Mision 1

1 1 0
                                    

Kania menutup kasar pintu kamarnya, gadis itu masih mencoba mengatur napasnya setelah berlari meninggalkan Ningrum yang menatapnya curiga. Kania mengunci pintu kamarnya, juga menutup tirai jendela kamarnya, gadis itu menyalakan lampu dan AC. Ia segera meletakkan tas di tempatnya dan menuju kamar mandi.

Kania keluar dengan handuk yang tergulung di atas kepalanya, juga dengan handuk putih di badannya. Kania segera membuka lemari dan memakai baju pilihannya.

Tok tok

Kania menghela napas, ia selalu tidak suka jika pintu kamarnya diketuk di rumah ini, karena bisa jadi itu bukan hal baik.

Kania membuka pintu kamarnya, terlihat Nadia sedang berdiri dengan ekspresi malasnya. Gadis itu tampak sangat rapi dengan dress selutut berwarna pink yang ia pakai, juga rambut panjangnya yang tergerai indah.

"Gue, nyokap sama bokap mau ke mall, mau ikut gak?" tanya Nadia sedikit ketus.

Kania memutar bola matanya, ia tidak suka basa-basi seperti ini, "Gak," jawabnya cepat lalu menutup pintu kamarnya di hadapan Nadia.

Nadia mendengus kesal, niat baiknya sama sekali tidak direspon baik oleh adiknya.

"Kalau bukan karena mama, gue juga gak bakal mau ajak lo!" amuknya sebelum pergi dari depan kamar Kania.

Kania membuka sedikit gorden jendelanya, mengintip apakah papa dan kakaknya sudah pergi atau belum, juga nenek sihir menyebalkan itu. Kania tersenyum sinis saat melihat mobil ayahnya melaju meninggalkan pekarangan rumah.

Kania segera membuka pintu kamarnya, ia berjalan menuju salah satu ruangan di rumahnya, tentunya dengan sedikit mengendap-endap, khawatir jika salah satu pelayan rumahnya mengetahui ia memasuki ruangan itu dan melaporkannya pada Ningrum.

Kania menghela napas berat, sudah lama sekali ia tidak mengetuk atau membuka pintu kamar ini sejak kepergian Safira. Ya, ruangan itu adalah kamar utama, kamar yang kini ditempati oleh Ningrum dan Abraham.

Kania membuka pelan knop pintu itu, ada sedikit rasa kesal di hatinya. Kamar ini sudah sangat berubah, tata letak barang, foto-foto, juga pengharum ruangannya. Kania sangat tidak suka. Tangan mungil gadis itu meraih sebuah pigura foto di atas nakas. Foto Abraham, Ningrum, dan Nadia, Kania tersenyum hambar, membayangkan betapa bahagianya mereka.

Tak ingin terbawa perasaan terlalu lama, Kania segera membuka lemari pakaian Ningrum, banyak sekali baju model terbaru di sana, juga berbagai perhiasan yang beberapa di antaranya adalah milik Safira.

Kania segera beralih pada laci di dalam lemari itu, ia melihat beberapa file yang sepertinya jarang tersentuh. Ia mengambil semua file dari laci itu dan membukanya satu per satu.

Kania dapat menemukan sebuah sertifikat rumah dengan alamat di luar kota, juga beberapa sertifikat tanah, gadis itu membukanya pelan, ia melihat dengan jelas bahwa sertifikat itu atas nama ibunya, Kania mendengus kesal. Gadis itu beralih pada map berwarna cokelat, Kania membukanya. Hal pertama yang paling menarik perhatiannya adalah foto Ningrum dengan seorang bayi.

"Nenek sihir itu punya anak?" gumamnya pada dirinya sendiri. Tak ingin membuang kesempatan Kania segera memotret foto itu dengan ponselnya, ia membuka kembali beberapa kertas yang ada di sana, dan salah satunya adalah akta lahir seorang anak atas nama Anya Losari, hari lahir gadis itu sama dengan hari lahir Nadia, kakaknya.

"Anya Losari," ujar Kania, nama itu terdengar familiar di telinganya, tapi ia lupa di mana ia mendengar nama itu. Saat hendak memasukkan kembali akta kelahiran itu ke map, pergerakannya terhenti karena ada sesuatu yang menghalangi akta itu masuk ke map. Kania merogoh map cokelat itu, tangannya mendapati sesuatu yang seperti sebuah buku, dan detik berikutnya gadis itu menemukan buku nikah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang