Chapter 13

165 13 1
                                    

Semester Delapan

Maira terlihat menatap layar laptopnya dan mengetikkan sesuatu. Di samping laptopnya juga terdapat sebuah buku tebal. Berkali-kali matanya menatap ke arah buku lalu beralih pada laptop dan mengetikkan sesuatu. Saat ini ia sedang pusing dengan skripsi karena kini ia sudah menjadi mahasiswi semester akhir.

Kini ia sedang berada di sebuah cafe yang biasanya ia dan teman-temannya janjian untuk mengerjakan tugas. Dan kini ia sedang menunggu teman-temannya yang belum juga datang.

Ia menoleh kala mendengar sebuah suara yang sangat dikenalnya memanggilnya. Namun ia bukan orang yang ditunggunya. Ia menghentikan sejenak kegiatannya dan menoleh ke arah orang yang kini sedang berdiri di samping meja yang ditempatinya.

"Eh, Azlan? Kok di sini?" Tanyanya pada orang itu yang tak lain adalah Azlan.

"Mau ngerjain skripsi. Bosen di kos." Katanya yang dibalas dengan kata "oh" oleh Maira.

"Kamu sendirian?" Tanya Azlan.

"Lagi nungguin Naura sama Mia. Tapi mereka belum dateng."

"Aku boleh gabung?" Tanya Azlan ragu.

Maira diam sejenak dan mengangguk. Azlan lantas meletakkan tas ranselnya di atas meja cafe dan segera memesan minuman. Setelahnya ia kembali dan duduk di depan Maira.

Azlan melakukan hal yang sama dengan Maira, yaitu membuka laptopnya dan mengeluarkan buku-bukunya dari dalan tas.

Sejenak Azlan diam. Tiba-tiba dia sedikit merasa canggung duduk berdua dengan Maira. Temannya yang ditunggunya juga belum juga datang.

Azlan menatap layar ponselnya saat mendengar ada notifikasi masuk. Ia meraih ponselnya dan melihat siapa yang mengirimkan pesan padanya. Terlihat nama Rian di layar ponselnya.

Rian sendiri adalah teman satu kosnya yang juga kebetulan satu kampus dengannya. Berada di fakultas yang sama, yaitu Tarbiyah. Namun berbeda jurusan. Rian mengambil jurusan Ushul Fiqih.

Rian
Zlan. Gue agak telat deh kayaknya.

Oh ya, buruan gih nyatain perasaan lo. Mumpung dia di depan lo. Jangan sampe keduluan sepupu lo.

Read

Azlan mengernyit bingung. Bagaimana Rian bisa tahu jika Maira ada di depannya? Dia bilang dia agak telat datangnya.

Belum sampai Azlan menyentuhkan jarinya pada keyboard di ponselnya, Rian kembali mengirimkan pesan padanya.

Rian
Udah, nggak usah banyak diem. Buruan. Daripada nyatainnya habis wisuda kalo keduluan sepupu lo gimana?

Azlan tak membalas dan diam setelah membacanya. Benar juga. Jika ia tak kunjung menyatakan perasaannya bisa-bisa nanti Daffa lebih dulu melamar Maira. Dan untuk sekarang ia harus menyatakan perasaannya dulu. Sehingga nanti setelah wisuda ia bisa langsung melamar Maira jika memang Maira memiliki respon baik saat ia menyatakan perasaannya.

"Ehm... Mai." Panggilnya.

Maira yang tadi sedang fokus ke arah laptop mengalihkan pandangannya pada Azlan. Ia menangkap ekspresi tegang Azlan.

"Kenapa? Kok muka kamu kelihatan tegang? Pusing mikir skripsi?" Tanya Maira.

"Ehm... a aku..." Maira diam menunggu lanjutan dari Azlan.

"Aku..."

"Permisi, cappuchino ice atas nama Azlan?" Suara seorang pelayan menghentikan ucapan Azlan. Azlan mengangguk. Pelayan itu meletakkan pesanannya di meja dan berlalu meninggalkan mereka. Dan Azlan sedikit jengkel karena terganggu dengan kedatangan pelayan itu.

Suratan Takdir dari Arsy [SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang