Tujuh Hari

47 9 0
                                    

"Manusia terkadang sangat berambisius untuk melakukan sesuatu. Jika hasilnya tak semanis ekspetasi, rasa ambisius itu berubah kesakitan hati yang mendalam."

Tujuh hari, tujuh hari Kriss mengirim pesan untuk Firda tanpa balasan yang memuaskan.

Laki-laki berjuang sekuat tenaga, Firda hampir goyah. Dia berusaha membentengi hatinya. Firda masih dihantui oleh bayangan masa lalu.

"Maksudnya Kriss apa sih? Ngirim pesan kayak gini?" sebal Firda.

Perbuatan Kriss justru membuat Firda risih. Sudah menampakan permodusan. Kali ini, Firda membalas pesan Kriss. Dia merasa kasian padanya, hanya kali ini saja. Setelah itu tidak.

Kriss : Baru kali ini gue nemuin makhluk
kayak lo, gue suka manusia kayak
lo. Lo itu beda dari yang lain, lo itu
jual mahal.

Firda : Makasih, Kriss.

Tidak sampai di situ, Kriss mengirim balasan dari Firda. Dahi Firda mengerut.

Kriss : Biasanya kalo cewek liat cowok
             yang berseragam tuh pasti kayak
             murahan. Nguber-nguber gak jelas,
             dan lo enggak kayak mereka.

Firda : Jangan menyamakan dan
             membedakan!

Kriss : Gue pengen deket sama lo.

Mata Firda membulat sempurna setelah membaca balasan pesan dari Kriss. Lagi dan lagi seperti itu, Firda menemukan spesies seperti Hans lagi. Hans dahulu juga seperti itu.

"Kriss sama kayak Hans gak, ya?" monolog Firda.

Pikirannya goyah, ia benar-benar bingung ingin menanggapi Kriss seperti apa. Jujur, Firda terkesima dengan penampilan Kriss dan cara dia mengajak seseorang untuk bercanda. Pasti dia seorang yang humoris.

Tetapi, Firda takut jika sampai menyuguhkan hati untuk Kriss. Firda ingin menanggapi Kriss layaknya tamu, tetapi hati Firda terlalu lemah untuk itu. Dengan berbalas pesan setiap hari, Firda takut jika dia jatuh hati padanya.

Perjuangan selama satu tahun ini takut sia-sia karena sosok Kriss masuk dalam hidupnya. Tetapi Firda juga ingin merasakan mempunyai pasangan hati. Sudah terlalu monoton berjalannya hati itu tanpa ada pengisi hati.

Hari-harinya hanya ia lalui bersama keluarganya, teman-temannya. Tidak ada seseorang yang spesial di hati.

Satya? Dia hanya teman yang baik. Firda sudah menyadari, ia tidak jatuh cinta pada Satya, melainkan dia hanya kagum akan pola pikir Satya. Satya yang selalu dewasa dibandingkan dirinya.

Tujuh hari juga mengingatkan Firda akan hari itu. Hari di mana Hans berhasil mencuri hatinya, hari di mana Hans mampu memilikinya. Sungguh kebetulan yang lucu bukan? Jumlah hari yang sama, dengan latar belakang sosok yang sama, namun berbeda orang. Hidup Firda begitu lucu perihal hati.

Kriss : Firda.

Kriss mengirim pesan lagi, karena pesan tadi belum dibalas oleh Firda. Firda takut untuk membalas pesan dari Kriss. Bisa saja dia membalasnya, tetapi Firda takut jika diteruskan justru membuatnya jatuh hati pada Kriss.

Baperan? Mencintai terlalu serius? Memang iya, Firda termasuk dalam dua kategori itu.

Firda menarik napasnya dalam-dalam lalu mengeluarkannya pelan-pelan. Jemarinya mulai mengetik di papan balasan pesan Kriss.

Firda : Iya, kenapa?

Tidak butuh waktu yang lama, Kriss langsung membalas balasan pesan dari Firda.

Kriss : Gue pengen deket sama lo, gue
mulai cinta sama lo. Lo itu beda
dari yang lain.

Firda : Lo itu hanya kagum sama gue,
             Kriss. Lo bukan sedang jatuh cinta
              sama gue.

Kriss mengirim pesan secara beruntun. Dia mencoba menjelaskan ke Firda bahwa dirinya telah jatuh cinta pada pesona Firda pertama kali. Sifat cueknya mampu membuat Kriss tertantang untuk mendapatkan hati Firda.

Kriss : Gue tau, ini terlalu cepat buat lo.
Tujuh hari mungkin lo anggap itu
singkat, tapi bagi gue itu lama.

Kriss : Tau alasannya gak? Karena gue
            bingung mau chat seperti apa biar lo
            balas.

Kriss : Gue mikirnya lama sampek otak gue
             memet.

Kriss : Sifat lo yang cuek ini buat gue yakin.
             Pasti lo itu tipikal yang setia dan
             gak chattingan sama para jantan.

Kriss : Gue tau, lo itu islam. Tapi bukankah
            perbedaan itu bisa menjadi
            persamaan?

Kriss : Siapa tau lo bisa ngeyakinin gue
             buat mualaf.

Bibir Firda manyun beberapa senti, lagi-lagi Firda dibuat pusing dengan keadaan itu. Sama halnya waktu Hans meyakinkan dirinya, otak Firda terasa panas.

Langkah apa yang akan ia ambil untuk Kriss. Firda tidak tahu. Firda mencoba membalas pesan dari Kriss secara kritis.

Firda : Lo suka sama gue karena apa?
             Karena gue cuek? Itu alasan yang
             nggak logis!

Pesan yang terkirim oleh Firda sudah dibaca oleh Kriss, tetapi tidak dibalas.

"Pasti lo lagi mikir, Kriss." Firda tersenyum picik. Dari sini ia sudah paham jika Kriss hanya berpura-pura mencintainya. Bagaimana bisa mencintai hanya bermodal chattingan?

Salah! Firda salah. Kriss membalas pesan tersebut.

Kriss : Iya, itu alasan gue. Bukan itu doang,
            gue yakin sikap lo ini menunjukkan
            kesetiaan lo. Gue nyari cewek
            seperti lo. Gue benar-benar cinta
            sama lo.

Kriss : Lo mau bukain hati buat gue? Lo
            mau beri kesempatan gue?

Dua pesan balasan Kriss menggetarkan hati Firda. Setelah sekian lama, ada seseorang yang memintanya untuk bersanding.

Firda : Untuk saat ini gue gak belum bisa
              jawab. Beri kesempatan ke gue
              untuk memikirkannya.

Kriss : Gue tunggu, jangan lama-lama.

Firda bernapas lega, akhirnya dia sudah keluar dari zona frustasi memikirkan balasan chat dari Kriss. Firda hanya membaca pesan terakhir dari Kriss.

"Bodo amat kalo dia sakit hati, gue harus jawab apa, ya nanti? Tau ah, pikir besok aja."

Firda mematikan layar ponselnya dan mengecas ponselnya itu. Daya baterainya sudah lemah, sedari pagi sudah ia gunakan untuk membaca novel.

Sembari menunggu penuhnya daya baterai, Firda mencari batang hidung Mama Rina.

Setiap celah ia soroti, tetapi wanita paruh baya itu belum menampakkan wujudnya. Mata Firda justru menemukan batang hidung Papa Reno di dapur.

"Pa, liat Mama gak?"

"Mama lagi arisan."

"Oh."

Kaki Firda melangkah mendekati sang papa yang tengah bergulat dengan telur. Firda tidak tahu papanya ingin membuat apa dengan telur-telur itu.

"Semua telur ini mau dibuat apa si, Pa?" tanya Firda. Tangan Firda melingkar di pinggang sang papa.

"Mau buat telur gulung, kamu mau bantuin Papa?"

Kepala Firda mengangguk cepat, toh Firda juga tidak ada kesibukan. Mereka berdua membuat telur gulung untuk camilan di siang hari ini yang panas, ditambah membuat minuman sirup. Agh, dahaga haus hilang sudah.

The Difference Between Us [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang