10

8.4K 432 46
                                    

Alano berniat mengajak Marybel untuk pergi jalan - jalan karena ia tahu gadis itu sedang tidak baik - baik saja. Dia tak ingin menyinggung masalah semalam. Dia hanya ingin Marybel tersenyum lebar dengan gaya merengutnya yang khas ketika ia marah.

"Bels apakah kau akan melakukan sesuatu nanti malam ?" Marybel tampak berpikir keras sambil mengunyah makanannya

"Ah... Kau tahu aku sibuk kan ?" Marybel tersenyum cerah.

"Benarkah ?" Alano memastikannya.

"Jelas - jelas aku menganggur !" Marybel menggertak Alano pelan menggunakan pisau yang ia bawa untuk memotong daging. Alano tertawa melihat Marybel yang sudah kembali seperti semula.

"Nanti malam akan ada Festival Salsa di tepi pantai. Disana akan ramai orang berjualan dan parade api. Aku rasa kita harus pergi kesana."

"Tapi kau sibuk."

"Tidak jika kau mau ikut." Marybel mengangkat satu alisnya mendengar Alano selalu memberi kode kepadanya.

"Baiklah aku ikut. Tapi kau harus meminjamiku ponselmu." Marybel memajukan kepalanya sedikit sambil tersenyum. "Untuk apa jika boleh tahu ?" Tanya Alano dengan tenang sambil memakan rotinya.

"Aku harus menelepon temanku di New York. Sejak pertama kali datang kemari aku belum memberinya kabar."

"Christina ?"

"Bagaimana kau tahu ?" Marybel menyelidik. "Kau menyebutkan nama itu ketika kita bertengkar di motelmu."

"Ah... Jadi kau masih mengingatnya." Marybel mengangguk paham kemudian memotong dagingnya lagi untuk dimakan.

"Aku pengingat yang baik. Hal - hal kecil sekalipun, aku tetap memperhatikan." Jawab Alano dengan bangga. Marybel tertawa sinis melihat lelaki itu yang mulai memperlihatkan sisi arogannya.

"Lalu bagaimana kau bisa lupa memakai bajumu semalam ?" Bagus, Marybel sedang mengarahkan bendera perang pada Alano. Lelaki itu meletakkan rotinya dan memandang Marybel dengan tajam.

"Setiap hari aku tidur dengan telanjang." Sekarang giliran Marybel yang terkejut.

"Oh... Baiklah." Marybel tak membalasnya lagi, takut sewaktu - waktu lelaki itu marah dan mengusirnya dari rumahnya.

"Memang kemana ponselmu sehingga kau harus meminjam ponselku ?" Tepat ketika Alano bertanya demikian, Marybel mengeluarkan ponselnya dari saku. Dia mengangkat ponselnya dan menunjukkannya pada Alano, membuat lelaki itu memicingkan matanya.

"Aku menjual ponsel lamakuku untuk membeli tiket pesawat kemari. Seharusnya aku bisa mengubungi Christina melalui Skype tetapi laptopku... Kau tahu sendiri bagaimana sekarang nasibnya. Ponsel yang kupegang sekarang adalah ponsel baruku yang kubeli semata - mata untuk bisa menghubungi beberapa orang yang ada di Bergamo." Marybel menjelaskannya dengan rinci. Alano tak percaya jika Marybel menggunakan ponsel yang masih memiliki tombol angka 1 - 9 dengan layar yang super kecil.

"Baiklah." Hanya itu respon Alano. Mereka kembali makan dengan tenang.

***

Marybel sedang membersihkan meja riasnya ketika Alec tiba - tiba masuk ke kamarnya. Pria paruh baya itu bisa masuk dengan mudah karena Marybel memang membuka pintu kamarnya sejak tadi. Lelaki itu tak banyak bicara. Dia hanya mengetuk pintu kemudian menyerahkan satu ponsel yang sudah diberi case beserta dengan adaptor pengisi daya. Alec  meletakkannya di atas nakas.

"Untuk apa ini ?" Marybel berjalan menghampirinya. "Alano menitipkannya padaku. Ini untukmu."

"Terima kasih." Kemudian Alec pergi dari hadapannya. Marybel mengambil ponsel itu. Dia sangat takjub melihat benda itu karena dia tahu harganya sangat mahal. Gadis itu segera menyalakan ponselnya dan menemukan ada satu pesan.

POSSESSION : Legacy of MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang