hadiah itu di ujung lemari. Sekilas ia menatap hadiah yang berakhir disana sebelum menutup pintu lemari rapat-rapat. Sungguh disayangkan.

Mei merebahkan diri di kasur. Tubuhnya sudah sangat lelah dan tak bisa diajak kompromi lagi.

Aku ngan-

Tok! Tok! Tok!

Ck!

Suara ketukan pintu lagi-lagi mengganggu fase awal tidurnya. Seolah mengetahui siapa yang ada dibalik pintu, Mei sama sekali tak ingin beranjak dari kasur hanya untuk membukanya.

"Masuk!" ucap Mei lagi. Sekilas ia menatap sosok yang masuk sebelum akhirnya kembali memejamkan mata dan tidur memunggungi pria itu.

"Kamu tak mau makan malam?" tanya Laksa duduk di tepi ranjang.

Mei menggeleng singkat sebagai jawaban.

"Capek?"

Mei mengangguk lagi dengan sedikit kesal.

Sudah tau malah masih tanya! Kira-kira itulah gerutuan Mei dalam hati seraya memeluk guling.

"Tadi mama kesini ya?" tanya Laksa yang dijawab Mei dengan anggukan kecil.

"Kenapa?" lanjutnya kembali bertanya. Mei terdiam. Ia kembali merasa bersalah ketika mengingatnya.

Melihat Mei diam saja, Laksa sepertinya tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ia juga melihat mamanya diam-diam membawa kotak hadiah ke kamar mereka. Saat kembali wajahnya terlihat gembira. Apa lagi kalau bukan lingerie?

"Kasih hadiah kah?" tanya Laksa memastikan.

Lagi-lagi tak ada jawaban. Melihat Mei yang diam saja, jawabannya hanya ada dua. Ya atau sudah tidur.

"Hei, sudah tidur?" tanya Laksa penasaran dan mulai mendekat. Namun saat mau memastikan, ia justru mendapat lirikan tajam dari Mei.

"TIDUR." tegas Mei dan membuat Laksa menciut.

"Baik."

Laksa mundur perlahan dan tidur telentang, sementara Mei tidur memunggunginya.

Laksa melirik punggung Mei sejenak. Entah apa yang sedang dipikirkannya hingga tersenyum muram.

"Selamat tidur," ucapnya lantas mematikan lampu tidur.

***12.12***

"Uh."

"Hiks."

"Huhu."

Laksa mengernyit bingung. Masih dengan mata terpejam, ia mencoba mendengar suara asing yang baru saja masuk ke telinganya. Namun nihil, tak ada suara apapun dan suasana kembali hening.

Salah dengar sepertinya, batin Laksa mencoba kembali tidur.

Tapi selang satu menit, suara itu kembali terdengar lebih jelas.

"Uh, huhu, hiks."

Bulu kuduk Laksa meremang. Ia yakin itu bukan sekadar salah dengar. Juga tak mungkin suara tetangga terdengar hingga ke kamarnya yang terletak paling ujung rumah. Jangan-jangan...

A•E•O•L•I•A•NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang