[ L ]

791 98 40
                                    

Sebulan setelah dirinya bertemu Winwin dan Jaemin, dia kembali menjalani aktifitas nya seperti biasa.

Tapi sungguh, kondisi Jaehyun lebih buruk daripada sebelum dia berlibur ke Perancis. Parara pegawainya dibuat bingung, dikala semua orang yang pergi berlibur dan pulang menjadi lebih segar, berbeda dengan atasan mereka ini.

Bahkan Taeyong sampai menyerah untuk berhubungan dengan Jaehyun yang seperti patung jika dia ajak berbicara, akhirnya hubungan mereka pupus seminggu setelah Jaehyun kembali ke Korea.

Jaehyun tak pernah mendapat kabar tentang istri dan anaknya, membuat seorang Jaehyun yang dingin tak tersentuh, menangis setiap malamnya.

Perbuatan jahatnya, membuat keluarganya tak lagi mempedulikan dirinya, begitu pikir Jaehyun.

Dia sadar, dia tak bisa dimaafkan. Tapi bolehkan dia berharap sedikit? berharap mereka kembali ke pelukan dirinya. Ah rasanya tidak mungkin, mungkin dirinya sudah tak waras, berkhayal suatu yang tak mungkin bisa terjadi.

Pria yang baru mencukur bulu-bulu halus diwajahnya, sedang duduk di kursi besar kebanggaannya, dulu.

Setiap hari dirinya melewati jam makan siang, seperti sekarang ini. Hanya menatap aktifitas para manusia di bawah itu, sedangkan pikirannya entah melayang ke mana.

Pintu ruangannya pelan-pelan terbuka, namun Jaehyun tetap tidak membalikan kursinya. Dia pikir itu hanya sekretarisnya yang membawa berbagai macam laporan untuk dia tanda tangani.

Tapi setelah suara lembut yang memanggilnya dengan sebutan yang tak pernah dia bayangkan lagi, kini ada dibelakangkan.

Jaehyun membalikan kursi besarnya, lalu berdiri berjalan perlahan mendekati sosok tersebut.

"Papa" panggil suara itu lagi. Apakah Jaehyun sedang berhalusinasi lagi? tolong bangunkan jika iya. Tapi jika dirinya berhalusinasi, ini terlalu nyata. Bahkan dirinya dapat mengelus surai lembut itu.

"Jaemin?" ucapnya dengan suara bergetar, mata yang berkaca-kaca, siap untuk menumpahkan air mata. Yang dipanggil mengangguk, sambil tersenyum lebar dengan air mata yang juga turun deras.

Tangan kecil melingkar dipunggung tegap Jaehyun dan dibalas oleh pria berdimple tersebut, ayah dan anak itu saling menyalurkan perasaan rindu mereka.

"Jaemin rindu papa" lirihnya yang masih terdengar oleh Jaehyun.

"Papa juga rindu Jaemin"

Seorang pria manis lainnya menangis dan tersenyum bahagia, melihat kedua pria kesayangannya melepaskan ego mereka.

Tak butuh waktu cepat untuk meyakinkan Jaemin, meyakinkan dirinya untuk menemui sang papa.

Jaemin pada dasarnya keras kepala, tak mau begitu saja. Tapi setiap malam, si anak tunggal tersebut, sering menyebut kata 'papa' dalam tidurnya.

Akhirnya, dia tak kuat juga menahan rindunya, dan dengan senang hati, Winwin mengantarkan sang anak ke papanya.

oOo

"Bolehkan Jaemin menginap dirumah papa?" tanya Jaemin disela-sela percakapan yang hanya didominasi oleh ayah dan anak itu, sedangkan Winwin sesekali menimpali.

"Rumah papa, rumah mu juga Jaemin" jawab lelaki yang sekarang tampak berbeda dari beberapa jam yang lalu, seperti ada energi baru yang mengisi dirinya.

"Yeyy! terima kasih papa" riang Jaemin, membuat kedua orangtuanya terkekeh. Jaemin tetaplah anak kecil bagi mereka, tak peduli anak itu sudah menduduki bangku perkuliahan.

"Eum Winwin kau bagaimana?" tanya Jaehyun gugup, sebab sedari tadi mereka tak terlibat percakapan apapun.

Merasa namanya dipanggil, Winwin mengadahkan wajahnya yang langsung bertemu dengan mata tegas tetapi indah milih suaminya, mungkin. Secara mereka belum bercerai.

Reality [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang