08. Masa Lalu

300 44 11
                                    

Happy Reading
Maaf untuk typo yang bertebaran

Siulan menggema setelah pintu tertutup, rumah yang sepi sudah hal biasa bagi Heeseung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Siulan menggema setelah pintu tertutup, rumah yang sepi sudah hal biasa bagi Heeseung. Ia bersiul sesekali bersenandung sembari memutar-mutar kunci motornya memasuki rumah, langkahnya terhenti begitu melewati kamar sang adik dengan pintu terbuka lebar.

Alisnya terangkat, masih bersiul-siul ia memundurkan kepala, niatnya untuk mengintip apa yang tengah adiknya kerjakan. Akan tetapi, ia tak menemukan keberadaan sang adik membuatnya berhenti bersiul.

Karena penasaran, ia melangkah mundur untuk masuk ke kamar sang adik, walaupun ia yakin akan kena omelan. Ia terus melangkah menjelajahi kamar sang adik, yang sebenarnya sama saja, tidak ada yang berubah karena ia sering masuk kamar Ara hanya sekedar menjahili sang adik.

Heeseung mengerucutkan bibirnya, merasa tak ada yang aneh, hanya saja pintu kamar yang dibiarkan terbuka. Saat Heeseung ingin melangkah keluar kamar, suara musik terdengar membuatnya tersentak kaget bahkan sampai berpegangan pada gagang pintu.

Ia membalikkan tubuh, mencari asal suara yang ternyata dari ponsel adiknya yang dibiarkan di kasur. Suara panggilan terhenti, tetapi kembali terdengar membuat Heeseung penasaran, mungkin panggilan penting juga. Pikirnya.

Heeseung kembali masuk untuk memastikan panggilan telepon milik adiknya, ia berdecak mendengar sang penelepon yang tak sabaran, "Buset napa sih, kek kebelet berak aja nelponinnya," cibirnya lalu mengambil ponsel sang adik.

Bibirnya membulat dengan kepala sedikit mundur melihat berapa panggilan tak terjawab, namun ekspresinya perlahan berubah setelah membaca nama yang tertera, rahangnya seketika mengeras, tak lama ponsel adiknya kembali bersuara, masih dengan nama yang sama.

Heeseung terdiam sejenak sebelum menerima panggilan tersebut, ia menunggu apa yang ingin dikatakan musuhnya itu, namun setelah menunggu beberapa menit ia tak juga mendengar apapun.

Heeseung menjauhkan ponsel adiknya melirik ponsel adiknya dengan kening mengernyit, baru saja ia hendak mematikan sambungan telepon, dari sebrang terdengar suara manusia yang paling ia benci.

Heeseung memutar bola matanya jengah, "Gak!" jawabnya singkat lalu mematikan panggilan telepon, ia menatap ponsel adiknya, ingin sekali membuka dan mencaritahu apa hubungan sang adik dengan musuh bebuyutannya itu.

"MALING!" 

Heeseung terperanjat hingga ponsel Ara terlempar dari genggamannya, ia pasang kuda-kuda dengan tangan terkepal siap meninju. Namun, saat berbalik badan ia malah melihat adik kembarannya tengah tertawa dengan kantung plastik di lengannya.

Heeseung berdecih, ia melangkah keluar lalu menendang bokong Ara sebelum lari terbirit-birit memasuki kamarnya. Ara yang melihat itu hanya mengendus kesal, ia melangkah masuk lalu melihat ponselnya yang hampir jatuh dari kasur.

ᴇxᴘʀᴇssɪᴏɴ ; HRJTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang