Apa Yang Terjadi?

133 8 0
                                    

"Bisa saja yang kau anggap sebagai teman itu menjadi musuhmu sendiri. Mereka iri padamu, mereka baik di depan ceritamu, tapi buruk di belakang ceritamu."

Di tengah suasana hati kelabu, gadis itu harus tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang pelajar-Taruni. Menjalani kehidupan dengan kemonotan.

Sial! Firda terlambat, ia berangkat sekolah kesiangan. Alhasil ia berkutat dengan kemacetan jalan seantero. Ia berdecit kesal. Ia telat bangun, dikarenakan lelah memainkan drama semalam.

"Mampus, gue telat dan siap-siap dihukum sama Danpol," lirih Firda.

Gadis itu menunggu apel pagi sampai selesai di gerbang sekolah yang dijaga oleh Satpam. Bibir gadis itu manyun beberapa senti dengan kedua tangan melipat ke depan.

Satu jam, satu jam gadis itu masih berdiri di depan gerbang. Satu jam lebih satu menit, baru Firda bisa masuk. Gerbang sekolah terbuka lebar, bukan hanya gerbang sekolah saja. Tetapi gerbang kematian Firda, ia harus berurusan dengan Danpol.

Dia akan dihukum dan pertanyaan beribu-ribu akan ditimpanya, seperti interview pekerjaan.

Tatapan Danpol begitu tajam, manik-maniknya beradu sengit dengan netra Firda. Firda ingin memalingkan wajahnya, tetapi perbuatan itu justru akan membuatnya terjerumus lubang masalah yang besar lagi.

"Kenapa bisa telat?!" tanya pekik Danpol, ia meninggikan nadanya.

Nada yang tinggi itu membuat bahu Firda naik, ia kaget dengan suara itu. Bagaimana tidak kaget? Coba bayangkan, tiba-tiba kamu dibentak oleh Pak Polisi ketika mengendarai motor di jalan, kaget'kan? Takut kena tilang, kan? Itulah yang dirasakan Firda saat ini.

Teman satu batch-nya sudah masuk kelas, tinggal dirinya dan Danpol saja yang berada di lapangan. Sejak kemarin, hari-hari Firda sangat menyebalkan, tidak bersahabat dengannya.

"Siap macet, Pol," jawab Firda dengan nada biasa.

"Macet? Makanya kalau berangkat lebih pagi! Kenapa gak berangkat pagi?!"

"SIAP SAYA TELAT BANGUN, POL!" jawab Firda dengan nada semakin tinggi.

Perasaan kesal semalam masih ia rasakan, ditambah dengan keadaan ini. Firda harus berhadapan dengan si kandang harimau. Mata Firda menyorot tajam memandang lukisan wajah manusia yang berdiri tepat di depannya sepuluh senti itu.

Wajah Danpol semakin melekat ke wajah Firda, Firda menelan ludah susah payah. Ia gugup jika Danpol semakin mendekat ke wajahnya, bukan karena hatinya bergejolak suka, tetapi ia takut. Firda merasa jika riwayat hidupnya sudah habis, digenggam oleh Danpol. Bunuh saja sekalian Firdanya!

"Ma-maaf, Pol." Kaki Firda mundur-mundur dan membuang mukanya ke kiri.

Danpol tertawa puas melihat salah tingkahnya Firda. "Haha, kamu pikir saya nafsu denganmu? Tidak sama sekali! Sekarang push up seratus kali!"

Firda menghela napas. "Siap iya, Pol."

"Perhatian, SIAP GRAK! HADAP SERONG KIRI GRAK! AMBIL SIKAP TURUN!" perintah Danpol.

"TURUN!" jawab Firda.

"Push up mulai! Hitung sendiri, jangan curi-curi."

Danpol enyah dari sana, ia mengamati push up Firda dari kejauhan. Danpol tidak akan meninggalkan gadis itu, ia bertanggung jawab untuk mendisiplinkan Taruna/i. Kalau ditinggal ke kelas, pasti gadis itu akan curang.

Dalam hati Firda menyerapahi Danpol, mengutuknya habis-habisan. "Danpol gilak! Ganteng kagak, tapi kelakuannya jamet! Sok-sokan dekat-dekat, emang gue cewek apaan? Ending-nya juga gue disuruh push up! Gue sumpahin lo jatuh!"

The Difference Between Us [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang