Balas Dendam Kepada Arga

29 3 0
                                    

Menceritakan Arga memang seolah tak ada habis-habisnya, hingga membuatku lupa menceritakan hal-hal menarik yang pernah terjadi di antara kami. Seminggu sebelum kejadian Arga menabrakku, pernah terjadi sesuatu antara aku dan Arga. Maaf jika aku terlupa menceritakan bagian ini. Tentu kalian menjadi semakin penasaran, kan?

Tanggal 5 Agustus 2017, diadakan acara doa bersama (istighasah) yang diikuti oleh siswa kelas X, XI, dan XII untuk semua jurusan. Acara doa bersama ini rutin dilakukan sekolah kami pada saat akan memulai tahun ajaran baru yang bertempat di masjid sekolah. Tentu saja hal ini dilakukan untuk memohon kepada Tuhan agar kegiatan belajar mengajar di sekolah kami selama satu tahun ke depan diberikan kelancaran dan kemudahan. Para dewan guru beserta siswa diwajibkan untuk mengikuti kegiatan ini. Aku pun berusaha untuk mengikuti acara tersebut dengan khidmat.

Setelah pembacaan doa selesai, para siswa diminta untuk mengembalikan kertas yang bertuliskan doa-doa yang dibacakan tadi. Pengumpulan kertas itu dikoordinir oleh pengurus OSIS. Kertas tersebut dikumpulkan menjadi satu rangkaian dan ditempatkan di tepi jendela masjid. Aku mengikuti instruksi yang diberikan oleh pengurus OSIS. Aku mengutip kertas-kertas yang berisikan doa-doa itu. Di belakangku, terdapat tumpukan kertas yang berada di samping pantat. Melihat hal tersebut, membuatku sangat tidak suka. Pelakunya adalah Revan, teman dari Arga. Spontan aku pun berkata kepadanya.

"Van, bisa nggak kertasnya itu nggak usah kamu taruh di pantat? Kertas itu isinya doa-doa, lho. Gimana sih kamu? Kertasnya malah ditaruh di pantat!" diriku agak emosi.

Sebenarnya, Revan merespon perkataanku. Dia menjawab dengan nada bercanda. Tapi, aku pun tidak bisa mendengar perkataannya. Suaranya tidak jelas karena tersamarkan dengan suara anak-anak yang lain. Sebagian besar siswa pada saat itu sedang khusyuk membaca tahlil. Kebetulan, Arga juga berada di dekatku pada saat acara berlangsung.

Arga dan Revan nampaknya bersekongkol untuk mengerjaiku. Mereka tidak mengembalikan kertas istighosah itu ke tempatnya. Mereka justru malah menaruhnya di kedua kakiku ketika aku duduk bersila. Awalnya aku sedikit jengkel, tetapi aku berusaha untuk tetap tenang dan diam. Kemudian, aku menaruh kertas itu di tempat yang lain. Belum ada satu menit, mereka berbuat usil lagi.
Kertas-kertas tersebut dikembalikan lagi ke kakiku. Kali ini, aku merasa sangat jengkel. Spontan, aku menyuruh siswa lain untuk menaruh kertas-kertasnya di tempat lain.

Pada saat itu, aku sempat mendengar Arga berkata kepada Revan.

"Harusnya tadi kalau mau naruh kertas itu satu-satu, hahaha.... Biar capek tuh si Fahri." sambil tertawa.

Aku tidak habis pikir dengan kedua anak itu. Mereka sangat senang sekali menjailiku. Aku sebelumnya memang tidak pernah memiliki masalah dengan mereka. Aku akui, aku paling tidak bisa untuk diajak bercanda. Setiap perbuatan yang dilakukan orang kepadaku, meskipun itu adalah bercanda, tetapi itu tetaplah hal yang serius. Jika ada orang yang mengerjaiku, pasti aku sangat marah. Tetapi, aku tidak pernah melampiaskan kemarahanku dengan menggunakan kekuatan fisik. Aku lebih memilih diam dan memendam rasa kesal itu di dalam hatiku.

Aku ingin bercerita tentang tempat favorit di sekolahku. Apakah kalian tahu tempat yang ku maksud? Tempat itu adalah kantin. Di sekolah kami, terdapat kantin yang sangat legendaris. Kantin itu adalah kantin Pak Roy. Kantin Pak Roy selalu ramai ketika istirahat sekolah. Pak Roy tidak sendirian. Pak Roy ditemani oleh istrinya yang bernama Bu Ning. Menu favoritku adalah soto. Menurutku, soto buatan Bu Ning sangat enak. Kuahnya sangat bening dan porsinya sangat banyak untuk ukuran anak laki-laki sepertiku. Kalau soal harga, tak perlu ditanyakan lagi. Harganya sangat bersahabat. Cukup dengan membayar Rp4.000,00, kalian akan mendapatkan sepiring soto yang rasanya mantap sekali.

Beberapa hari setelah kejadian itu, tepatnya tanggal 11 Agustus 2017, aku bertemu dengan Arga di kantin Pak Roy pada waktu istirahat pertama. Saat itu, kondisi kantin sangat ramai. Para siswa dan guru berbondong-bondong menyerbu kantin Pak Roy. Kantin tersebut memiliki dua pintu, yaitu pintu sebelah kiri dan kanan. Aku memilih masuk lewat pintu sebelah kanan. Dari dalam, Arga menubrukku hingga membuat badanku terpental. Seharusnyadia lewat pintu sebelah kiri saja, tanpa harus menubrukku. Aku berkata di dalam hatiku, apa sih sebenarnya yang diinginkan anak ini? Apakah belum cukup perlakuan dia kepadaku saat di masjid? Setelah menubruk, aku memandangi dia dengan sorotan mata yang tajam. Nampaknya dia kesal, tetapi dia memilih untuk meninggalkan dan mengabaikanku.

Hari itu, aku merasa sangat kesal dan berniat untuk membalas perbuatanmya. Aku mulai memikirkan suatu cara untuk mengerjai balik anak ini. Jedaar!! Akhirnya aku memiliki ide untuk menjaili motornya. Untuk sebagian orang, motor dianggap sebagai kekasih yang selalu setia mendampingi si pengendara kemanapun dia pergi. Bahkan, ada orang yang rela merogoh koceh dengan jumlah yang sangat besar untuk merawat motor kesayangannya itu. Aku pikir, Arga pun pasti juga seperti itu. Aku tahu, ini adalah sebuah tindakan kriminal. Tapi mau bagaimana lagi? Aku sudah terlanjur kesal.

Sesampainya di tempat parkir, aku mencari motor megapro primus warna hitam dengan strip warna biru dan putih. Aku ingat dengan nomor plat motornya, yaitu AG 6125 QQ. Kondisi tempat parkir saat itu sedang sepi. Tidak ada satu orang pun yang berkeliaran di tempat parkir. Aku pikir, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menjaili motornya. Sedikit banyak, aku mengetahui seluk beluk tentang motor. Di dalam motor, terdapat choke untuk mengatur jumlah bensin yang keluar di ruang bakar. Jika posisi choke dalam keadaan off, maka motor tidak akan bisa menyala. Lalu, ku praktikkan hal tersebut ke motor milik Arga. Setelah itu, aku bergegas masuk ke kelas. Aku khawatir nantinya akan ada orang yang melihatku.

Pada saat pulang sekolah, aku bergegas menuju depan laboratorium kimia. Disana, aku berniat untuk mengamati Arga dari kejauhan dan memastikan rencana yang ku buat berhasil kutujukan kepadanya. Selama 15 menit aku menunggu, Arga tidak kunjung pulang. Dia masih nongkrong bersama teman-temannya. Akhirnya, 5 menit kemudian dia pulang dan menuju ke tempat parkir untuk mengambil motornya. Aku melihat dia menuntun motornya. Setelah dituntun, motor itu kemudian dihidupkan. Dia berada agak jauh dari laboratorium kimia. Dia berusaha untuk menghidupkan motor itu. Arga merasa kesulitan menghidupkannya. Kakinya sampai pegal-pegal. Aku tertawa dengan suara yang pelan sambil menutup mulutku dengan tangan kanan.

"Jancok! Nih motor kenapa sih? Nggak biasanya motor ini rewel. Sampai kakiku pegal-pegal, tetep aja nggak bisa nyala." Arga terlihat sangat emosi.

Aku merasa dendamku sudah terbalaskan. Sebenarnya, aku merasa kasihan dengan Arga. Mungkin aku sudah keterlaluan. Tapi, tidak apa-apa lah. Dia pun pasti tidak akan menyangka bahwa aku yang melakukan hal itu. Lebih baik dia tidak mengetahui perbuatan yang telah aku lakukan. Jika dia tahu, mungkin saja dia akan menghajarku di jalanan ketika pulang sekolah. Setelah itu, Arga menuntun motornya keluar sekolah untuk mencari bantuan. Semoga saja ini dapat membuat Arga jera untuk menjaili orang lain. Apakah kalian penasaran dengan kisah selanjutnya? Baik, jika kalian penasaran, akan aku ceritakan di bagian berikutnya.

Dunia Tanpa TitikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang