Chapter 2

343 25 9
                                    

Maira duduk di salah satu bangku kantin. Ia menyeka keringat yang menetes di pelipisnya. Lantas gadis itu membuka sebotol air mineral dan meminumnya. Suasana tampak ramai karena semua mahasiswa baru terlihat lelah setelah menjalani ospek hari pertama.

Dari kejauhan, seorang pria mendekatinya. Maira menoleh dan menatap sekilas pria itu. Dia seperti tak asing dengan wajah pria itu.

"Maaf, boleh gabung?" tanya pria itu.

Maira celingukan mengedarkan pandangannya ke seantero kantin. Semua bangku sudah penuh. Hanya bangkunya saja yang masih kosong tiga kursi. Lantas gadis itu mengangguk.

"Makasih." ucap pria itu lalu duduk agak jauh dari Maira.

"Sama-sama." jawab Maira lalu fokus pada ponselnya.

"Kamu asli Surabaya atau dari luar kota?" tanya pria itu membuka obrolan.

"Luar kota." singkat Maira.

"Dari mana emangnya?"

"Nganjuk."

"Serius? Saya juga dari Nganjuk. Emang kamu dari sekolah mana?"

"Ponpes Miftahul Mubtadiin." kata Maira seraya menatap pria didepannya sekilas dan menjatuhkan pandangannya pada meja.

"Loh, jadi kamu yang namanya Maira?" tanya pria itu dengan nada sedikit kaget.

Maira mengerutkan keningnya. Kenapa pria itu tahu namanya?

"Kok tau?"

Pria itu tersenyum tipis, "Saya Azlan. Saya satu pondok sama kamu." katanya memperkenalkan.

Maira sedikit kaget. Pantas saja ia seperti tak asing dengan wajah pria di depannya. Ternyata pria itu adalah idola para santri putri. Tapi dirinya tak termasuk.

"Eh, maaf. Pantesan kayak pernah ketemu." ujar Maira tak enak hati.

"Nggak apa-apa. Katanya santri putri banyak yang tau saya. Ternyata ada juga yang nggak tau."

Maira mengangguk. Ia lantas teringat salam dari Ayu yang belum tersampaikan. Jika dipikir-pikir, memang banyak santri putri yang tahu Azlan. Bahkan mengidolakan Azlan. Banyak ia jumpai para santri putri jika izin keluar pondok berharap bertemu Azlan saat melewati asrama putra.

"Oh iya. Maaf. Kemarin temen satu kamar saya titip salam ke kamu."

"Wa'alaikumussalam. Salam balik yah." Maira mengangguk dan mengetikkan sesuatu pada ponselnya.

***

Maira nampak buru-buru memasukkan bukunya ke dalam tas. Dia harus cepat agar tak ketinggalan mengikuti mata kuliah. Apalagi ini adalah hari pertama ia masuk, jadi dia tak boleh telat. Dalam hidupnya, dia harus jadi orang yang disiplin. Karena kesuksesan berawal dari kedisiplinan.

Ia lantas segera memakai sepatunya dan bergegas menunggu ojek online yang ia pesan. Keterangan di ponselnya menunjukkan jika dua menit lagi ojek yang dipesannya sampai. Dia berdoa dalam hati agar hari ini ia tak terlambat. Ini pun karena tadi keran mati dan akhirnya saat gilirannya mandi air habis.

Tak lama, sebuah motor menepi dengan pengendara memakai jaket hijau khas tukang ojek online. Maira segera memakai helm dan segera naik.

"Cepetan ya Mas, lima menit sampe bisa kan?"

"Bisa Mbak." jawab sang tukang ojek dan segera melajukan motornya lebih cepat dari biasanya. Maira berharap hari ini Surabaya tak macet.

Suratan Takdir dari Arsy [SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang