Grub Chat

49 8 1
                                    

"Jangan takut untuk mencoba. Belum pernah mencoba, maka Anda belum mengerti rasa proses sebuah percobaan."

Hari ini langit malam kembali datang dengan cerah, bintang bertaburan di mana-mana, ditambah pancaran sinar rembulan yang terang. Menambah keelokan hiasan langit.

Gadis yang di kenal dengan nama Firda itu tengah duduk di balkon. Acap kali dirinya berada di sana, tempat itu selalu memberinya ketenangan hati.

Dari atas sana, terlihat seselip kisah yang membuat mata Firda tertarik untuk fokus ke objek tersebut. Diam-diam sorotan mata itu memandang bumi bagian bawah. Terdapat dua insan yang tengah kasmaran di seberang sana. Bermesraan, duduk di bangku jalanan.

Tangan pria itu menghangatkan tubuh kekasihnya, merangkulnya dengan manja. Kepala sang gadis menyender ke dada yang bidang itu, tangan pria itu mengelus-elus rambut sang gadis yang rambutnya terurai panjang. Rambutnya sengaja tergerai, tidak dikuncir.

Betapa romantisnya makhluk itu, pasti sang gadis itu sangat beruntung. Memiliki pasangan yang begitu cinta padanya, dalam hati kecil Firda, ia juga menginginkan perlakuan seperti itu.

Firda ingin di posisi gadis itu, betapa senangnya jika Firda diperlakukan seperti ratu itu.

Langit di atas sana, mengikuti torehan senyuman Firda. Langit yang jauh itu ikut tersenyum melihat dua insan yang sangat saling cinta.

Firda tidak memedulikan rambutnya yang sedang berantakan, ia membiarkan rambutnya tertiup oleh angin malam. Udara yang dingin di malam ini tidak terasa bagi sepasang kekasih itu, mereka saling menguatkan eratan tangan.

"Andai gue bisa kayak gitu," lirih Firda.

Mata Firda tidak bosan menyoroti pemandangan yang romantis itu, kali ini ia tidak menghitung jumlah bintang seperti biasa. Lebih mengasyikan menilik adegan itu.

Tangan gadis itu juga tidak ingin menulis sesuatu yang ia lihat malam ini. Firda menaruh buku itu tidak jauh dari posisi duduknya, ia membiarkan bukunya di situ.

Orang-orang yang berlalu lalang di sana juga memandangi penampakan itu, bagaimana tidak? Mereka berdua terlihat serasi, mengenakan baju yang sama. Beradegan romantis seperti acara FTV.

Sebuah kisah yang pernah Firda tonton di televisi, kini Firda menontonnya di kehidupan nyata.

Sangat disayangkan, adegan itu sudah selesai. Sepasang kekasih itu pergi dari tempat itu, Firda belum puas melihatnya. Rasanya ia ingin mengulang adegan itu.

Mereka berboncengan menaiki sepeda motor tua, tangan gadis itu memeluk erat pinggang laki-laki yang tengah duduk di depannya. Melaju dengan pelan, berbincang dengan hangat. Sesekali terlihat bercanda ria.

"Yah, mereka sudah pergi. Gue kapan, ya bisa kek gitu?" Sorotan mata Firda mengikuti kepergian mereka.

Firda melirik buku diarinya. Benar saja, suasana hatinya tidak ingin menulis. Gadis itu meraih bukunya, tetapi bukan untuk menulis. Tangan gadis itu mulai membuka lembaran demi lembaran kertas, bibirnya bergerak untuk membaca setiap tulisannya.

Rasa malu terkadang timbul di hati Firda, Firda sangat menyayangkan perbuatannya dahulu yang jauh dari kata dewasa. Menangisi seseorang yang tidak mencintainya secara utuh.

"Anjir, ternyata dulu gue bucinnya tingkat dewa. Sungguh terlalu kata Bang Haji Roma Irama." Bulu lembut di bagian lengannya berkuduk merinding.

Betapa memalukannya sikap Firda dahulu, bagaimana bisa darah perbucinan mengalir di dalam darah tubuhnya?

Firda sudah tidak sanggup membaca, ia menutup bukunya. Firda mendongakkan kepalanya ke langit, malam hari ini bintang terlihat bertaburan dengan jumlah yang banyak.

Hiasan langit itu membuat hati bergemuruh dan matanya terpana. Gadis itu tidak menyadari jika langit hari ini di penuhi bintang. Semesta alam sedang bahagia, mereka memberi hiasan yang menakjubkan.

Sangat manusiawi jika Firda betah duduk di sana, angin malam yang sepoi-sepoi dibalut dengan keindahan langit yang tiada tara.

Bilah suara notifikasi pesan berbunyi dengan beruntun, Firda menyalakan layar ponselnya. Ia ingin melihat siapakah gerangan yang menghubunginya di malam hari ini.

Ternyata bukan pesan dari seseorang, pesan itu adalah pesan grup. Grup yang dibicarakan Yaya saat di sekolah. Banyak pesan yang terkirim dari grup TARUNA PELAYARAN DAN PENERBANGAN INDONESIA.

Tangan Firda menggeser-geser, ia membacanya dari atas sampai bawah. Para penghuni grup yang bertitle Taruna itu membahas banyak hal. Ada yang membahas keluh kesahnya menjadi seorang Taruna, ada pula yang hanya bercanda.

Firda mencoba melihat kontak nomor yang berada di grup itu, mereka dengan bangga memamerkan dinasnya. Memasang photo profile mengenakan dinas mereka. Terlihat keren dan gagah.

Otak Firda mendadak teringat Hans. "Jadi inget sama Hans. Udah ah, Fir. Gak usah berhubungan lagi sama Taruna."

Firda hanya menjadi readers, ia tidak ikut nimbrung pembicaraan mereka. Mata Firda terfokus pada satu nama, kontak itu memakai user name, Kriss. Firda menilai jika Kriss itu orang yang sangat mengasyikan.

Kriss mampu membuat suasana grup itu ramai dengan pola cara bercandanya yang belum Firda temukan pada siapa-siapa.

Ibu jari Firda mengeklik nomor itu, ia melihat photo profile Kriss. Terlihat gagah mengenakan dinas warna cokelat muda.

Ia sekadar melihat foto Kriss, tidak lebih. Tidak ada niatan untuk satu kontak dengannya.

"Udah, ah. Gue mau tidur dulu."

Firda mematikan data selulernya lalu bergegas menuruni tangga. Tubuhnya sudah cukup kedinginan di balkon, ia ingin menghangatkan tubuhnya dengan selimut tebal.

Knop pintu berputar, kaki Firda melangkah untuk masuk ke dalam kamarnya. Ia membujurkan tubuhnya di atas kasur yang empuk itu, tangannya menarik sebuah selimut tebal.

Selimut tebal itu mampu menghangatkan tubuhnya. "Oke, Firda. Sebelum tidur, lo harus berdoa. Bismika Allahumma ahyaa wa bismika amuut, aamiin." Tangan Firda menyapu wajahnya.


Kedua bola matanya mulai menempel, detik demi detik mulai menuju alam mimpi. Gadis itu sudah terlelap tidur.

The Difference Between Us [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang