"Allura, Edwin. Apa yang kalian lakukan di sini?"
"I-itu Miss, kami hanya-"
"Kami hanya ingin membersihkan meja, Miss." Ucapku berusaha untuk tetap tenang.
"Iya! Benar."
"Baiklah, perlu bantuan?" Tawar Miss Carlton sambil tersenyum ramah.
"Tidak perlu Miss, kami bisa menyelesaikannya sendiri. Iya kan, Ed?" Aku memberi kode.
"Iya, saya bisa menyelesaikan hampir setiap masalah. Masalah sepele seperti ini tidak ada apa-apanya."
Sombong amat.Kami beruntung Miss Carlton tidak menginterogasi lebih jauh. Beliau hanya tersenyum kemudian pergi dari perpustakaan. Edwin berjalan mendekati rak buku paling ujung. Raut mukanya mendadak serius. Aku hanya bingung menonton gerak-geriknya yang aneh, memukul-mukul dinding dengan kedua tangannya.
"Kau ini kenapa? Dasar aneh." Celetukku dari belakang.
Dengan polosnya dia menjawab, "Mencari lubang hitam."
"Itu bukan lubang hitam, Ed."
"Lalu?"
"Tidak tahu, ayo kita cari tahu. Seharusnya ada petunjuk di sekitar sini." Ajakku.
Kami mencari-cari kemungkinan petunjuk yang ada. Membuka setiap buku yang berkaitan dengan lubang hitam, sihir, portal, maupun teleportasi. Seingatku ada beberapa buku seperti itu di perpustakaan, entah ensiklopedia atau hanya novel fiksi.
Jam istirahat berakhir, kami masih belum bisa menemukan petunjuknya. Masih ada beberapa rak buku yang belum kami periksa. Itu bisa menunggu sampai besok. Sekarang kami harus segera ke kelas untuk melanjutkan pelajaran selanjutnya.
*****
Pagi ini tidak ada yang aneh. Semua tampak normal seperti biasa. Belum ada gerak-gerik mencurigakan sejauh ini. Sangat normal. Tetapi justru kondisi sangat normal inilah yang harus diwaspadai.
Pelajaran Sejarah Miss Carlton berjalan lancar hari ini. Miss Carlton menjelaskan materi dan juga membahas soal-soal yang berbaris rapi di atas papan tulis, aku sama sekali tidak tertarik kali ini. Pikiranku fokus akan kejadian tempo hari.
Entah kejadian kemarin benar terjadi atau hanya mimpi, apakah buku semacam itu benar-benar ada di perpustakaan, aku tidak tahu pasti. Berusaha terus berpikir tetapi hanya jalan buntu yang kudapat, aku merasa harus sesegera mungkin mengajak Edwin untuk kembali mengecek buku-buku di perpustakaan.
Sesekali kulirik Miss Carlton dari sudut mataku, saat lensa kami saling bertubrukan beliau hanya tersenyum tipis yang membuatku segera mengalihkan pandangan ke papan tulis atau yang lainnya, sambil tersenyum kikuk. Aku jadi merasa canggung sendiri.
Akhirnya, jam istirahat yang kunanti-nanti datang juga. Aku hanya menoleh ke arah Edwin dan dia sudah paham lantas menjawab, "Oke." Kami beranjak pergi dari kursi menuju tempat tujuan. Entah hanya perasaanku saja, selama perjalanan singkat ini kami seperti sedang diawasi.
Dengan tergesa-gesa aku memeriksa sebuah rak buku sisa kemarin, begitu juga dengan Edwin. Mencomot beberapa buku sekaligus untuk dibaca, Edwin akhirnya menemukan sebuah buku yang cukup mengobati rasa penasaranku.
"Ini dia, Ra. Mungkin kita bisa menemukan sesuatu di dalamnya." Ujar Edwin sedikit bersemangat.
Kami mengamati buku itu dengan teliti. Baiklah, buku ini cukup tebal dibandingkan buku yang lain. Sepertinya masih baru dan nampak halaman tersusun rapi.
"Vineland. Tempat di mana berbagai makhluk ajaib tinggal."
Baru beberapa kata yang kami baca, terdengar sebuah buku jatuh dari genggaman tangan seseorang, tidak jauh dari tempat kami berdiri saat ini. Kami berdua refleks menoleh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vineland
FantasyAllura Carmoisine. Seorang gadis berusia lima belas tahun yang kini tengah menempuh pendidikan di jenjang SMP. Otaknya yang begitu jenius membuat dirinya menjadi salah satu siswa berprestasi di sana. Namun suatu hari, semuanya mulai berubah. Kehidup...