SATU

98 8 2
                                    

Happy Reading

Sinar matahari telah menyambut pagi yang cerah. Menghirup udara yang belum terkena polusi begitu segar di indera penciumannya. Mendengar kicauan burung di langit membuatnya lebih bersemangat dibandingkan hari-hari sebelumnya.

Deandra berdiri di depan kaca yang berukuran cukup besar dengan seragam SMA yang melekat di tubuh rampingnya. Ia merapikan rambutnya yang dibiarkan tergerai menutupi punggung dan tidak lupa memakai lipbalm agar tidak seperti mayat.

Dilihat penampilannya yang sudah sempurna, dia meraih tas yang ada di atas kasur. Melangkahkan kaki menginjak anak tangga menuju ruang makan untuk sarapan bersama. Dia melihat bunda dan ayahnya sedang mengobrol sesekali tertawa.

"Pagi, bunyah." Deandra mengecup kedua pipi orangtuanya masing-masing.

Note: Bunyah adalah panggilan untuk bunda dan ayah.

"Pagi, sayang," kata Maya, bundanya.

"Kamu mau roti atau ..." lanjut Maya.

"Roti aja, bun," kata Deandra memotong perkataan Maya.

Saat mereka sedang sarapan, terdengar suara bariton pria yang memanggil namanya berulang kali sambil mengetuk pintu. Dia sangat yakin kalau manusia diluar adalah sahabat kecilnya yang datang untuk menjemput dan pergi ke sekolah bersama.

"Dea berangkat dulu ya. Bodyguard udah dateng, assalamualaikum," katanya seraya meraih punggung tangan kedua orangtuanya.

"Waalaikumsalam, hati-hati di jalan. Belajar yang bener, jangan adu bacot mulu sama Elvan," kata Pram, ayahnya yang dibalas anggukkan kepala.

Deandra membuka pintu dari dalam dan menemukan sahabatnya tengah berdiri dengan tangan yang menyilang di dada. Dia bergidik ngeri ketika Elvan menatapnya dengan tatapan tajam seolah-olah akan membunuh mangsanya dalam sekejap.

"Ngapain aja sih di dalem, lama banget jadi cewek," kata Elvan.

"Sabar kali, Van, setiap manusia itu butuh energi apalagi gue bakal menghadapi manusia macam lo," balas Deandra.

Dengan angkuhnya, cowok yang ada di hadapannya menadahkan tangan meminta sesuatu dari dirinya. Mengerti dengan kelakuan sahabatnya itu, dia memasukan roti yang sudah dimakan setengah ke mulut Elvan dengan kasar sebab gemas.

"Awas ya lo gue bales nanti, tunggu aja," katanya mengancam.

"Bodoamat gue gak takut," Deandra menjulurkan lidahnya. "Udah ah ayo capcus, keburu telat diomelin Pak Somay nanti," lanjutnya.

Tidak butuh waktu lama, mereka pun tiba di sekolah. Deandra segera turun dari motor Elvan, lalu berlari ke toilet untuk memuntahkan isi dari perutnya yang tidak bersahabat. Ini semua karena ulah sahabatnya yang mengemudikan motornya dengan kecepatan tinggi seperti orang yang dikejar-kejar dept collector.

Bukannya menolong atau semacamnya, cowok itu malah menertawakan kondisinya sekarang. Ini adalah definisi dari kata sahabat yang sesungguhnya. Disaat sedang susah bukannya menolong, dia malah tertawa begitu puas melihat penderitaannya.

"Van, kepala gue pusing banget. Banyak burung yang muter-muter di kepala gue," kata Deandra menggenggam tangan sahabatnya.

"Udah deh gak usah drama. Bilang aja lo mau gue gendong kan kayak di cerita wattpad. Hayo ngaku," kata Elvan sambil menoel-noel pipi Deandra.

"Serius, gue lagi gak bercanda," kata Deandra.

"Ayo ke kelas. Kita udah telat, bisa-bisa dihukum Pak Somad karena ketauan ada disini." Elvan menarik tangan Deandra menjauh dari toilet.

I Still love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang