Part 6

26 5 4
                                    

Sudah seminggu berlalu. Setelah Senja harus bertemu kembali dengan Langit, gadis itu tak banyak memikirkan apa yang telah terjadi. Dirinya sudah berhasil dengan susah payah meninggalkan Langit -meski bukan kemauannya. Maka jangan sampai usahanya sia-sia hanya karna rindu yang kian merangsek ingin keluar sampai saat ini. Senja lebih memilih menjalani hidupnya kembali layaknya tak pernah ada adegan dimana dia dipertemukan dengan Langit. Biarkan apa adanya. Biarkan waktu dan kehidupan yang menentukan garis takdirnya setelah ini. Senja tak ingin banyak campur tangan lagi dalam menentukan ceritanya. Dia sudah lelah.

Menyusuri koridor gedung fakultasnya di pagi buta, sedikitnya membuat pikirannya lebih segar. Membuang pikiran-pikiran berat dan memilih melangkah dengan mantap. Jadwal dadakan yang telah disusun kemarin malam oleh sang pengajar, mengharuskan dirinya telah sampai di dalam kelas pukul tujuh pagi -seperti anak sekolah saja, batinnya.

Menjadi mahasiswa yang harus mengulang satu tahun kembali, agaknya membuat Senja sedikit merasa asing dalam kampus dan kelas barunya. Tempat baru, pengajar baru, teman baru, semua tampak asing. Belum ada yang benar-benar nyaman bagi Senja.

Sejak kejadian setahun yang lalu, orang tuanya -terkhusus sang ayah, tak akan pernah mengijinkan dirinya pergi sejengkal pun, lolos dari pengawasan keluarga. Jika bukan karna alasan ingin kembali melanjutkan study dan bertempat di kampus yang sama dengan adik, Senja tak akan sampai di kota ini. Yang tanpa Senja ketahui, bahwa di kota ini lah Senja akan kembali mencipta guratan pada lembar putih kehidupan yang menurutnya baru. Nyatanya, di kota ini hidupnya hanya akan terus mengulang rasa sakit yang pernah dirasakannya.

Sedikit terhenyak karna terlalu lama menyelam pada pikiran kelamnya, nampaknya kelas akan segera dimulai. Bangku di kanan kiri telah terisi, tinggal menunggu profesor yang akan membagi ilmunya -sepertinya, hari ini.

"Hey, anak baru. Eh, siapa ya? Gue lupa nama lo." Seseorang sepertinya mencoba dekat dengan Senja. Bukan hal yang buruk. Justru Senja membutuhkannya.

"Gue Senja. Lo?"

"Oh, iya, Senja. Baru inget. Gue Bima." Ternyata anak yang lumayan asyik, pikir Senja. Bima memiliki gigi yang putih rapi, juga pangkal hidung yang sedikit mengkerut saat tersenyum.

"Lo, tugas kemaren udah dapet kelompok belum? Bareng gue yuk!"

"Kebetulan belum sih."

"Nanti abis kelas ini selesai masih ada kelas lagi ngga?"

"Seharusnya sih kosong kalau ngga ada rubahan lagi."

"Ya udah, nanti abis kelas ini ke perpus dulu aja. Kita kerjain tugasnya."

"Oke, boleh deh."

Senja, mulai hari ini satu lagi tokoh karakter memasuki cerita hidupnya. Berawal dari perkenalan singkat dengan modus lupa nama dan menanyakan tugas kelompok, dilanjut bertukar kontak telepon juga social media, Senja dan Bima perlahan menjadi teman yang lumayan berisik jika di dalam kelas. Yang satu akan banyak bertanya, sedang yang satunya terlalu lelah menjawab. Yang satu akan banyak menjahili, sedang yang satunya akan lelah merengek meminta ampun. Sedikit kekanakan di usia mereka yang kebetulan sama, dua puluh satu tahun. Namun ya, itulah mereka. Mengulur benang untuk saling mengikat satu sama lain, tanpa mereka sendiri sadari.

~~~***~~~

"Lang, project tiga bulan yang lalu. Yang collabs sama perusahaannya bang Bayu. Inget ngga?"

"Hm, kenapa?"

"Masih ada file nya ngga?"

"Lah, mana ada gue gituan. Administrasi kan semua ada sama Intan."

"Mintain dong. Lo kan deket sama dia."

"Hah? Mana ada deket?"

"Lah, lo kemana-mana kan Intan ngintilin mulu. Ngga sadar lo."

"Gue nya wangi sih, ngga kaya lo. Apek."

"Ah sialan lo. Seriusan nih. Butuh datanya gue. Buat review doang."

"Ya ntar. Intan kesini lo minta sendiri."

Intan adalah mahasiswi satu jurusan dengan Langit. Setahun yang lalu keduanya merupakan mahasiswa transfer dari universitas lain yang kebetulan dipertemukan. Memang benar kata orang, Intan terlihat dekat dengannya. Terlalu dekat. Hingga waktu mengubah kedekatan menjadi rasa yang terselip diantara hubungan yang kata mereka pertemanan itu.

"Langit!"

"Nah. Baru juga ditanyain. Tan, dicariin Lintang tuh."

"Oh, bentar ya Lintang. Aku ada perlu dulu sama Langit. Langitnya aku sita dulu. Ayo, Lang."

"Kemana?"

"Udah, ayo. Buru."

Dan berakhirlah Lintang yang harus ditinggal sendiri. Menyadari bahwa teman satu angkatannya yang hampir berubah menjadi mayat hidup, kini perlahan sedikit nampak cerah. Layaknya langit semestinya, di siang hari. Yang tanpa Lintang ketahui, langit akan menggelap saat malam tiba.

~~~***~~~

"Lo tunggu sini ya. Gue mau pinjem buku dulu."

"Hm."

Yah, Bima sudah hafal. Senja akan tenggelam dengan berlembar-lembar halaman sebuah buku, jika menemukan sajak yang menarik perhatiannya. Berubah menjadi Senja yang sedikit acuh dan tuli saat diajak bicara.

Sambil terus melirik ke belakang -tempat Senja duduk dengan tenang, Bayu mengawasi ada yang sedikit berbeda dari Senja. Akhir-akhir ini Bayu berpikir bahwa Senja memiliki aura sedikit muram, dibanding hari-hari biasanya. Dia sering melepas kalung berliontin bunga yang sering dipakainya, memandangi dengan mata yang sedikit berkaca. Dan, apabila Bayu menangkap basahnya, Senja akan segera -secepat kilat, memasukkan kalung bunganya dalam saku jaket, atau apapun yang dapat dijadikan tempat persembunyian. Memang sedikit misterius, Senja.

"Udah belum bacanya? Balik yuk, udah sore."

"Eh, bentar. Satu halaman lagi."

"Ayo, pulang Senja. Ntar Tari marah-marah lagi sama gue."

Sambil mengemas barang-barangnya, Senja berdiri, bertumpu pada satu tongkat penyangganya. "Iya udah ayo. Bawel banget sih lo tuh."

Segera beranjak pergi menuju pintu keluar perpustakan, Bayu dan Senja bahkan tak mau repot-repot untuk memelankan suara, meski sudah diintai mata tajam pengawas perpustakaan -Mbak Murni namanya.

"Sini, gue bawain bukunya."

"Yang ada si cowok yang nawarin, Senja. Lagian mana bisa?"

"Ya kan gue mau berbaik ha...aduh."

Dan, seperti itulah. Buku yang direbut Senja justru jatuh diatas lantai. Berserakan dan berantakan. Bukan. Bukan karna Senja sengaja menjatuhkannya. Tapi sepertinya kedua teman dekat ini yang dengan asal berjalan dan menabrak pasangan teman lainnya. Atau memang lelaki yang saat ini kakinya tertimpa banyak tumpukan buku justru dengan sengaja menabrakkan bahunya pada Senja -saat berpapasan.

"Duh, maaf ya. Gue ngga sengaja."

"Mas, kalau jalan pa...eh?"

"Langit?" "Senja?"

~~~***~~~






Nah loh, kok bisa Senja sama Langit ketemu di kampus barunya Senja? 🤔
Kalau kalian di posisi Senja, apa yg bakal kalian lakuin?
Gimana kabar kalian guys? Semoga baik-baik aja. Sekarang musimnya lagi ngga enak, jaga kesehatan yaaa. Hope you'll like this part.

Terima kasih 💜
-A.E.Y.P.

Karna Langit Merindu SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang