05

6.6K 960 317
                                    

Aku selalu ingat dengan setiap ukiran kebahagian yang kau buat untuk mengiasi kisah kita.

Tapi aku juga tidak akan pernah lupa, seberapa luka serta perih yang ada

ketika 'dia' hadir diantara kita.
—Lee Hana.

1 Minggu kemudian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




1 Minggu kemudian...

Suasana makin memburuk.

Jaemin menjauh.

Dan Jisungpun menjadi enggan menegur Jaemin lagi. Aku tahu ini bukan yang diingkan kami. Tapi baik Jisung atau Jaemin— mereka nggak ada niat mau memperbaiki hubungan persahabatan kami. Aku sudah berusaha ingin memperbaiki hubungan kami bertiga, tapi setiap Jaemin melihatku. Dia akan menghindar dengan cepat.

Jujur, aku bener-bener sedih. Aku harus kehilangan satu sahabatku— Na Jaemin.

Pria hangat dengan penuh kasih sayang, Lami beruntung bisa memiliki Jaemin. Rasanya aku ingin egois untuk memiliki Jaemin. Tapi itu bukan hal yang baik bukan?

Merebut sesuatu yang bukan hak kita. Ah... lagi pula aku juga nggak bertahan lama lagi.

Aku tersenyum hambar menatap pemandangan indah di rooftop bersama Jisung— pria itu sedang tidur menggunakan pahaku sebagai bantal nya. Angin terus menerpa wajahku yang mulai tirus.

"Mikiran apa?"

Obsidianku menatap Jisung yang membuka matanya. "Eh? Nggak tidur?"

Jisung menggelen pelan.

"Aku cuma merem doang."

"Iya anak kecil juga tahu kalo kamu itu lagi merem, masa iya melotot." dengusku.

Jisung kembali memejamkan matanya, menikmati angin yang terus berhembusan dari atas sini.

"Sung..." Jisung hanya berdeham meresponku. "A-aku mau nyerah aja."

Seketika mata Jisung terbuka lebar membuat aku terkejut. Jisung berubah posisinya menjadi duduk dan matanya masih menatapku.

"Kamu serius?"

Aku menggerakan kepalaku. "Kali ini aku mau cari Jaemin lagi, dan aku cuma mau bilang soal perasaan aku aja."

"Aku nggak bisa berharap lebih untuk memperbaiki persahabatan kita seperti dulu lagi," lirihku.

Jisung menarikku kedalam pelukannya.
"Jangan takut, masih ada aku."

Seketika hatiku mencelos, seperti mati rasa. Aku merasa semakin menjadi wanita bodoh karena tidak pernah melirik kearah Jisung yang lebih tulus perasaannya.

"Sung..."

"Apa?"

"N-nanti kalo aku nggak ada lagi, omelin Nana ya kalo dia nakal, kalo dia telat makan, dan suka lupa ngerjain tugas– eh itu sih nggak mungkin. Kan dia orangnya pinter." aku terkekeh pelan.

Epiphany | Na Jaemin✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang