Berpacaran dengan Lian

39 3 0
                                    

Masa SMA, masa dimana aku mengenal beberapa orang yang sangat berharga di dalam hidupku. Selama tiga tahun di SMA, rasanya tidak mungkin jika aku tidak mempunyai kenangan-kenangan terindah yang kulalui pada masa itu. Salah satu kenangan tersebut adalah menjalin cinta dengan berpacaran. Pada saat itu aku berpikir bahwa dengan berpacaran, nantinya akan menambah semangatku di dalam belajar serta membuatku berubah untuk menjadi laki-laki yang seutuhnya. Jika harus menunggu untuk menjadi seorang laki-laki yang ideal, rasanya pasti akan membutuhkan waktu yang lebih lama lagi.

Pada bagian sebelumnya, aku lebih sering menceritakan orang lain dibandingkan dengan diriku sendiri. Hahahaha.... Hal itu sangat wajar, kan? Setiap orang pasti lebih pandai menilai kepribadian orang lain daripada dirinya sendiri. Diriku adalah salah satunya. Hehehe.... Mendeskripsikan diriku dari sudut pandangku mungkin akan lebih banyak sisi subjektif daripada segi objektifnya. Tapi, aku akan berusaha untuk menilai diriku secara objektif.

Fahri. Begitulah orang memanggilku. Mungkin aku berbeda dari kebanyakan laki-laki yang lain. Menurutku, sifat-sifat yang menonjol pada diriku lebih dominan ke perempuan. Orang lain pun mungkin akan memiliki pendapat yang sama jika aku tanyakan hal ini kepadanya. Sewaktu usia kanak-kanak hingga sekarang, teman-temanku mayoritas adalah anak perempuan. Tentu, aku pun memiliki teman laki-laki, tetapi jumlahnya hanya sedikit.

Hal itu aku lakukan bukan tanpa alasan. Banyak faktor yang menyebabkanku lebih memilih teman perempuan daripada laki-laki. Salah satunya adalah masa laluku yang kelam. Aku berusaha untuk melupakan masa lalu itu. Tetapi, kenangan itu selalu terbawa dan terpatri di dalam sanubariku. Bahkan, aku mengalami trauma yang hingga kini masih menghantui hidupku.

Setiap teman laki-laki yang datang di kehidupanku, entah mengapa mereka selalu saja berbuat jahat kepadaku. Mereka seringkali mengejekku dan mempermalukanku di depan umum. Mereka selalu saja mengataiku dengan sebutan banci, banci kaleng,  bencong, pecundang, payah, dan sebutan-sebutan lain yang sejenis dengannya. Tak hanya itu, aku pun pernah mengalami pelecehan seksual yang justru dilakukan oleh teman-teman laki-lakiku pada saat SD. Guru yang melihat diriku yang dianiaya seperti itu, justru hanya diam dan menganggap hal itu adalah hal biasa. Aku semakin tertekan dan memutuskan menyimpan rahasia itu rapat-rapat. Aku tidak mau menceritakan kepada bapak dan ibuku.

Aku memiliki ketakutan sendiri apabila harus berteman dengan teman laki-laki. Di mataku, mereka semua adalah sama. Masa-masa terbaik pertemenanku dengan teman laki-laki hanya berada pada masa SMP. Teman laki-laki pada masa SMP adalah teman yang sangat mengerti dengan keadaanku dan mau menerimaku sebagai teman mereka. Sayangnya, masa itu hanya berjalan 3 tahun. Aku pun merasa bersedih dan ingin merindukan masa itu.

Seringkali aku mengeluh kepada Tuhan. Tuhan, aku tidak ingin diciptakan seperti ini. Aku ingin menjadi seperti laki-laki yang lain. Aku ingin hidup normal sebagai seorang laki-laki sejati dan memiliki banyak teman baik di dalam hidupku. Tuhan, apakah aku salah jika aku meminta hal itu?

Pada tanggal 21 Agustus 2017, itulah masa terindah yang tidak mungkin aku lupakan. Peristiwa itu terjadi pada saat sore hari ketika pulang sekolah. Awan hitam perlahan menyelimuti area sekolah, tempat dimana diriku menuntut ilmu. Suara gemuruh tetesan air hujan yang jatuh dari angkasa mulai membasahi genting. Saat itu, angin berhembus sangat kencang hingga menggoyangkan ranting pepohonan. Suasana berubah, dari yang tadinya hangat, perlahan-lahan menjadi dingin. Para siswa mulai bergegas untuk pulang. Mereka secara berbondong-bondong menuntun motor mereka keluar dari sekolah. Para siswa yang tidak membawa motor berteduh di depan kelas.

Aku memang menunda waktu untuk pulang. Karena berada di rumah membuatku sangat bosan. Lebih baik aku menunggu hujan sampai reda dan mengobrol santai dengan adik kelas. Entah kenapa, aku teringat dengan Lian. Mungkin dia juga sedang berteduh di depan kelas. Kuputuskan untuk menghampirinya di kelas X IPA 2. Di sana Lian bersama Maura yang tengah asyik memperbincangkan sesuatu. Maura adalah teman satu jurusanku. Dia adalah anak kelas XII IPA 3. Kemudian, aku segera menghampiri keduanya.

Dunia Tanpa TitikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang