Dia Bukan Halusinasi

24 5 1
                                    

"Tolong kejar dia, dia mencuri kalungku." Jelas gadis yang berteriak tadi sambil terduduk, menunjuk seseorang yang tengah berlari menjauh.

Aku segera mengejarnya tanpa menunggu perintah Miss Carlton. Aku yakin Miss Carlton juga ingin aku membantu untuk hal seperti ini. Aku sudah melakukan hal yang benar, bukan? Membantu orang lain yang sedang kesusahan.

Aku berlari secepat mungkin. Beberapa orang juga ikut mengejarnya. Tubuhku rasanya ringan, sangat aneh. Tidak seperti biasanya. Entah ini hanya perasaanku saja atau apa, aku merasa tubuhku mengeluarkan cahaya. Sangat redup, tapi masih terlihat. Apakah orang lain juga melihatnya? Atau aku yang sudah gila karena masih menganggap semuanya tak masuk akal? Tidak masalah, ini cukup membantu.

Kalau ini mimpi, kuharap aku segera bangun dari mimpi aneh ini.

Pencuri itu mengajakku 'berkeliling' kota. Dia terus berlari meliuk-liuk di setiap tikungan yang ada. Sepertinya pencuri itu kelelahan, kecepatannya berkurang. Aku berhasil merebut kembali kalungnya, tapi tidak bisa menangkapnya. Pencuri itu berhasil lolos. Miss Carlton bersama gadis itu menyusulku.

Aku menyerahkan kalung di tanganku padanya.

"Terima kasih." Suaranya terdengar anggun dan teduh.

"Sama-sama."

"Ayo Allura." Miss Carlton mengajakku untuk segera bergegas.

"Allura," panggilan itu menghentikanku. "Aku bisa memanggilmu seperti itu bukan?" Lanjutnya.

"Oh, tentu." Gadis itu tersenyum, mengajakku berjabat tangan.

"Lethivian El Diva, kau bisa memanggilku Diva."

"Allura Carmoisine, Allura." Ucapku.

"Permisi, Anda..."

"Panggil saja Miss Carlton. Ayo Allura, kita kembali." Ajak Miss Carlton untuk yang ketiga kalinya.

"Baik." Jawab gadis bernama Diva itu sebelum kami pergi.

Kami berjalan menuju jalan keluar. Terpikirkan satu pertanyaan di kepalaku. Aku ragu apakah harus menanyakannya kepada Miss Carlton. Kulirik Miss Carlton berkali-kali. Beliau yang mengetahui gerak-gerikku mempersilakanku untuk berbicara.

"Jika ada yang ingin kamu katakan, katakan saja."

"Apa Anda tidak marah?"

"Untuk apa?"

"Saya bertindak tanpa izin."

"Untuk apa melarang orang lain berbuat baik?"

Aku tertegun kemudian kembali melanjutkan perjalanan, keluar dari gerbang. Miss Carlton melirikku, sepertinya kami sepemikiran. Ada yang sedang mengikuti kami. Sekitar tiga orang, tidak. Empat orang.

Aku mengikuti Miss Carlton yang lama-kelamaan semakin mempercepat langkahnya.

"Kita akan lari, Allura." Ajak Miss Carlton berbisik.

"Kemana, Miss?"

"Ke hutan, tunggu aba-aba."

"Baik Miss."

"Sekarang!"

Kami berlari sekuat tenaga menuju hutan dan kembali setelah tidak diikuti lagi. Cahaya itu muncul lagi, tetapi sedikit lebih terang. Aku berlari sejajar dengan Miss Carlton.

"Tak kusangka akan secepat ini." Ujar beliau yang masih tetap berlari dengan kecepatan penuh.

Jika kami berlari dengan kecepatan penuh, maka tenaga kami akan berkurang dengan cepat. Bukankah lebih baik berlari dengan kecepatan normal dan konstan? Itu akan lebih menghemat tenaga.

VinelandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang