Miss Carlton

44 7 2
                                    

Beberapa menit telah berlalu. Aku termangu menatap papan tulis yang sampai saat ini masih bersih nan berkilau. Bahkan Miss Carlton—guru yang seharusnya sudah duduk manis di depan sana, tidak menampakkan sehelai rambutnya sekalipun.

Aku mengembuskan napas kuat-kuat. Kupikir ini pertama kalinya Miss Carlton terlambat, padahal beliau adalah sosok yang disiplin dan tepat waktu.

“Dasar,” Ucap Edwin—teman sebangkuku.

“Miss Carlton menyuruh kita agar selalu tepat waktu, tetapi kali ini beliau yang melanggar ucapannya sendiri.” lanjutnya dengan muka sebal.

Aku pun menyikutnya dengan cukup keras. Alhasil dia meringis kesakitan sambil mengucapkan sumpah serapah dengan keras. Dasar tidak sopan, pernahkah kau berpikir jika mungkin Miss Carlton ada urusan, dasar bodoh.

“Apa-apaan kamu ini, Ra?”

“Belajarlah lebih sopan, Ed.” Jawabku.

“Oh, benarkah?” tanyanya dengan muka sok imut.

Aku berlagak seolah akan muntah mendengar ucapan Edwin tadi. Oh ayolah, Edwin sama konyolnya dengan pelawak zaman sekarang. Sifatnya yang begitu menjengkelkan semakin menjadi-jadi. Pantas saja tidak ada yang ingin berbagi bangku dengannya, sifatnya saja sudah cukup membuat orang kesal.

Meskipun Edwin cukup konyol, namun otaknya cukup jenius. Dia pandai dalam mengamati suatu hal. Ingatannya pun cukup tajam, bahkan menghafal hampir seluruh ucapan Miss Carlton, dia mampu. Tetapi bagiku, dia tetap menjengkelkan dan harus segera dimusnahkan dari bumi ini.

“Kau tahu, Ra?”

“Apa?” tanyaku balik pada Edwin.

“Sepertinya ada yang aneh dengan Miss Carlton. Beliau tidak seperti guru pada umumnya,” terang Edwin.

“Kupikir kedatangannya sebulan yang lalu itu adalah hal biasa. Namun setelah melihat Miss Carlton pada hari itu, aku tak bisa tidur semalaman. Rasanya begitu aneh.” Lanjutnya.

“Apanya yang aneh, Ed?” Edwin seperti orang gila kalau sudah membicarakan tentang keanehan seseorang.

“Beliau ... beliau,”

“Miss Carlton kenapa, Ed?”

“Beliau menari-nari sendirian di perpustakaan, aku yang melihatnya saja langsung bergidik ngeri.” Aku menimpuk kepala Edwin dengan tasku.

Kukira ada sesuatu yang benar-benar aneh dengan Miss Carlton, ternyata hanya candaan Edwin yang membuatku naik pitam.

“Tetapi itu benar, Ra. Cobalah kau ke perpustakaan nanti siang.” Kilah Edwin.

“Jika kau ingin bercanda, aku tak berselera, Ed.”

“Ini benar, Ra. Aku melihat Miss Carlton selalu menyembunyikan sesuatu saat di depan umum, namun saat beliau di perpustakaan semuanya terungkap. Hanya saja, belum ada waktu yang tepat untuk mengungkapkannya. Anehnya lagi, mengapa beliau tiba-tiba menjadi wali kelas kita?”

“Kek kek apa ya gitu, kek kek apa ya kesannya, kek kek aneh banget.” Sambungnya.

Punya teman kok gini amat. Batinku.

“Aku akan pergi keluar sebentar.” Aku langsung berdiri dan berjalan keluar kelas.

“Aku ikut, Ra!” seru Edwin dari belakangku.
Aku pun hanya mengangguk dan tetap berjalan dengan tenang. Edwin mempercepat langkahnya hingga aku bisa melihat wajah konyolnya itu dari samping.

Aku hanya diam dan Edwin mulai mengoceh soal hubungannya. Jika kalian ingin tahu, Edwin ini memiliki seorang kekasih yang tepatnya sudah menjadi mantan sekarang.

VinelandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang