8

8.2K 462 12
                                    

Marybel merapikan bajunya yang ia tata di lemari. Dia mendapat kamar di lantai dua, tepat di atas kamar Alano. Sebenarnya Alano ingin Marybel menempati kamar yang berada di sebelah kamanya tetapi gadis itu bersikukuh ingin kamarnya yang dulu ia tempati jadi lelaki itu membiarkan saja apa yang dikehendaki oleh Marybel, yang penting perempuan itu tak pergi dari mansionnya.

Marybel rindu sekali dengan kamarnya. Kamar ini berada di sisi belakang mansion, menghadap langsung ke hutan yang sangat rimbun. Dia dulu suka melukis di balkon. Dengan pemandangan hutan, dia berkreasi banyak hal dengan imajinasinya.

"Bels, apa kau sudah makan ?" Alano tiba - tiba saja masuk ke dalam kamarnya. Marybel hanya menoleh sebentar, kemudian dia fokus lagi pada lemarinya.

"Belum. Aku belum makan sejak kemarin siang."

"Mengapa kau tak makan ?"

"Kau tahu alasannya." Marybel bangkit sambil menatap mata Alano sesaat. Dia mengambil sebuah lukisan dari dalam lemari dan menggantungkannya pada dinding. Alano memperhatikan gerak gerik gadis itu seksama.

"Apa kau menyukai lukisan ?" Tanyanya berusaha ingin tahu. "Aku suka melukis, ini adalah hasil lukisanku. Lukisan favorit yang pernah kubuat." Ujarnya dengan bangga. Alano memperhatikan lukisan cantik itu. Lukisan itu abstrak hampir tak berbentuk. Hanya ada sentuhan warna hijau dan putih yang dikombinasikan dengan warna coklat.

"Apakah ini hutan?" Tanya Alano hati - hati. Marybel langsung menatapnya tajam dan tak kunjung melepas pandangannya dari Alano. Lelaki itu langsung terdiam, berjaga jika dia salah mengeluarkan kalimat.

"Maaf jika aku salah menebak." Kata Alano pelan.

"Kau orang pertama yang bisa menebak ini lukisan apa." Marybel tersenyum kecil. Mata Alano membulat sempurna. Dia terpaku tak tahu harus mengatakan apa.

"Lucas pernah berkata jika lukisanku aneh. Aku bilang ini lukisan abstrak, sepertinya dia tak paham apa itu abstrak. Lukisan ini sudah dilihat banyak orang karena dulu aku memajangnya di rumahku yang berada di Roma. Tetapi tak ada yang bisa menebak ini lukisan apa." Gadis itu tertawa sendiri. Alano ikut tertawa juga.

"Tapi hebatnya kau bisa menebak lukisan ini dengan mudah." Marybel menepuk pundak Alano pelan kemudian berbalik menuju meja riasnya. Dia mengambil karet gelangnya dan menguncir rapi rambutnya.

"Bels, aku rasa aku tahu apa kekuranganmu." Alano berkata begitu saja yang membuat Marybel menoleh.

"Apa ?" Ujarnya dengan tenang.

"Kau sulit mengungkapkan perasaanmu pada orang lain. Ayahku adalah orang seperti dirimu dan dia hanya memiliki sedikit empati." Marybel mendengarkannya dengan seksama.

"Tapi bukan berarti kau sama dengannya." Alano menambahi. Dia tak ingin gadis itu merengut lagi kemudian memukulinya.

"Aku tahu." Marybel menyahutnya dengan cepat. Perempuan itu mendekati Alano dan memeluknya begitu saja. "Tapi aku masih memiliki empati pada orang lain." Marybel melepas pelukan itu sambil tersenyum. Dia keluar dari kamarnya, meninggalkan Alano yang masih berdiri terpaku di tempatnya.

Apakah Marybel baru saja benar - benar memeluknya ?

***

Marybel turun untuk memasak di dapur. Dia mengambil daging dari kulkas lalu memanggangnya di atas griller. Steak adalah ide yang bagus untuk dimakan saat ini. Bertepatan saat itu juga, Alano turun dan menghampiri Marybel yang berada di dapur. Gadis itu tersenyum sambil menata dua piring di atas meja pantry.

"Duduklah, aku memasak steak untukmu." Alano duduk disana sambil tersenyum lebar. Dia memperhatikan Marybel dengan celemeknya yang bermotif bunga - bunga. Dia tampak sangat ceria siang ini.

"Apa kau bisa memasak ?" Godanya yang disambut tawa oleh gadis itu. "Kau tahu aku mengurus diriku sendiri di Amerika." Marybel mengangkat satu alisnya. Tiba - tiba Alano tertarik akan sesuatu yang belum pernah dicerikatan Marybel kepadanya.

"Ceritakan padamu bagaimana kau bisa ke Amerika dan bagaimana hidupmu disana."

"Well..." Marybel menaikkan kedua bahunya sambil tertawa.

"Ada apa memangnya ?" Alano ikut tertawa.

"Aku berkata pada Lucas jika aku ingin kuliah, awalnya dia tak memberi izin but who's the hell care about it. " Sekali lagi, wanita itu tertawa.

"Aku mengambil formulir dan mengikuti ujian masuk Universitas Columbia dan aku diterima. Aku pergi begitu saja ke New York tanpa pamitan pada siapapun dan aku tak pernah pulang sama sekali. Aku bekerja paruh waktu disana dan membayar uang kuliahku sendiri." Marybel menjelaskannya secara garis besar. Alano mendengarnya dengan seksama dan kepalanya mengangguk - ngangguk.

"Aku dulu juga kuliah."

"Biar kutebak, kau kuliah di Sapienza ?"

"Bagaimana kau tahu ?" Marybel tertawa lepas melihat ekspresi Alano yang kebingungan. Lelaki itu menghampiri Marybel dan menggelitiki perutnya. "Hei kau tahu darimana ?" Alano menanyakan hal itu berulang kali tetapi Marybel masih tak mau menjawabnya. Gadis tetap mempertahankan tawanya karena Alano terus menggelitikinya.

"Kakakku pernah berkata "Untuk apa kau kuliah ? Lihatlah Alano Moresetto. Dia kuliah tetapi tetap saja dia menjadi mafia."  Kira - kira begitu."

"Jadi kakakmu sering membicarakan aku ? Benar begitu ?" Alano tak berhenti menggelitik Marybel hingga gadis itu terengah - engah karena terlalu lama tertawa.

"Aku hanya mendengar beberapa hal saja Ya Tuhan !" Marybel berhasil lari dari pelukan Alano. Gadis itu keluar dari dapur dan berlari menuju taman. Alano tak serta merta melepaskannya begitu saja. Dia tetap mengejar Marybel menuju taman belakang dan menoleh ke sekelilingnya. Semuanya tampak hening. Tak ada tanda - tanda keberadaan gadis itu. Sekali lagi Alano menolehkan pandangannya mencari ke setiap titik, barangkali ada yang terlewat dari pengelihatannya. Namun benar - benar tak ada siapapun disana.

"BWAAA !!!" Marybel loncat begitu saja ke punggung Alano yang membuat lelaki itu terkejut.

"Kau rupanya !" Marybel tertawa melihat tubuh Alano yang bergetar karena keterkejutannya sendiri. Dia langsung menggendong gadis itu untuk memasuki mansion.

"Sepertinya dagingmu gosong karena kau meninggalkannya."

"Siapa bilang ? Aku sudah mematikan grillernya. Dagingnya sudah matang jadi tinggal memindahkannya ke piring." Alano menurunkan Marybel tepat di atas kursi. Lelaki itu terengah - engah. Rupanya tubuh Marybel tak seringan yang ia kira.

"Kau payah." Ejek Marybel dengan tawanya yang tertahan. Alano memelototi gadis itu sambil memindahkan daging dari griller.

"Aku tidak peduli. Kau memang berat." Alano menggeserkan sepiring steak ke arah Marybel. Gadis itu langsung melahap makanannya.

"Besok aku akan pergi ke Sisilia. Ikutlah bersamaku." Marybel langsung menghentikan acara mengunyahnya. Dia memandang tajam ke arah Alano dengan garpu yang ia angkat ke atas.

"Aku tak akan pergi kemana - mana."

"Baiklah jika kau lebih memilih disini bersama anak buahku. Mereka semua lelaki jadi..."

"Persetan baiklah aku ikut denganmu !" Marybel membanting pelan garpunya. Alano tertawa kecil melihat Marybel yang mulai merengut. Tangannya terulur untuk mengelus pipi Marybel. Gadis itu terkejut, namun tak berusaha memberontak sama sekali. Dia malah menatap mata Alano yang membuat dirinya sendiri canggung.

"Cantik sekali." Alano tersenyum kemudian melepaskan tangannya dari pipi Marybel. Dia makan dengan tenang di meja pantry.

Sedangkan Marybel ? Jantungnya masih berdegup kencang. Perasaan yang sudah lama tak ia rasakan, terakhir kali saat ia masih bersama Hardin di semester 7.

POSSESSION : Legacy of MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang