Burung Hitam

2.1K 266 31
                                    

Sudah terhitung hampir satu tahun sejak Jeno dikirim ke perbatasan. Dan total ada 18 surat yang sudah diterimanya dari sang terkasih yang berjuang di medan perang. Isi suratnya hampir sama, menceritakan keadannya dan kondisi di perbatasan yang sangat mengerikan, mengingatkannya untuk selalu menjaga diri dan kalimat-kalimat rindu yang membuat hatinya menghangat.

Ia sangat merindukan Jeno nya.

Sudah banyak pasukan tentara yang terus dikirim ke perbatasan karena banyaknya tentara yang terluka parah ataupun gugur di medan perang.

Dan ketika tim medis datang membawa tandu berisikan tentara yang terluka ataupun tewas, Jaemin berharap cemas agar yang mereka bawa bukanlah Jeno nya.

Disurat terakhirnya, Jeno mengatakan jika kondisinya baik-baik saja, tidak ada luka serius yang mengancam jiwa selama satu tahun terakhir. Kebetulan ia dan Minhyung selalu diposisikan dibarisan belakang. Dan dengan bantuan dari pasukan angkatan udara yang memborbardir wilayah lawan dengan rudal sungguh mempermudah misi mereka untuk merebut wilayah yang dikuasai oleh tentara lawan.

Surat terakhir yang diterimanya sudah 2 minggu yang lalu, dan ia mengirim balasannya dihari yang sama. Namun hingga hari ini, belum ada balasan lagi dari Jeno.

Ia membaca surat kabar dua hari yang lalu, disana tertulis jika pasukan tentara kebanggaan negara mereka berhasil maju dan merebut wilayah lawan lalu para tentara yang ditugaskan sedang dalam perjalanan kembali setelah membawa kemenangan untuk negara mereka.

Dan itu artinya, Jeno nya akan segera kembali. Penantian panjang Jaemin selama ini akan berakhir.

Sekembalinya Jeno nanti, ia akan menghadiahkannya sebuah pelukan. Perasaan rindunya yang membuncah karena harus menahan rindu selama hampir satu tahun lamanya. Ia akan menjawab pernyataan Jeno sebelum lelaki itu pergi ke perbatasan.

Meskipun tanpa ia jawab pun, harusnya lelaki itu sudah tau apa jawabannya. Tapi, ia tetap akan mengatakannya. Ia mencintai Lee Jeno, dan dia ingin menghabiskan sisa hidupnya bersama sang pemain biola pujaan hatinya.

Namun, suatu hal bisa terjadi tanpa bisa ia dan siapapun prediksi. Begitupun sebuah berita baik, bisa menjadi memburuk dalam sekejap.

Saat sebuah suara dari seseorang menyerukan namanya, "NA JAEMIN!" Ia menoleh ke asal suara dengan tangan yang memegang baskom berisikan air hangat dan handuk yang akan ia gunakan untuk menyeka luka dari salah satu tentara di kamp medisnya.

Dan ketika seorang wanita dari kamp medis sebelah berdiri dihadapannya dengan terengah-engah dengan raut wajahnya yang terlihat panik, Jaemin tau jika itu adalah pertanda buruk.

Pun ketika bibir wanita itu terbuka, mengucapkan rentetan kalimat yang mampu menjungkir balikkan hidupnya. Tubuhnya mematung ditempat, baskom ditangannya jatuh ke tanah seiring tubuhnya yang ambruk dengan kepingan hati yang hancur berserakan.

"Terjadi serangan ketika tentara yang tersisa dalam proses evakuasi kembali, para tentara tidak menduganya karena itu adalah sebuah serangan tiba-tiba dari angkatan udara lawan. Dan para tentara yang ada disana.. semua gugur tidak bersisa. Tidak ada kemungkinan Jeno masih hidup sekarang."

Jaemin tidak tahu akan sebegini sakitnya ketika harus dihadapkan dengan situasi seperti ini. Ia sudah menduganya, cepat atau lambat... Jeno tidak akan kembali padanya. Ia sudah mempersiapkan segalanya, termasuk kemungkinan terburuknya. Tidak ada lagi Jeno yang tersenyum lebar kearahnya seusai pulang dari tugasnya. Menyerukan namanya dengan nada penuh kerinduan sambil merentangkan tangannya, menanti dirinya untuk berhambur memeluknya. Dan.. "Aku kembali."

Kini Jaemin tidak akan mendengar hal itu lagi, sampai kapanpun.

Jaemin sudah tidak peduli lagi, kepalanya tertunduk. Matanya terpejam erat, tangannya meremat tanah basah dibawahnya. Bahunya mulai bergetar hebat. Dengan segenap tenaga ia berusaha menahan tangisnya. Namun sekuat apapun ia menahan, rasa sesak itu terlalu menyakitkan.

Lalu derap langkah tidak sabaran terdengar, Jaemin mendongak dengan wajah basahnya. Disana berdiri Donghyuck dan Renjun. Menatap dirinya dengan kalut.

Donghyuck berjalan mendekat, kondisinya pun tidak jauh berbeda dari Jaemin saat ini. "Jaemin.. m-mereka.. tidak akan kembali.." Donghyuck mengucapkannya dengan hati-hati, nafasnya tercekat. Dan setelahnya, tangis keduanya pecah. Mereka saling merangkul satu sama lain. Dengan Renjun yang juga memeluk kedua sahabatnya yang hancur.

Mereka meraung, menangisi sang kekasih yang gugur di medan perang.

Sang pahlawan telah gugur. Seisi kamp berduka. Dan semesta pun ikut menangisi mereka yang telah pergi. Rintik hujan yang semakin deras seakan meredam suara tangisan kedua lelaki yang sama-sama tersakiti akan kekejaman dunia yang telah merenggut orang yang mereka cintai.

Jaemin menangis keras. Memeluk Donghyuck dengan erat.

"Tidak ada akhir yang indah di dunia ini. Semua selalu memiliki akhir yang sama.. perpisahan."

Isakan memilukan itu mampu menyayat hati siapapun yang mendengarnya. Tangisan seseorang yang kehilangan.

Dan Jaemin telah kehilangan cintanya.

Lee Jeno.

28 Maret 1957

Penantian panjangku telah usai. Jeno telah kembali, bukan padaku. Tapi kepada Dia sang pemilik jiwa.

.
.
.
.
.
End.

Akhirnya tamat:D

Thank you buat kalian yang udah baca Na Jaemin, 1957. Padahal cerita ini masih banyak kurangnya sebenernya:'D

Jangan lupa mampir di work aku yang lain ya, see ya!

Na Jaemin, 1957 | NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang