Aku, Kamu dan Sepeda

2.6K 484 5
                                    

Jaemin tersenyum melihat hasil potret punggung Jeno yang kemarin sempat diambilnya diam diam dan sudah dicetak. Bahkan hanya melihat dari foto saja jantung Jaemin sudah berdebar.

Senyumnya mengembang,

Namun tak lama, senyuman dibibirnya pun hilang, tergantikan oleh raut sendu begitu mengingat cerita Jeno tempo hari yang membuat hatinya berdenyut sakit.

Jeno tentunya merasa sangat kehilangan.

Mengingat bagaimana penampilan Jeno tempo hari. Menampilkan sebuah pertunjukkan biola yang indah namun terasa menyakitkan bagi siapapun yang memahami bagaimana Jeno yang menggesek senar biola dipundaknya dengan penuh perasaan.

Dan..

Tatapan itu..

Tatapan sendu yang diperlihatkan padanya. Tatapan penuh kesakitan yang membayangi dirinya tiap malam.

Dan sejak itu, Jeno kembali menghilang.

Tidak ada surat maupun sebuah pertemuan lagi.

Membuat dirinya tersiksa akan sebuah kerinduan lagi.

Kepalanya disandarkan pada lengannya yang berada diatas meja. Dengan tangannya yang lain, memegang secarik foto punggung lebar Jeno yang terlihat kokoh.

Tok tok tok

Lamunannya buyar ketika pintunya diketuk dari luar, "Jaemin-ah! Ada yang mencarimu diluar!" Ketika suara teriakan ibunya terdengar, Jaemin mengernyit.

Siapa yang mencarinya? Tidak mungkin itu Renjun maupun Donghyuck, kedua sahabatnya itu pasti akan langsung menerobos masuk ke kamarnya.

Jaemin segera keluar, guna mencari tahu siapa yang mencarinya disore hari yang cerah ini.

Dan betapa terkejutnya ia begitu melihat sosok Jeno yang duduk diatas sepeda dan tersenyum lebar kearahnya.

"Hai, Jaem! Mau pergi jalan-jalan?" Tanya Jeno dengan senyuman lebarnya hingga kedua mata sipitnya membentuk bulan sabit yang menggemaskan.

Jaemin tidak kuasa untuk menahan senyumnya.

"Tentu."

•••

Dan disinilah keduanya, mengelilingi taman kota yang ramai dengan bersepedah.

Jaemin memeluk pinggang Jeno erat ketika lelaki tampan itu mempercepat laju sepedanya.

"Jeno! Jangan cepat-cepat!" Teriak Jaemin panik. Jeno tertawa, suara tawanya terdengar sangat halus memasuki pendengarannya, membuat hatinya menghangat dan tak bisa menahan untuk ikut bergabung tertawa bersama.

Tawa keduanya mengudara, diselingi beberapa percakapan ringan tentang keseharian keduanya.

Jeno membawa mereka ke sebuah jalanan yang cukup lengang dengan pohon-pohon sakura disetiap sisi jalan. Jaemin menyandarkan kepalanya dibahu lebar Jeno. Matanya terpejam, merasakan semilir angin yang menerbangkan helaian rambutnya.

Jaemin membuka matanya ketika Jeno menghentikan laju sepedanya. "Ada apa?" Tanyanya. Jeno hanya tersenyum kemudian mengisyaratkan Jaemin untuk turun dari sepeda.

"Kita akan berjalan mengitari danau itu." Jawabnya. Kemudian ia memarkirkan sepedanya dimana berjejer puluhan sepeda yang terparkir rapi disana.

Jeno mengulurkan tangannya didepan Jaemin, "Ayo." Lelaki manis itupun menyambut uluran tangan Jeno dengan senang hati.

Keduanya berjalan beriringan dengan jemari yang saling bertaut. Genggaman Jeno ditangannya begitu erat, dan sesekali ibu jarinya mengusap permukaan kulit tangannya dengan lembut.

"Saat aku kecil, aku sering kemari bersama Minhyung atau keluargaku." Jeno membuka obrolan dengan mulai bercerita mengenai masa kecilnya. Jaemin pun memalingkan wajahnya, memandang wajah tampan Jeno dari samping, menyimak setiap kalimat yang keluar dari bibir tipis itu.

"Entah itu pergi memancing ataupun berenang. Asal kau tau, ikan didalam danau sana sangat besar. Satu ikannya bahkan bisa mengenyangkanmu seharian." Jeno terlihat antusias. Jaemin terkekeh pelan, "Lalu? Apa kau ingin mengajakku memancing sekarang?"

Jeno menggeleng, "Aku tidak membawa alat pancingku."

Benar juga.

"Aku akan mengajakmu memancing lain kali."

Jaemin menekan bibirnya ke dalam, berusaha menahan kedua sudut bibirnya untuk tidak menyunggingkan sebuah senyuman. Apa itu tandanya Jeno akan mengajaknya pergi kemari lagi?

"Aku akan menunggu saat itu tiba." Jawab Jaemin pelan.

Jeno tersenyum, "Tunggu saja. Secepatnya aku akan mengajakmu pergi memancing bersama."

"Mau pulang?" Tanya Jeno.

Jaemin mengangguk, "Sudah semakin sore."

Lantas keduanya kembali berjalan beriringan menuju sepeda Jeno terparkir rapi bersama beberapa sepeda para pengunjung yang lain.

Senyuman tak sedikitpun luntur dari wajah manisnya saat ia kembali duduk di boncengan sepeda dengan lengan yang melingkar di pinggang Jeno.

Kamis, 19 Mei 1955.
Aku, kamu dan sepeda.

Tbc.

Na Jaemin, 1957 | NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang