Kita selalu duduk di atas jarum jam pukul sembilan. Sambil memangku resah, kuteguk janjimu seperempat gelas. Tidak usah kuhabiskan. Aku sudah kenyang makan harapan.
Entah sejak kapan, bermain teka-teki ringan mulai menjadi sebuah kebiasaan.
"Gajah, gajah apa yang baik?"
"Gajahat."Yang selalu kau jawab dengan benar. Sedang bagiku, justru kau sendiri adalah teka-teki itu. Segala tentangmu adalah potongan rahasia yang jawabannya tak pernah keluar dari bibirmu. Hingga pertanyaan-pertanyaan itu bergumul di kepalaku sampai esok dan esoknya lagi.
"Tanggal lahirmu kapan?"
"Coba cari tau sendiri."
Sebulan kemudian baru kudapat jawabannya : minggu ketiga bulan Agustus 18 tahun yang lalu."Apa impianmu?"
"Coba cari tau sendiri."
Sepekan kemudian kudapat jawaban : kau memilih Yogyakarta sebagai rumah dari cita-citamu. Ah kota romantis itu.Benar. Sesuai perintahmu, semua itu kucari tau sendiri dan kuhafal mati. Apakah aku menang? Belum. Aku masih kalah telak. Karena ada satu hal yang jawabannya tak bisa kudapati di mana pun. Hatimu. Kunci jawaban hatimu hanya ada padamu, kan? Aku sudah bertanya bahkan kepada Tuhan. Tuhan tidak menjawab.
23.59
"Selamat tidur. Sugeng dalu."Kita berpisah di perbatasan Sabtu dan Minggu. Sebelum itu, kalau memang Tuhan pengabul segala doa, maka semoga kau mencintaiku secepatnya dan selamanya.
"Selamat tidur kembali. Sugeng dalu."
(2020)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekerat Rasa
PoetryPerihal bagaimana aku dan kamu memulai, membuai, membadai, hingga mengusai.