Ternyata Yaya ...

54 9 1
                                    

"Peribahasa mengatakan, manusia mengikhtiarkan, Tuhan menakdirkan."

Hiruk pikuk kehidupan kota kecil ini mulai disibukkan dengan aktivitasnya sendiri. Banyak spesies makhluk memakai kemeja dilengkapi dengan dasi.

Hari ini semua orang harus berangkat pagi dari rumah menuju suatu tempat, entah untuk bekerja atau hal lain.

Kepulan asap mencuat dari knalpot motor yang memadati jalanan umum. Suara bel motor membisingi kota kecil ini. Jalanan begitu padat, mereka takut terlambat sehingga suara bel berbunyi terus menerus.

Firda hari ini bangun lebih pagi tanpa digugahnya oleh sang mama. Firda bangun ketika alarm berbunyi.

Semua kegiatan sebelum berangkat sekolah ia lakukan dengan penuh suka. Dia sudah tidak sabar untuk bercerita dengan Yaya.

Gadis itu sudah mengenakan dinas putih lengkap dengan atribut yang terpasang. "Ma, Pa, Firda berangkat dulu, ya. Assalamualaikum." Firda menyalami tangan kedua orang tuanya dan mencium tangan mereka.

"Wa'alaikumsalam," serempak mereka.

Firda berangkat sekolah mengendarai motor matik kesayangannya.

***

"Ya, nanti selesai upacara aku mau cerita sama kamu," bisik Firda di tengah pasukan paduan suara.

"Oke."

Mereka sudah tingkat dua, alhasil sedikit berani berbicara di dalam pasukan. Masih ada Senior tingkat tiga, jadinya mereka masih Junior. Satu langkah lagi mereka menjadi Senior yang seutuhnya.

Kalian ingat Danpol yang pernah menjungkir Firda, Yaya, dan Lili? Dia sudah lulus. Dan sekarang Danpol itu sudah dijabat oleh Taruna lain.

Danpol yang sekarang sedikit tidak galak daripada Danpol yang dahulu, galaknya minta ampun. Satu gerak-gerik sudah dibasis olehnya, si mata elang.

Rutinitas hari Senin setelah upacara selesai, dilakukan dengan penuh kedongkolan. Mereka harus push up, yel-yel, dan masih banyak lagi.

Dua jam bukan waktu yang sebentar untuk berdiri, akhirnya upacara selesai. Kaki-kaki mereka bisa saja kejang jika tidak terlatih.

Bel masuk sudah berbunyi, tetapi Dosen belum masuk ke kelas. Semua Taruna/i bersyukur, mereka memanfaatkan momen itu dengan berbagai macam, ada yang bermain game, dan ada juga yang sekadar berbincang.

Mata Firda menyoroti pandangan di luar kelas, ia menilik apakah Dosen itu benar-benar tidak masuk kelas atau akan segera masuk dengan tiba-tiba. Benar adanya, Dosen itu tidak menampakkan wujudnya.

"Kamu cari siapa sih, Mbar? tanya Lili. Mata Firda tersorot seperti sedang mencari seseorang.

"Dosen."

"Belum masuk, tumben nyari? Sekarang tertib amat jadi Taruni?

"Ke bangkunya Yaya, yuk?"

"Ogah!" Lili menolak mentah-mentah ajaknya Firda.

Alasannya sudah jelas, ia menolak karena di sana ada Satya. Jika dirinya bercengkrama dengan Satya pasti adu mulut, mengalahkan perdebatan pilpres.

The Difference Between Us [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang