Dia Juga Bisa Mendegar

14 2 0
                                    

Sinar matahari pagi menyilaukan gadis remaja yang masih tertidur pulas di atas ranjangnya. Pagi ini, adalah hari pertamanya masuk sekolah. Bi Sum, pengasuh Kania, telah membuka gorden jendela kamar Kania, membiarkan gadis itu bangun dengan bantuan cahaya matahari.

"Non, ayo bangun, hari ini Non MOS kan?" tanya bi Sum lembut sambil mengguncang pelan tubuh Kania.

Kania menggeliat, ia menatap jam weker kesayangannya di atas nakas. Pukul 06:15 WIB, tinggal lima belas menit lagi waktu yang ia punya untuk sampai ke sekolah barunya.

Tapi bukan Kania namanya jika tidak cuek dengan semua hal itu. Dengan santainya, ia memeluk bi Sum.

"Pagi, bi," sapanya hangat.

Bi Sum tersenyum, lalu memberikan handuk kepada Kania. Gadis itu menerimanya lalu beranjak ke kamar mandi.

10 menit kemudian, ia telah siap dengan pakaian SMA-nya. Rambutnya diikat satu, ia memoles wajahnya dengan bedak tabur dan sedikit liptint di bibir mungilnya.

Ia tersenyum simpul, ia cukup antusias dengan sekolah barunya. Tapi Kania enggan berlebihan, apa bedanya dengan sekolah lamanya, ia akan tetap mendengar kemunafikan orang-orang di sekolahnya.

"Fake friend," umpatnya.

Gadis itu menatap gelang kaki perak yang terletak di atas meja riasnya, ia tersenyum hangat lalu memasang gelang itu di pergelangan kakinya. Itu adalah gelang kaki milik Safira, Nadia memberikan gelang itu pada Kania saat ia berusia lima tahun masih sangat kebesaran saat itu.

Klek

Pintu kamar Kania terbuka, bi Sum datang sambil membawa kotak bekal dan ransel Kania, juga sebuah name tag berukuran 25 cm x 10 cm yang terbuat dari kardus. Sangat merepotkan menurutnya.

"Ini Non." Bi Sum memberikan barang-barang itu pada Kania.

Kania menerimanya dengan senang hati, gadis itu memasukkan kotak bekalnya ke tas lalu menggendong tas sekolahnya. Ia juga memakai name tag menyebalkan itu di lehernya, repot sekali, pikirnya.

"Kai berangkat ya, Bi. Assalamu'alaikum." Kania mencium punggung tangan bi Sum lalu keluar dari apartement-nya. Sejak SMP, Kania memutuskan untuk tinggal di apartement milik almarhumah ibunya, ia hanya ingin menghindar dari Abraham dan Nadia, melihat mereka berdua membuat hati Kania lemah, ia tidak suka itu.

Seperti biasa, supir taksi langganannya sudah menunggu di parkiran apartement. Tanpa membuang waktu, Kania langsung masuk, supir itu melajukan taksinya dengan kecepatan sedang menuju sekolah.

*****

Kania berjalan santai menuju lapangan SMA Kencana. Semua siswa baru sudah berbaris rapi di lapangan, mereka tengah mendengarkan ocehan ketua OSIS yang menurut Kania sendiri sangat tidak penting.

"Kamu yang jalan!" Suara itu membuat Kania menoleh, sang ketua OSIS itu tengah menatap dirinya, begitu juga dengan antek-anteknya.

Kania memutar bola matanya malas, lalu berjalan manaiki mimbar. Ia menatap seluruh siswa baru dan anggota OSIS dengan berani.

"Kenapa telat?" bentak salah satu gadis di sana. Tampilannya cukup modis, wajahnya juga lumayan cantik.

"Kesiangan," jawab Kania tanpa beban.

Semua anggota OSIS tersenyum sinis ke arahnya.

Anak baru udah belagu

Najis banget nih cewek

Cantik juga

Liat aja, lo bakal jadi sasaran gue

Kania memutar bola matanya malas, ia sudah hapal betul sifat-sifat manusia seperti mereka. Hanya berani mengumpat.

KaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang