Chapter I: The Top (Part IV)

20 3 0
                                    

Mereka sedang bercanda? 

Aku kembali memastikan dengan seksama apa yang sedang ada persis di depan kedua bola mata hijauku. Memang cukup langka untuk orang Indonesia memiliki bola mata berwarna hijau, tetapi ayolah! Sekarang bukan saatnya membahas bola mataku.

Memang pada awalnya aku tak tertarik sama sekali dengan sekolah ini. Tapi dengan tes pertama untuk menentukan kelas mana yang akan dihuni selama 3 tahun ke depan, harus kuakui bahwa sekolah ini punya cara menarik untuk mengelompokkan murid-murid didikannya ke dalam kelas. Ini membangkitkan gairahku. Bukan untuk membuktikan ke siapapun, ataupun untuk mendapatkan kelas terbaik, aku tak butuh itu. Aku hanya... Bersemangat. Sudah lama aku tak melakukan hal yang aku suka seperti ini. Jadi mungkin tes ini bisa menjadi sarana untukku melepas semua stress yang telah kupendam sejak lama. Sejak kedatanganku pertama kali di RAM, aku nyaris tak pernah bersemangat melakukan apapun. Namun sekarang ceritanya berbeda.

Baiklah, ayo kita mulai. Lamunan tadi secara sukses menggerogoti 2 menit waktu yang kupunya untuk menyelesaikan tes ini. Aku mengangkat kertas itu sambil menimang-nimangnya. Agak berat dari ukuran kertas HVS yang biasanya. Aku menyempatkan melihat sekelilingku. Beberapa ada yang bengong, beberapa ada yang mulai menulis. Entah apa yang ada di pikiran mereka dan di kertas mereka. Tebakanku, mereka mencoba membuat essay apa yang menarik dari sekolah ini, dan "menjual" diri mereka untuk meyakinkan pihak sekolah agar menempatkan mereka di kelas terbaik.

Tunggu...

Sepertinya aku pernah melihat ini sebelumnya. Dahiku mengernyit mencoba mengingat dan tangan kananku menggoyang-goyangkan kertas yang tak tahu harus kuapakan. Ah! Aku pernah menonton film yang hampir sama tesnya dengan yang sedang aku alami sekarang. Film yang berjudul "Exam" yang berisikan tentang beberapa orang yang ingin mengikuti tes untuk mendapatkan posisi kerja tertentu di suatu perusahaan besar. Lalu mereka diberikan lembaran kosong, persis dengan apa yang aku alami saat ini. Aku cukup yakin mereka terinspirasi dari film itu.

Tetapi sepertinya mereka melakukan sedikit perubahan. Yang aku ingat, akhir dari film ini adalah satu orang menyerahkan lembar kosong ke pengawas ujiannya, dengan menjawab "Tidak", karena pertanyaan yang sebenarnya adalah sesaat sebelum pengawas ujiannya memulai tes nya, dia bertanya "Apakah ada pertanyaan?". Dan sejauh yang aku ingat, mereka tidak mengajukan pertanyaan itu sebelum tes ini dimulai.

Pengawas di sebelah kananku menoleh ke arahku, seraya menyeringai sambil membetulkan dasi biru laut yang terlihat usang. Mungkin itu warisan ayahnya yang sudah dipakainya selama satu dekade ini. Oke, Fokus! Sampai detik ini, aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Tes ini memang sangat menantangku, walau begitu aku tidak punya sedikitpun petunjuk untuk mengerjakannya. Tak ada yang aneh dari kertas ini. Hanya kertas biasa yang bersih dan tidak ada cacat sedikitpun. Kertas yang... Tunggu dulu. Sepertinya aku tahu maksud tes ini.

"Waktu habis!! Apapun yang sedang kalian lakukan, berhenti sekarang juga!" Teriak Profmat mengingatkan kami.

Semua murid pun langsung menghentikan semua pekerjaannya, termasuk aku. Profmat dengan mulut terkunci melakukan kontak mata dengan staff dan guru, memberi semacam kode disertai anggukan mereka. Beberapa murid menghembuskan nafas lelah, seolah ini adalah 15 menit paling menegangkan bagi mereka. Beberapa lagi terlihat ragu dengan apa yang telah mereka kerjakan, sedangkan aku memilih bersikap minoritas: terkekeh.

Kekehanku menyebabkan seisi gedung ini menjelit ke arahku.

"Ada yang lucu, anak muda?" Tanya Pak Raden.

Mulutku hendak menjawab, tapi entah kenapa suaraku tercekat. Aku merasa terintimidasi dengan suaranya. Hanya dengan suaranya. Aku bahkan tak berani menatapnya. Orang ini benar-benar mempunyai wibawa yang di atas rata-rata.

1%Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang