Kita terlalu semu untuk menjadi warna
Setelah berteduh dari hujan bersama gadis asing tadi, Lio memutuskan untuk melajukan motornya menuju rumah Bara, malam ini mereka berencana untuk kumpul-kumpul di rumah lelaki itu.
"Lama bener, Li." ujar Malio, Malio agheswara, cowok tengil pemilik kulit kuning langsat, rambut yang selalu rapi itu menjadi ciri khasnya, lengkap dengan dimple di pipi sebelah kirinya.
"Kejebak hujan," balas Lio sekenanya.
Bara yang melihat temannya itu masih memakai jersey pun lantas melemparkan handuk, "Bersih-bersih sana, bau lo nyengat banget, abis makan kemenyan?" ujarnya dengan candaan.
Lio menerima lemparan handuk dari Bara, bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
"Bar..." Panggil Kavi, cowok dengan rambut shining shimering menurut teman-temannya, cowok pemilik mata sipit yang jika tersenyum membentuk bulan sabit indah disana, Kavindra atmaja, itu namanya.
Bara yang sedang mengunyah permen berbalik, "Kenapa?"
"Tetangga lo mana?"
Malio menimpal pertanyaan dari Kavi dengan pertanyaan yang hampir sama, "Iya, kata lo waktu itu, tetangga lo itu cewek seumuran kita, kan?"
Bara mengangguk, dia baru sadar dengan arah pembicaraan temannya. "Ada, biasanya jam begini dia nangkring di balkon, tapi dari tadi dia nggak ada disana," jelas Bara. Memang, sejak pulang ekskul tadi dia belum melihat tanda-tanda dari tetangganya.
"Sekolah dimana?" sekarang giliran Keril untuk bertanya.
"SMANCA, anak kelas X MIPA 2, udah jangan nanya-nanya lagi, nanti gue kenalin kalo ketemu," ucap Bara.
Ketiganya mengangguk paham. Menunggu waktu itu datang.
"Dav mana?" tanya Lio yang baru selesai dengan kegiatan membersihkan badannya.
"Izin nggak bisa dateng, lagi nganterin Ibunya ke rumah sakit," jawab Kavi, kebetulan cowok itu tadi mampir ke rumah Dav untuk menjemput Dav tentunya.
Lio mengangguk paham.
"Ngapain sekarang? nggak mungkin kita cuma saling tatap-tatapan begini," ucap Keril, selain bosan, dia juga capek.
Semuanya menghela nafas, rasanya yang di butuhkan saat ini hanya kasur, mengistirahatkan tubuh mereka masing-masing.
"Bar, gue ke balkon," izin Lio ke pemilik rumah.
Bara mengangguk-anggukan kepalanya, tanda memperbolehkan dirinya.
"Kita semua ikut," sahut Kavi yang masih setia mengunyah keripik tempe di tangannya.
Akhirnya semua mengikuti langkah kaki Derlion memasuki kamar Bara, padahal niatnya ingin bersantai sendirian di balkon, tapi malah di ikuti dengan manusia-manusia laknat ini.
"Kamar apa ini berantakan sekali?" cemoh Malio, menilai setiap sudut kamar milik Bara.
"Lo kalo mau protes mending keluar," ujar Bara.
Sebenarnya dia itu tipikal cowok pembersih, cuman hari ini dia sangat sibuk jadi tidak sempat untuk membersihkan kamarnya. Lagian dia tidak menduga mereka akan masuk ke kamar.
"Beresin nih, seprei berantakan, itu lagi kolor lo berhamburan di lantai," suruh Malio, memang yah, si anak Bandung ini banyak protesnya.
"Gue lemparin muka lo pake kolor-kolor gue yah, Mal," sentak Bara.
Malio hanya tertawa kecil, kemudian beranjak membuka pintu balkon Bara.
Udara dingin langsung menusuk ke kulitnya. Tumben hujan kali ini tidak awet, biasanya hujannya akan turun sampai besok subuh. Masih asyik menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya, tiba-tiba saja matanya menangkap siluet gadis di samping sana, alias di rumah tetangga Bara. Terlihat sang gadis sedang baru saja membuka balkonnya, terdengar gerutuan yang mendominasi.
"Bar..." panggil Malio.
Bara mendengus, Malio ini hobbynya memanggil terus. "Apalagi sih anjir? dari tadi manggil mulu," ujar Bara.
Malio berdehem, telunjuknya menunjuk rumah tetangga Bara, "Ada cewek di rumah samping,"
Bara yang mendengarnya pun langsung bergegas menuju balkon, dapat dia lihat tetangga anehnya itu lagi berdiri di pembatas balkon sambil mengoceh tidak jelas.
"Woi tupai!" seru Bara pada tetangganya.
Si tetangga yang mendengar suaranya tak ayal memutar bola matanya malas.
"Apa? gue bukan tupai," sahutnya dengan galak, tangannya bertengger di pinggang rampingnya.
"Lupa, woi maniak yupi," ulang Bara.
"Mau kenalan sama temen-temen gue nggak?" sambung Bara, bersiul-siul menggoda sang tetangga.
"Nggak minat, thanks yah udah nawarin,"
"Sok jual mahal lo yupi. Kalo mau, nanti gue kasih nih nomer mereka," lagi, Bara kembali menggoda maniak yupi.
"Gausah, gue bener-bener nggak minat," tekan Ailyn.
Iya, Ailyn dan Bara adalah tetanggaan, itu suatu kesialan besar yang terjadi di hidup Ailyn. Mengapa harus mereka bertetangga sih? hidup berdampingan dari kecil membuat Ailyn seperti punya tempelan besar.
Bara yang mendengarnya lantas tertawa, "Temen gue juga nggak minat sama lo," tawa bara menguar bersamaan dengan Lio yang ikut keluar ke balkon.
"Kalo yang ini, lo minat nggak?" tawar Bara pada Ailyn sambil menarik tangan Lio untuk berdiri di sampingnya.
Ailyn yang melihatnya terdiam sejenak, matanya membola terkejut, jadi Bara dan manusia plapon itu ternyata berteman? kenapa dirinya tidak tahu.
Derlion yang mendengar ucapan Bara langsung menyentak tangan temannya itu, menatap tajam ke arah Bara, "Gausah aneh-aneh, Bar." kata Derlion sebelum masuk kembali ke kamar Bara.
Sedangkan Ailyn, cewek itu masih terus menatap Derlion hingga siluet cowok itu tak terlihat lagi.
"LIO, AILYN SUKA LO, KATANYA MAU MINTA WA," teriakan menggema Bara membuat Ailyn mendidih di tempat.
Belum sempat membalas, Bara sudah berlari menutup pintu balkonnya sambil tertawa, puas sekali dia mengerjai Ailyn.
***
"Bara sialan," umpat Ailyn yang masih terdiam di balkon kamarnya.
Dimana mukanya akan di simpan besok? Bara ini memang senang sekali menjahili dirinya. Untung dia tidak memiliki riwayat darah tinggi. Lagi-lagi, matanya menatap lekat balkon Bara tempat dimana Derlion berdiri tadi.
Sesekali matanya terpejam menghalau emosi yang akan menguasai kepalanya, ini gara-gara Bara sialan. Telinganya mendengar tawa dari arah kamar Bara. Sungguh, dia sebenarnya tidak minat untuk menguping, lagian dia hanya bisa mendengar tertawaan mereka saja.
Ailyn menarik nafasnya, berjalan kembali ke kasur dan menutup jendela yang terhubung langsung di balkon.
Jemari lentiknya dengan lihai menari-nari di atas ponsel, guna untuk mencari nama seseorang di sosial media. Keningnya menukik, bingung, sebenarnya yang mana sosial media lelaki itu.
@derxbasket_ laman instagram club basket sekolahnya berhasil ia dapatkan, tinggal melihat isi-isi unggahan akun tersebut saja. Matanya terpaku sejenak, menatap foto yang menampilkan seorang lelaki sedang memegang bola basket, foto itu di ambil dari arah belakang dan terlihat hanya punggung lelaki itu saja, admin yang memegang instagram club basket juga ikut serta menyebut lelaki dalam foto itu.
@Derlionkzn_
Ailyn mendapatkannya, dengan cekatan ia membuka akun tersebut. Cewek itu tersenyum, kemudian mendelik.
"Apaan, isinya cuma satu foto doang," kesal Ailyn, bahkan tidak ada yang menarik dari akun tersebut.
Bagaimana bisa? akun instagram yang hanya menampilkan satu unggahan foto saja bisa membuat banyak orang mengikuti akun tersebut.
"Cowok sok ganteng begini di idolain banyak orang hahaha," nilainya dalam hati.
****
Bukankah semesta memang banyak memberi kejutan-kejutan? dan kejutan yang ia tunjukkan adalah dia.