02

146 55 74
                                    


***

Aku membeci diriku sendiri, yang tidak bisa berhenti mencintaimu, yang jelas-jelas tidak menginginkan diriku. Ya, bodoh. Tapi, aku menyukai kebodohanku.

***

.
.
.
.
.


"Aku pulang!" Raina sedikit berteriak dari ambang pintu rumahnya. Ia melepas sepatu sekolahnya dan berjalan menuju ruang keluarga.

Raina dapat melihat Ayah dan Ibunya yang sedang menonton tv bersama. Raina tersenyum, melihat hubungan orang tuanya yang begitu harmonis membuat hatinya ikut bahagia. Ia bersyukur mendapatkan keluarga seperti ini, apalagi dirinya mempunyai kakak laki-laki. Walaupun sikap kakaknya itu sangat menyebalkan, tapi Raina sangat menyayangi kakaknya itu.

Raina langsung menghampiri kedua orang tuanya dan duduk di antara Ayah, dan Ibunya.

"Sayang, kau membuat kami kaget saja," ucap Ibu Raina- Yuli Melda.

Raina terkekeh pelan, "Ayah dan Ibu bermesraan mulu, anaknya dilupakan." Raina menatap kesal kedua orang tuanya berpura-pura marah.

Ayah Raina- Herman Sekar menatap geli putri kesayanganya itu.

"Maaf sayang, Ayah dan Ibu terlalu serius nonton tadi hingga sedikit melupakan putri kami sendiri." Herman mengelus puncak kepala Raina dengan sayangnya.

Raina cemberut mendengar ucapan Ayahnya.

"Jadi, lebih penting film bodoh itu dibanding putri kalian sendiri?" tanya Raina sambil mengerucutkan bibirnya.

"Gak lah sayang, kamu yang lebih penting dari yang lain-lainnya," ujar Herman seraya memeluk erat anak gadisnya itu.

"Iya, bener kata Ayah. Kamu lebih penting dari yang lainnya sayang," ucap Yuli menimpali dengan senyum khasnya.

Ya, Raina sangat dimanjakan dan paling disayang sama kedua orang tuanya. Tapi, bukan berarti anak yang satunya lagi dilupakan.

"Oh, jadi hanya Raina doang yang dipenting 'kan. Oke, aku bukan anak kalian." Terdengar suara pria menginterupsi mereka.

Raina menoleh ke sumber suara tadi. Lalu ia menjulurkan lidahnya ke pria itu.

"Jangan mulai ya, Dek!" ucap Naufal Ardian- Kakak Raina.

"Aku kenapa, Kak?"

"Itu tadi lidahnya kenapa di keluarin gitu?" tanya Naufal kesal dengan adik kesayangannya itu.

"Ayah, Ibu... liat tuh Kak Ufal," ucap Raina merengek meminta perlindungan kepada mereka.

Herman menatap anak sulungnya dengan tajam, "Naufal, jangan ganggu adek!"

Naufal memutar matanya bosan. Jika sudah seperti ini, dirinyalah yang harus mengalah.

Untung adek. batin Naufal sembari mengusap dadanya sabar.

Yuli yang melihat tingkah anak dan suaminya hanya tersenyum geli.

"Naufal!" panggil Yuli.

Naufal menghentikan langkahnya dan menoleh ke Ibunya.

"Sini," ajak Yuli sembari merentangkan kedua tangannya.

Naufal tersenyum. Ia pun menghampiri Ibunya dan segera memeluknya.

"Ibu memang yang terbaik," ujar Naufal sambil mengedipkan matanya sebelah.

"Kamu itu juga anak kami, jangan berpikir kalau kami hanya menyayangi adikmu saja. Kau adalah kakaknya dan harus menjadi pelindungnya, Ia permata bagi kami dan juga kamu bukan?" ucap Yuli panjang pendek mencoba membuat Naufal berpikir dewasa.

Give Me Your LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang