Chapter II: The Law & Order (Part III)

15 3 0
                                    

"Kalian dengar? Kita mendapatkan uang jajan 10 juta dalam satu bulan. 10 JUTA! Aku bahkan tak tahu harus menghabiskannya bagaimana!" Seru Afles ketika pak Dendi menutup pintu kelas.

Afles berdiri dengan mata berbinar dan berseru kepada siapa saja yang mendengar. Para murid yang lain menjawab seruan ini dengan sorakan. Setelah sesi kelas bersama bu Risna tadi, Profmat dan pak Dendi masuk mengajarkan matematika dan retorika secara berturut-turut selama 3 jam.

"Aku bahkan tidak pernah punya uang lebih dari 2 Juta seumur hidupku." Tutur Fuad menanggapi Afles.

"kamu mengatakannya seolah kamu sudah berumur setengah abad, Fuad. Kita baru saja masuk SMA. Wajar saja kamu tidak pernah punya uang sebanyak ini sebelumnya." Canda Afles masih dengan binar di matanya yang tampaknya tak akan hilang seharian ini.

"Tapi bukankah seharusnya kita berhemat? Buk Risna tadi bilang ini hanya uang selamat datang." Cemas Anissa,

"Anissa, kamu harus belajar untuk menikmati setiap detik momen di hidupmu. 90% orang di dunia ini menyesali apa yang TIDAK mereka lakukan, dibanding dengan apa yang mereka lakukan. Jangan sampai kamu membuatnya menjadi 91%!" Tegas Afles sambil memperbaiki dasinya berlagak seperti pengacara ternama.

"Aku rasa itu bukan cara yang tepat untuk kamu menghitung persentasenya." Potong Rts dengan suara kecil.

"Maksudku, ayo dong jangan terlalu kaku! Kalian bisa menabung sampai kalian mati, sampai kalian lupa bagaimana menikmati hari ini." Senyum Afles.

"Dia ada benarnya. Tak ada salahnya kan untuk merayakan ini sedikit?" Fahri nimbrung.

"Lihat? Dilan mendukung ku!"

"Kuharap kamu mengingat kata "Sedikit" di kalimatku barusan." Balas Fahri terkekeh.

Bel istirahat yang sudah berbunyi dari tadi sudah tidak dihiraukan oleh teman-temanku ini. Aku bingung kenapa mereka lebih suka berbicara daripada melakukan sesuatu, ah entahlah. Aku pun beranjak dari tempat duduk menuju kantin. Dijejali oleh banyak aturan dan pelajaran terbukti membuat orang lapar.

Kantin kampus ini sebenarnya tidak layak disebut kantin. Ini lebih mirip seperti Food Court yang sering dilihat di mall, yang membedakan hanyalah tempat ini lebih besar dan bagus. Banyak gerai makanan yang disediakan untuk dipilih. Makanan khas Indonesia, China, Jepang, Thailand, Italia, dan bermacam-macam negara hampir semuanya ada. Ditambah ada 3 dispenser air mineral yang bebas kita gunakan di pojok kantin. Namun begitu, dari semua gerai ada satu gerai yang menarik perhatianku. Ada gerai makanan di pojok yang bertuliskan "Kantin Nusantara". Antrean nya tidak terlalu ramai, tapi cukup membuatku penasaran kenapa mereka menamakannya sama dengan nama sekolah ini. Akhirnya aku memutuskan untuk ikut mengantri, walaupun sebenarnya aku ingin menyantap nasi Padang di bagian masakan Indonesia, tapi rasa penasaran selalu menang bukan?

Tak butuh waktu lama, tiba giliranku untuk memesan. Belum sempat aku bertanya apa saja yang disediakan oleh kantin ini, seorang wanita paruh baya yang mengenakan celemek motif bunga-bunga itu langsung menyodorkan ompreng yang berisi nasi telur kecap dan kentang balado di hadapanku.

"Maaf bu, sepertinya ini bukan apa yang saya pesan. Karena saya belum memesan apapun." Aku memulai pembicaraan dengan nada yang sopan dicampur heran.

"Ya memang. Ini menu hari ini. Selamat menikmati, anak muda, selanjutnya!" Jawab Ibu kantin pendek.

"Apa aku tak bisa memesan menu lain bu?" Tanyaku masih dengan kebingungan yang belum berkurang.

"Oh ya kamu bisa, nak. Silahkan pergi ke gerai lain jika kamu ingin." Sergah ibu kantin.

"Jika kamu tak mau, kamu bisa menyingkir, anak muda. Karena antrian di belakangmu masih ada dan aku harus melakukan tugasku." Sambung ibu kantin mulai kesal.

1%Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang