Part 8

13 4 0
                                    

Aku telah membuktikan
Bahwa waktu selalu salah, kita.
Saat jam berdentang di angka yang sama,
Pun berpijak kaki pada bumi yang sama,
Waktu tak pernah bisa kembali mengikat.
Maka pada saat itu terjadi,
Biarkan mimpi yang memikat,
Mengikat dengan erat.
Tak apa waktu selalu salah,
Tapi jangan lupa untuk masuk dalam mimpiku,
Malam ini,
Walau hanya untuk singgah.


~~~***~~~

Untuk saat ini, pertama kali dalam hidupnya, Senja tak mau. Tak akan mau. Dan mencoba untuk membenci kegiatan menuju perpustakaan. Hari masih pagi, pun matahari belum terlalu terik di atas kepala. Tapi kenapa remaja pria itu sudah duduk di sudut ruang perpustakaan. Rajin sekali, pikirnya.

Bima belum tampak kembali dari toilet. Dan jika tetap berdiri di ambang pintu, maka tinggal menghitung detik saja Langit akan melihatnya. Pria itu sedang memendarkan pandangan ke penjuru ruang. Seperti mencari suatu objek yang hilang. Ada sedikit ketakutan yang dirasa. Senja takut jika Langit mencarinya. Memamerkan kedekatannya kembali dengan gadis kemarin petang. Tapi, tunggu. Untuk apa Senja takut? Anggap saja mereka layaknya dua orang yang tidak sengaja bertemu dua kali. Jangan menunjukkan keakraban yang berlebih. Kan baru bertemu dua kali. Saat di cafe dan kemarin saat di perpustakaan. Oh, saat di pemakaman nenek? Jangan dihitung. Kan Langit pura-pura lupa saat menjelaskan pada gadisnya yang baru.

Ck...gadisnya yang baru?

Tapi kenapa Senja? Kenapa harus merasa sebal?

Baiklah. Perlahan dan tenang. Senja mematri langkah memasuki perpustakaan. Tujuannya kemari hanya untuk meminjam buku yang kemarin belum rampung dia baca. Dan setelah itu, tinggal pergi meninggalkan gedung ini.

"Senja...!" Seruan yang tidak tahu waktu yang tepat itu berasal dari arah belakang, dari Bima. Dan itu membuat pandangan Langit menjadi terfokus pada Senja.

Sial...!

Berbalik arah, berjalan dengan cepat untuk menggamit lengan Bima. Senja menarik keluar, mengurungkan niat untuk melanjutkan meminjam buku.

"Iiiih, lo tuh ga bisa apa kalau manggil pelan dikit." Menggeplak lengan atas Bima dengan gemas. Menarik pemuda yang lebih tinggi dua puluh senti meter darinya, menuju luar gedung.

"Mana ada manggil orang pelan, Senja. Itu namanya ngebisikin. Lo tuh kadang oon juga."

"Ish, udah ah. Ayo balik aja."

"Lah, katanya mau pinjem buku?"

"Ngga jadi. Lo rese. Udah ayo, buru."

Segera melangkah jauh dari gedung perpustakaan. Menghindari satu presensi yang sedari tadi telah mengamati tingkah dua bersahabat yang lumayan berisik meski tahu bahwa itu di kawasan perpustakaan.

"Ck, kenapa malah kabur?" Langit jadi sebal sendiri.

~~~***~~~

"Gimana sih? Malah ke kantin?" Dan berakhirlah Bima yang harus menuruti Senja duduk di bangku sudut kantin.

"Ya sarapan. Temenin gue."

Karna Langit Merindu SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang