BAGIAN ENAM

50 10 0
                                    

Dara meregangkan otot-otot punggungnya, ia sudah duduk di kursi belajar selama empat jam, matanya juga sudah mulai lelah menatap e-journal pada monitor komputer, namun tugasnya masih setengah selesai. Ia melirik jam beker di nakas, baru pukul sembilan malam masih ada beberapa jam lagi untuk menyelesaikan resume jurnalnya.

"Ra."

Dara terlonjak, ia menengok ke pintu kamarnya yang tiba-tiba terbuka.

"Abang! Kan udah Dara bilang, ketuk dulu kalo mau masuk."

Pria yang berdiri di depan kamar Dara itu pun tersenyum lebar. "Sorry."

"Ada apa?"

"Abang mau mandi, tolong bukain pintu ya kalo ada yang datang. Itu teman abang." Ucapnya berlalu tanpa menutup pintu kamar yang ia buka.

"Temennya cewek atau cowok? Namanya siapa?" Teriak Dara.

Namun kakaknya itu berlalu saja tanpa mendengar pertanyaan adiknya.

"Ck!" Dara berdecak keras, Dia lalu kembali membaca jurnal kesehatan di depannya.

Saat Dara memulai menulis di kertas polio, ia mendengar pintu rumahnya diketuk.

"Bang!!! Temannya datang tuh!!!" Teriak Dara, malas bergerak.

Sudah dua menit, tetapi tidak ada tanggapan dari kakaknya, bahkan pintu rumahnya masih diketuk.

Dara menghela napas, dia menyimpan pulpennya lalu berjalan keluar kamar, ia menengok kamar kakaknya yang masih tertutup, lalu dia berjalan ke pintu depan rumahnya. Gadis itu membuka pintu rumahnya sedikit, lalu matanya menangkap seorang wanita berdiri dengan rambut pendek sekitar satu sentimeter dibawah telinganya.

"Ini benar rumah Indra?"

Dara mengangguk, lalu membuka lebar pintu rumahnya. Dia mempersilakan wanita tak dikenalinya itu untuk masuk. Wanita yang terlihat lebih tua darinya pun masuk dengan senyumannya.

"Adik Indra?"

Dara mengangguk, ia mempersilakan wanita itu duduk.

"Hehe, kenalin gue Freya." Wanita itu menyodorkan tangannya, meminta berjabat tangan.

"Dara." Dara tersenyum menerima jabatan tangannya.

"Indra cerita banyak tentang lo, katanya dia senang lo bisa masuk kuliah kedokteran."

Dara menimpali dengan senyuman, lalu berkata "Bang Indra juga pernah cerita tentang kakak."

"Wah, bukan yang jelek-jelek kan?"

Dara menggeleng. "Nggak kok, Bang Indra bilang dia senang punya partner satu frekuensi kaya kak Freya."

"Dasar, bohong tuh dia. Kita sering berantem gara-gara beda pendapat."

"Beneran?"

Freya mengangguk antusias. "Hm, tiap hari debat mulu. Tadi sebelum gue kesini juga abis adu mulut." Tuturnya diakhiri kekeh-an kecil.

Semenjak kematian ibunya, kondisi keluarga Dara hampir hancur, dia hanya berdua dengan kakaknya, terlebih kondisi Indra yang sangat terpukul, mulai jarang pulang ke rumah, saat Dara kehilangan harapannya, Indra kembali ke rumah dengan senyumnya yang mengembang. Dia menceritakan tentang Freya dan bisnisnya yang dirintis bersama. Hingga saat ini, bisnis dalam webnya berkembang pesat, Indra juga menulis beberapa buku motivasi, dia juga terkenal sebagai motivator muda yang diundang diberbagai seminar. Roda kehidupan Dara berputar cepat, dia bahkan bisa melanjutkan pendidikannya di jurusan yang menjadi impiannya, itu berkat kakaknya dan juga wanita di depannya saat ini.

The Light Of Murder [MOVE TO DREAME]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang