Janji Kriss

48 10 5
                                    

"Sebagian manusia sering mengucapkan sebuah janji untuk meyakinkan seseorang, tapi ... bisakah kamu menepati janji itu? Bisakah kamu melakukan janji itu?"

Langit petang jauh dipandang dari bawah-tanah, langit yang berwarna gelap keabu-abuan. Dari sana langit menyaksikan kegiatan manusia bumi pada malam hari.

Sang langit juga tahu apa yang dilakukan gadis yang tengah berdiri tepat di titik pusat balkon. Kepala gadis itu mengarah ke atas, tersenyum pada sang rembulan.

Cuaca malam hari ini bersahabat dengan gadis itu, tidak seperti kemarin yang dibasahi oleh rintikan air hujan. Air yang membawa kenangan, rintikan yang mengingatkan masa lalu pada seseorang.

Sumilir angin masuk ke telinga gadis itu, merasa puas memandang langit dan seisinya, gadis itu memejamkan kedua matanya. Merasakan ketenangan yang luar biasa.

"Gue tenang berada di sini. Yaa Allah, tetapkanlah ketenangan hati ini."

Firda merogoh sesuatu di saku, ia mengeluarkan ponselnya. Firda ingin memotret indahnya langit di atas sana. Ia mengabadikan momentum ini, baru pertama kalinya ia mengambil foto di atas balkon.

Tiga potretan sudah cukup bagi Firda, ia ingin ber-selfie. Firda berfoto di depan kamera ponselnya dengan berpose salam dua jari, giginya sedikit terlihat.

"Cantik, gue terlihat cantik, haha." Firda memuji dirinya sendiri. Kedua pipinya memanas.

Kaki Firda melangkah untuk menuju tempat favoritnya, tempat di mana yang sering ia duduki. Firda duduk di sana, tepat seperti biasa.

Mata Firda menyoroti manusia yang beraktivitas pada malam hari, ia mencari sosok sepasang kekasih yang dulu pernah ia lihat. Sepasang kekasih itu sudah tidak pernah duduk berdua di kursi panjang jalanan itu.

Adegan yang sangat dirindukan Firda, adegan itu untuk cuci mata. Penampakan tanpa sensor yang sangat menakjubkan sepasang mata, membuat orang yang berlalu lalang merasa iri.

"Agh, apaan sih, Fir? Lo itu kayak gak waras, mungkin sejoli satu tahun yang lalu sudah nikah," gumam Firda.

Kaki Firda mengungkang, sembari menyanyi. Menyanyi dengan suka-suka tidak sesuai aslinya, liriknya salah-salah dan nadanya tidak sesuai.

"Malam-malam aku sendiri .... tanpa cintamu lagi, huohuooo. Hanya satu keyakinanku, bintang, kan bersinar, menerpa hidupku, bahagia, kan datang. Huohuoooo."

Firda bernyanyi diiringi suara jangkrik pada malam hari. Suara jangkrik sebagai alunan musik. Krikrikrik!

Firda sangat menikmati nyanyian tersebut, menyanyi sembari merem-merem. Ia puas walaupun suaranya hancur, tidak sedap didengar.

Ia merasa pantas disandingkan dengan penyanyi solo idolanya, Hanin Dhiya. Firda sangat suka lagu-lagu dari Hanin Dhiya, terkadang menyanyikan lagu tersebut dengan lantang. Apalagi saat di kamar mandi, menganggap gayung mandi sebuah mikrofon.

Otak gadis itu pikun, ia lupa bahwa sedari pagi dirinya belum memberi kabar untuk Kriss. Pasti laki-laki tengah menunggu kabar darinya.

Firda menyalakan ponsel dan data selulernya, dan benar! Kriss mengirim pesan, tapi pesan tersebut hanya beberapa. Tidak spam seperti Hans dulu, sampai puluhan.

Kriss : Fir, kemana si?

Kriss : Gue mau ngomong sama lo.

Kriss : Cepet online.

Kriss : Masa dari pagi gak online.

Hanya empat pesan yang masuk ke bilah notifikasi, tidak banyak. Tidak ada suara panggilan masuk juga, hanya empat pesan itu saja.

Firda : Mau ngomong apa?

Perasaan Firda deg-degan. Apa yang ingin dibicarakan oleh Kriss? Perihal apa? Jantung Firda berdebar-debar menanti balasan pesan dari sang pacar. Ehh, bukan sang pacar, tetapi manusia yang berkomitmen dengannya. Sebutannya apa hayo untuk orang yang berkomitmen?

Tangan Firda berulang kali menyalakan layar ponselnya, tetapi belum ada balasan pesan. Firda sumarah dengan keadaan, ia hanya berharap Kriss cepat online.

Hampir sepuluh menit gadis itu menunggu balasan pesan dari Kriss, tetapi belum juga dibalas. Ia hampir putus asa dan kembali ke dalam rumah, takdir berkata lain. Suara notifikasi berbunyi dan Firda mengeceknya. Ternyata ...

Kriss : Kita telponan gimana?

Mata Firda membinar, pipinya panas. Ia menganggukkan kepalanya dengan cepat sembari berkata, "Iya, gue mau Kriss. Gue mau banget!"

Firda : Iya gak papa.

Kriss menelpon Firda, dengan senang hati Firda mengangkatnya. Keduanya masih canggung, dapat dipahami saja. Mereka berdua pertama kalinya saling sapa lewat via suara.

Terdengar suara hembusan napas Firda lemah untuk menjawab obrolan Kriss. Kriss mencoba mengajak Firda untuk bercanda ria, Firda mulanya masih malu-malu. Berselangnya waktu, Firda bisa menetralkan suasana itu.

Perbincangan hangat mulai memasuki obrolan sejoli itu. Kriss jauh berbeda dengan Hans, Kriss jauh lebih dewasa daripada Hans. Hans seorang yang romantis dan humoris, sedangkan Kriss? Dia sangat humoris dan dewasa menyikapi ketraumaan Firda.

Kalian ingin tahu obrolan mereka di via suara itu? Kalian penasaran? Di bawah ini obrolan receh mereka,

"Fir, gue seneng banget bisa telponan sama lo."

"Sama, gue juga seneng Kriss."

"Gue mau ngomong."

"Apa?"

"Empat bulan lagi gue mau ke Jawa Timur, gue mau konvoi club motor dari Jakarta ke sana. Sekalian gue mau ke rumah lo, gak papa, kan? Gue janji akan dateng ke sana beneran. Lo tunggu gue."

"I-iya, Kriss. Gue tunggu."

"Yaudah, ini sudah malam. Lo tidur sana, selamat malam dan beristirahat sayang, eh ... maksudnya, Fir. Hehehe."

"Iya, selamat malam juga, Kriss."

Firda mematikan via suara itu, pipinya merasa panas mendengarkan kalimat-kalimat Kriss. Hatinya bergejolak, atmanya merasa terbang ke atas menggapai langit.

"Sumpah! Gue seneng banget, Yaa Allah. Gue akan tunggu lo, Kriss!" jerit Firda pada sang langit.

Jantungnya berdebar-debar, ia tidak sabar menunggu. Ingin segera menuju empat bulan ke depan.

Seperti apa rupawan Kriss yang sebenarnya? Seperti apa senyumannya yang sesungguhnya? Bagaimana postur tubuh itu? Bagaimana sikap yang sesungguhnya? Firda ingin tahu itu semua empat bulan ke depan.

Firda membanyangkan jika Kriss benar-benar datang menemui Firda. Pasti gadis itu pingsan di tempat, lalu diberi napas buatan seperti di film-film. Ya, Firda sedang berhalusinasi.

"Apa sih, Fir? Bukan muhrim tolol!" ucap Firda terkekeh.

Kedua telapak tangannya memegang kedua pipinya yang panas itu, pipi merah merona itu. Tak habis-habis untuk menyimpulkan senyuman manis itu.

Firda sedang di puncak level kebahagiaan. Firda ingin berjalan di atas langit yang tergumpal awan gelap itu. Menilik bintang-bintang dan memeluk sang rembulan.

Beberapa kali Firda menghela napas lalu tersenyum, kegiatan itu terus ia lakukan sembari membayangkan suatu saat nanti.

Firda ingin melakukan hal romantis dengan Kriss seperti sepasang kekasih waktu itu, sepasang kekasih satu tahun lalu yang ia lihat. Menyandar di dada bidangnya, tangannya saling menggenggam di lutut. Sang laki-laki menghangatkan tubuh wanitanya, betapa bahagianya.

Selain itu, ia juga ingin berboncengan mesra seperti sepasang kekasih itu. Berboncengan memutari seantero kota kecil ini. Sungguh keajaiban luar biasa jika Firda dapat melakukan hal itu.

"Oke, Fir. Halunya sudah, saat lo tidur."

Kaki Firda menuruni tangga dan segera masuk kamar untuk membaringkan tulang-tulangnya. Tubuhnya juga sudah dingin terkena sumilir angin malam.

Kaki Firda menaiki ranjang dan tidur seperti biasa, berdoa sebelum tidur dan menarik selimut tebalnya. Satu menit, waktu yang cukup untuk membuat gadis itu terpejam tidur, dirinya sudah masuk ke alam mimpi.

The Difference Between Us [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang