Selang beberapa hari setelah Jaemin 'berkenalan' dengan Jeno. Jaemin tidak pernah bertemu lagi dengan lelaki itu.
Sebenarnya hatinya berteriak menyerukan rindu tiap detiknya. Jaemin merasa heran dengan dirinya. Ia termasuk tipikal orang yang tidak percaya akan cinta pada pandangan pertama seperti apa yang dibacanya dinovel romansa miliknya.
Namun, lagi-lagi dirinya harus menjilat ludahnya sendiri begitu ia melihat Lee Jeno.
Ya, Jaemin jatuh cinta pada lelaki itu.
Jaemin jatuh cinta pada bagaimana cara lelaki itu tersenyum. Begitu menyenangkan hati. Keindahannya tidak mampu digambarkan dalam bentuk apapun.
Ia ingin melihat senyum itu lagi, lagi dan lagi.
Lamunannya buyar ketika terdengar suara ibunya yang memanggil, menyuruhnya pergi ke toko roti.
Sepanjang langkahnya menuju toko roti langganannya, ia tidak berhenti untuk memikirkan tentang Jeno. Ia menghela nafas berat. Dirinya mungkin sudah gila sekarang.
Jaemin membuka pintu kayu itu, dan dirinya disambut oleh senyum ramah bibi Han, "Oh, Jaemin-ah. Lama tidak melihatmu." Jaemin balas tersenyum.
"Halo bibi Han, kau terlihat makin cantik saja." Godanya.
Bibi Han tertawa mendengarnya, "Hahaha kau bisa saja. Roti gandum seperti biasa?" Jaemin mengangguk, "Oh tambahkan yang rasa coklat juga. Tiba-tiba aku ingin yang manis-manis."
"Jangan terlalu banyak makan makanan manis, kadar kemanisanmu bisa bertambah nanti." Jaemin berjengit kaget begitu suara husky yang amat dirindukannya terdengar dari belakangnya.
Hampir saja Jaemin kehilangan kontrol dirinya begitu melihat sosok Jeno yang tersenyum kearahnya, "Jaemin-ssi, lama tidak bertemu." Jaemin mengerjab, "A-ah iya, lama tidak bertemu, Jeno-ssi."
"Kau juga sering membeli roti disini rupanya." Ucap Jeno setelah menyebutkan pesanannya pada karyawan bibi Han. Jaemin mengangguk kikuk, "Hmm, yah begitulah."
"Oh, Lee Jeno-ssi. Wah kau terlihat sangat tampan." Bibi Han berujar, Jeno hanya tersenyum mendengarnya, "Begitukah? Bibi juga terlihat makin cantik hari ini."
"Astaga, aku baru saja dipuji cantik oleh lelaki setampan dirimu dan lelaki semanis Jaemin." Jaemin dan Jeno hanya tertawa mendengar perkataan bibi Han.
"Ini pesanan kalian, semoga hari kalian menyenangkan." Jaemin dan Jeno menerima pesanan mereka, "Terimakasih, Bi."
Jeno dan Jaemin keluar dari toko roti beriringan, berjalan disamping Lee Jeno seperti ini sungguh diluar dugaannya. Padahal baru saja tadi pagi dirinya uring-uringan karna merindukan Jeno, namun sekarang ia malah merasa canggung berada disebelah Jeno.
"Kau tinggal didaerah sini?" Jeno yang pertama kali membuka pembicaraan, "Hum, rumahku beberapa blok dari sini. Kau sendiri?"
"Rumahku juga beberapa blok dari sini."
Jaemin menoleh, "Benarkah?" Dan dijawab anggukan oleh Jeno, tangannya terulur, "Dipersimpangan sana, belok kanan." Ujarnya seraya menunjuk persimpangan didepan.
"Kalau aku sebaliknya."
Saat itu Jaemin terus berucap terimakasih kepada ibunya yang menyuruhnya ke toko roti. Jika saja ibunya tidak menyuruhnya, mungkin ia akan kehilangan kesempatan untuk berjumpa lagi dengan Jeno.
Tanpa sadar seulas senyum terpatri diwajanya begitu melihat pahatan wajah Jeno dari samping, dalam hati ia bertanya-tanya, bagaimana bisa seseorang terlihat sesempurna itu.
Jeno menoleh, dan lagi-lagi manik coklatnya bertemu dengan obsidian milik Jeno.
Dan Jaemin meyakini, ia melihat semestanya didalam obsidian sekelam malam itu.
•••
Dipagi hari yang sibuk ini Jaemin dibangunkan oleh suara teriakan dari ibunya yang menyuruhnya untuk turun dan sarapan.
Dengan enggan, Jaemin melangkah menuju kamar mandi, membasuh wajahnya dan menyikat giginya sebelum turun menuju ruang makan.
Namun atensinya lebih dulu tertuju pada sebuah amplop yang tergeletak dimeja, "Bu, ini apa?"
"Oh, itu surat. Untukmu." Dahi Jaemin mengkerut, surat? Dari siapa?
"Dari siapa?"
"Ibu tidak tahu. Lebih baik kau sarapan sekarang, setelah itu boleh kau cari tau siapa pengirim dan isi surat itu." Jaemin mengangguk menyetujui ucapan ibunya.
Setelah selesai sarapan, Jaemin langsung menyambar amplop coklat tersebut dan membawanya ke kamar.
Ia dengan tidak sabaran membuka amplop itu dan mengeluarkan isinya.
Sebuah surat.
Jaemin membukanya perlahan,
'Na Jaemin, tidak apa kan jika diriku mengirimimu surat seperti ini setiap hari? Karna aku tidak bisa berjanji kita akan selalu bertemu, mungkin dengan saling membalas surat seperti ini kita bisa menjadi lebih dekat.
Lee Jeno.'
Hati Jaemin menghangat setelah membaca untaian kata yang dituliskan Jeno padanya.
Lee Jeno... Bisa-bisanya kau membuat diriku jatuh sejatuh-jatuhnya padamu hanya dalam 2 kali pertemuan dan sebuah surat?
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Na Jaemin, 1957 | NOMIN
Fanfic"Ini kisahku, yang mencintai seorang pemain biola terkenal bernama Lee Jeno." -Na Jaemin, 1957. complete ✓ a nomin fanfiction! BxB! Homophobic? Go away! #3 jenojaemin out of 391 stories [11092022] 𝑱𝒂𝒆𝒙𝒎𝒏𝒏𝒂.