Penginapan Wachsler

15 4 0
                                    


Ular itu terus berusaha menyerangku juga Miss Carlton. Dengan kekuatan mengendalikan alam milik beliau akar pohon di sekitar menjadi perisai kami. Kesempatan bagiku untuk menghancurkan permata merah di kepala ular itu. Jika ini tidak berhasil maka kami akan kalah.

"Kalian pikir perisai sampah seperti itu dapat melindungi kalian?"

"Sampah? Jika memanfaatkan dengan baik, alam pun juga akan membantu kita." Ucap Miss Carlton dengan penuh keyakinan.

Jika beliau berkata seperti itu, artinya kesempatan kami untuk menang cukup besar. Aku berlari dan melompat-lompat di atas tubuh ular, perisai itu melindungiku dari racun. Tujuanku hanyalah mengincar permata merah di kepala ular itu.

Pedangku tidak hanya menembus permatanya, tetapi juga kepala ular raksasa. Permatanya hancur berkeping-keping, disaat yang sama tanda merah di dahi Siren mengeluarkan darah merah kehitaman.

"Awas kalian, akan kubalas!" Siren menghamburkan segenggam bubuk hitam dan kemudian kabur.

Sebaiknya aku segera turun sebelum bangkai ular ini roboh. Perisai akar milik Miss Carlton kembali ke dalam tanah. Siren kabur, ular raksasa itu mati, kini hanya tersisa kami berdua juga keadaan sekitar yang porak-poranda akibat pertarungan.

"Kau baik-baik saja?"

"Iya Miss." Napasku tersengal-sengal.

"Kita kembali ke Kota Wachsler dan mencari penginapan di sana."

Aku diam sebentar, "Kota Wachsler?"

"Tempat yang pertama kali kita datangi begitu sampai di sini."

Miss Carlton berjalan santai, aku mengikutinya. Tak lama, bangunan tradisional yang megah tampak mengisi penglihatanku. Ukiran kayu yang rumit menghiasi setiap dindingnya.

Kami memasuki bangunan itu, disambut oleh seorang wanita ramah yang tersenyum dari tempatnya.

"Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?" Tanyanya.

"Kami pesan dua kamar untuk tiga hari." Miss Carlton menyerahkan sebuah pin perak.

"Ini kuncinya, silakan." Ucapnya sambil menyodorkan dua buah kunci bernomor.

Kami menuju ke kamar masing-masing. Miss Carlton menyuruhku untuk istirahat, kemudian beliau masuk ke kamarnya yang bersebalahan denganku. Tak banyak yang kulakukan, hanya berbaring di tempat tidur, memandangi langit-langit yang dipenuhi ukiran-ukiran rumit.

Aku mulai bosan, mungkin berkeliling kota dapat mengobati rasa bosanku. Aku mengetuk pintu kamar Miss Carlton, dengan segera disahut "Masuklah" dari dalam.

"Allura, ada apa?"

"Bolehkah saya mencari udara segar di luar? Tidak lama, hanya sebentar."

"Baiklah, tapi jangan terlalu jauh."

"Baik Miss." Aku berjalan keluar dari hotel.

Bunga tembus pandang dengan kelopak putih terlihat indah menghiasi daun-daun hijau. Udara di luar jauh lebih menenangkan daripada di dalam hotel. Suara kicauan burung terdengar mengisi telinga. Aku seperti berada di hutan yang asri.

Kembali berkeliling, aku menemukan sebuah kalung yang sepertinya pernah kulihat sebelumnya. Dari kejauhan nampak seseorang seperti sedang mencari sesuatu.

"Permisi, apa kau mencari ini?" Aku menunjukkan kalung yang kutemukan.

"Iya, terimakasih... Allura!" Wajahnya semringah.

"Oh, Diva, kau yang waktu itu."

"Terima kasih untuk tadi juga untuk sekarang, kalung ini sangat berharga untukku." Diva memakai kembali kalungnya.

VinelandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang