Ketika bus yang kau tumpangi melaju memangkas kilometer dan aku sibuk dengan kesempurnaan acara almamater, tak satu pun mengira bahwa kala itu semesta sedang membaca prolog kisah dua anak manusia. Yang dinamakan "Kau dan Aku".
Sekolahku akan menyambut kunjungan dari sekolahmu. Maka secara tidak langsung, aku menunggu kehadiranmu. Dan aku yang sedari awal memperkenalkan diri sebagai pemandu acara kurasa cukup membuatmu menandaiku dalam waktu singkat.
Rangkaian peristiwa kita bawa pulang dalam bentuk memori. Memutarnya ulang begitu tiba di rumah dan melanjutkan skenario Tuhan hingga hari ini. Ya, sampai detik di mana aku menulis kalimat ini.
Kita berkenalan, saling mengomentari postingan di media sosial, bertanya mengenai ada kejadian apa di sekolah, sampai pada saat iru kau menungkapan sesuatu perihal rasa. Tanpa tau akan mengakhirinya dengan bagaimana, tugas kita hanyalah mendoakan sebaik-baiknya.
Senja ini aku merasa jarak terlampau serakah. Namun pada langit jingga yang kutatap, kau titip senandung sapa.
"Biar bagaimana pun, aku bersyukur berada di kota ini. Di titik 48 kilometer darimu. Karena jika aku berada di angka yang berbeda, tidak akan pernah ada kita."
(2019)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekerat Rasa
PoésiePerihal bagaimana aku dan kamu memulai, membuai, membadai, hingga mengusai.