06. Waktu Berdua

315 54 9
                                    

Happy Reading
Maaf untuk typo yang bertebaran

Renjun menghentikan motornya ketika melihat Ara tengah berdebat dengan seseorang yang ia kenal, Heeseung. Ternyata dugaannya benar, Ara memanggil Heeseung untuk menjemput. Renjun memilih berhenti di halte yang tak begitu jauh dari keberadaan Ara dan Heeseung.

Ia memperhatikan Ara dan Heeseung, entah keduanya memperdebatkan apa, sampai tiba-tiba saja Ara memukul helm Heeseung. Renjun menahan tawanya, bukan karena Ara yang memukul Heeseung, tetapi gadis itu harus sedikit tergingkat.

Tawa Renjun perlahan terhenti, kini rahangnya mengeras saat Heeseung menoyor kepala Ara lalu memberikan jari tengah tepat di hadapan gadis itu.

"Yeuh ... dongo!" hardik Ara lalu ikut mengangkat jari tengahnya ke arah Heeseung yang sudah sedikit jauh, tetapi tetap mengarahkan jari tengah pada Ara.

Renjun merasa kesal melihat keakraban Ara dan Heeseung, kemudian berpikir bagaimana ketika mereka berdua berpacaran. Apakah seperti Haechan dengan kekasihnya saat SMP dahulu?

Renjun menggelengkan kepala, menarik kembali kesadarannya lalu melajukan motornya mendekati Ara yang duduk di kursi milik penjual kopi keliling.

"Ini pasti pacarnya ya, Neng," celetuk penjual kopi tersebut, Ara tertawa canggung lalu menghampiri Renjun.

"Iya, pak," sahut Renjun kemudian tertawa saat Ara memukul bahunya.

Para pedagang itu tertawa, "Kak ..." rengek Ara, ia cukup malu dengan sahutan Renjun. Lelaki itu perlahan menghentikan tawanya lalu menatap Ara.

"Mau di sini aja atau jalan ke mana gitu?" tanya Renjun membuat Ara mengerutkan kening.

"Kan kakak yang ngajak ketemu, baru mau nanya ada apa," pertanyaan Ara membuat Renjun tersenyum.

"Mau ngajak malam mingguan, yuk naik," ajak Renjun lalu menurunkan step motor untuk memudahkan Ara.

Ara yang hendak membungkuk untuk menurunkan step motor terdiam melihat tangan Renjun lebih cepat darinya. ia terpaku sejenak menatap step motor.

"Ra? ayok," titah Renjun menyadarkan Ara, gadis itu mengangguk kikuk lalu menatap tangan Renjun yang terjulur.

Ara menahan senyumannya sebelum menggenggam tangan Renjun untuk memudahkan dirinya naik ke motor lelaki itu.

"Duluan, pak," pamit Renjun pada penjual kopi yang masih memperhatikannya.

"Iya mas, jagain pacarnya mas, tadi kata abangnya," sahut penjual kopi yang tidak terdengar oleh Renjun karena suara motornya.

Hembusan angin malam membuat rambut Ara yang terurai menari-nari, gadis itu dengan susah payah memegangi rambutnya.

Salahkan dirinya karena tidak membawa kunciran. Lagipula, ia tidak menyangka akan berkeliling naik motor bersama Renjun.

ᴇxᴘʀᴇssɪᴏɴ ; HRJTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang